Jadwal Sholat

Waktu Sholat untuk 6 Juta Kota Sedunia
Country:
Silahkan baca semoga ada manfaatnya, terima kasih. Semoga Bermanfaat

Sabtu, 22 Agustus 2009

Renungan di bulan Råmadhån


Merupakan nikmat Allåh yang besar kepada para hamba-Nya adalah, Allåh menjadikan waktu-waktu spesial yang penuh dengan berkah agar para hamba-Nya memanfaatkan kesempatan emas tersebut dan berlomba-lomba untuk meraih berkah yang sebanyak-banyaknya.

Berjumpa dengan bulan Råmadhån merupakan kenikmatan yang sangat besar, yang selayaknya seorang muslim benar-benar merasakan dan menjiwai nikmat tersebut. Betapa banyak orang yang terhalang dari nikmat yang besar ini, baik dikarenakan ajal telah menjemput mereka atau karena ketidakmampuan mereka beribadah sebagaimana mestinya oleh sebab sakit atau yang lainnya, ataupun karena mereka sesat dan apatis terhadap bulan yang mulia ini. Maka, hendaknya seorang muslim bersyukur kepada Allåh atas karunia-Nya ini dan berdoa kepada-Nya agar dianugerahi kesungguhan dan semangat dalam mengisi bulan yang mulia ini dengan ibadah dan dzikir kepada-Nya.

Yang menyedihkan, banyak orang yang tidak mengerti kemuliaan bulan suci ini, mereka tidak menjadikan bulan suci ini sebagai lahan untuk memanen pahala yang banyak dari Allåh dengan banyak beribadah, bersedekah, dan membaca Al-Qur`ân. Namun bulan yang agung ini mereka jadikan sebagai musim yang menyediakan dan menyantap aneka ragam makanan dan minuman dan menyibukkan kaum ibu untuk terus berkutat dengan dapur.

Sebagian yang lain tidaklah mengetahui bulan yang suci ini melainkan sebagai bulan untuk begadang dan ngobrol hingga pagi, kemudian di siang harinya terlelap oleh mimpi. Bahkan ada diantara mereka yang terlambat untuk sholat berjamaah di masjid, ataupun tatkala sholat di masjid dia berangan-angan agar sang imam segera salam.
Sebagian yang lain tidaklah mengenal bulan yang suci ini kecuali merupakan musim untuk mengeruk duit yang sebanyak-banyaknya. Lowongan-lowongan pekerjaan ditelusurinya dalam rangka memperoleh kesempatan mengeruk dunia[1]. Sebagian yang lain sangat giat berjual beli di bulan suci ini, menekuni pasar dan meninggalkan masjid. Kalaupun mereka sholat di masjid, mereka sholat dalam keadaan terburu-buru. Wallåhul musta’ân…[Saduran dari perkataan Syaikh ‘Abdullâh Al-Fauzân dalam kitabnya Ahâdîts ash-Shiyâm, hal 14-15]

Barangsiapa yang mengetahui keagungan bulan yang suci ini, maka dia akan benar-benar rindu untuk bertemu dengannya. Para salaf sangat merasakan keagungan bulan suci ini sehingga kehadirannya selalu dinanti-nanti oleh mereka, bahkan jauh-jauh sebelumnya mereka telah mempersiapkan perjumpaan itu. Berkata Mu’allâ bin Al-Fadhl, ”Mereka (para salaf) berdoa kepada Allåh selama enam bulan agar Allåh mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhân…”[2]

Pujilah Allåh dan bersyukurlah kepada-Nya karena telah mempertemukan kita dengan bulan Ramadhân dalam keadaan tenteram dan damai. Renungkanlah… bagaimanakah keadaan saudara-saudara kita di Palestina, Chechnya, Afghanistan, Iraq, dan negeri-negeri yang lainnya… Bagaimanakah keadaan mereka menyambut bulan suci ini?? Musibah demi musibah, derita demi derita menimpa mereka. Dengan derita dan tangisanlah mereka menyambut bulan suci ini. Dengan beraneka ragam makanan kita berbuka puasa… lantas dengan apakah saudara-saudara kita di Somalia berbuka puasa… mereka terus menghadapi bencana busung lapar. [Lihat Khutbah Syaikh As-Sudais (Kaukabah Al-Khutob Al-Munîfah hal 230-231)]

Ramadhân adalah kesempatan emas untuk menjadi orang yang bertakwa

Allåh Ta’alâ berfirman :

يَأيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS 2:183)

Berkata Syaikh ‘Utsaimîn rahimahullâhu : لَعَلَّ adalah untuk ta’lîl (menjelaskan sebab). Hal ini menjelaskan hikmah (tujuan) diwajibkannya puasa yaitu agar kalian (menjadi orang-orang yang) bertakwa kepada Allåh. Inilah hikmah (yang utama) dari ibadah puasa, adapun hikmah-hikmah puasa yang lainnya seperti kemaslahatan jasmani atau kemaslahatan sosial maka hanyalah mengekor (bukan hikmah yang utama-pen)” [Tafsîr Al-Qur`ân Al-Karîm, tafsir surat Al-Baqoroh 2/317]

Betapa banyak manusia di zaman ini jika dikatakan kepada mereka “Bertakwalah engkau kepada Allåh!” maka merah padamlah wajahnya dan kedua pipinya mengembang karena marah dan tertipu dengan dirinya sendiri. Dia menganggap dirinya telah bertakwa kepada Allåh sehingga merasa tersinggung jika dikatakan padanya untuk bertakwa kepada Allåh.

Berkata Ibnu Mas’ûd RadhiyAllåhu ‘Anhu, “Cukuplah sesorang itu berdosa jika dikatakan kepadanya “Bertakwalah kepada Allåh”, lantas ia berkata,”Urus dirimu sendiri, orang seperti kamu sok mau menasehatiku??!”

Pada suatu hari Kholifah Hârûn Ar-Rosyîd keluar naik kendaraan untanya yang mewah dan penuh dengan hiasan, lalu berkata seorang yahudi kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, bertakwalah engkau kepada Allåh!”. Maka beliaupun turun dari kendaraannya dan sujud kepada Allåh di atas tanah dengan penuh tawâdhû’ dan khusyû’. Lalu diapun memerintahkan agar kebutuhan orang yahudi tersebut dipenuhi. Tatkala ditanyakan kepadanya kenapa dia berbuat demikian, beliau berkata, ”Tatkala saya mendengar perkataan orang yahudi tersebut saya ingat firman Allåh

وَإِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ أَخَذَتْهٌ الْعِزَّةُ بِالإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ

“Dan apabila dikatakan kepadanya “Bertakwalah kepada Allåh”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berrbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka jahannam. Dan sesungguhnya Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS 2:206), Maka saya khawatir saya adalah orang yang disebut Allåh tersebut.” [Lihat Risalah Ramadhân Fursoh lit Taghyîr hal 13-14]

Oleh karena itu puasa merupakan kesempatan emas untuk melatih diri kita untuk bertakwa kepada Allåh.

Berkata sebagian salaf, “Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum.” Berkata Jâbir, ”Jika engkau berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu, lisanmu juga ikut berpuasa…dan janganlah engkau menjadikan keadaanmu tatkala berpuasa seperti keadaanmu tatkala tidak berpuasa”.[Wazhâ`if Romadhân hal 21]

Berkata Abûl ‘Aliah,”Orang yang berpuasa senantiasa berada dalam ibadah walaupun dia dalam keadaan tidur di atas tempat tidurnya selama tidak melakukan ghibah (menggunjing) kepada orang lain”[3]

Berkata Syaikh As-Sudais,”Dan apakah mereka telah merealisasikan dan menerapkan apa yang menjadi tujuan disyariatkannya puasa (yaitu untuk bertakwa kepada Allåh)?, ataukah masih banyak diantara mereka yang tidak tahu hikmah disyari’atkannya puasa dan melupakan buah manis dari ketakwaan serta jalan-jalan ketakwaan yang bercahaya, sehingga mencukupkan puasa hanya dengan menahan diri dari makanan dan minuman serta pembatal-pembatal puasa yang lahiriyah??” [Kaukabah Al-Khutob Al-Munîfah 1/ 237]

Beliau juga berkata, “Sebagian orang tidak mengetahui hakekat puasa, mereka hanya membatasi makna puasa yaitu menahan diri dari makan dan minum. Maka engkau lihat sebagian mereka, puasanya tidak bisa mencegah (kejahatan) lisannya sehingga terjerumus dalam ghîbah, namîmah, dan dusta. Demikian juga mereka membiarkan telinga dan mata mereka jelalatan sehingga terjatuh dalam dosa dan kemaksiatan.

Imam Bukhori telah meriwayatkan sebuah hadits dalam shahih beliau bahwasanya Råsûlullåh Shallallåhu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِيْ أَيْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya[4] serta berbuat kebodohan[5] maka Allåh tidak butuh kepada puasanya dari meninggalkan makan dan minumnya” [HR Al-Bukhâri no 1903, 6057]

Berkata Ibnu At-Thîn, “Zhahir hadits menunjukkan bahwa barangsiapa yang berbuat ghibah tatkala sedang puasa maka puasanya batal, demikianlah pendapat sebagian salaf. Adapun jumhur ulama berpendapat sebaliknya (yaitu puasanya tidak batal), namun menurut mereka makna dari hadits ini bahwasanya ghibah termasuk dosa besar dan dosanya tidak bisa sebanding dengan pahala puasanya maka seakan-akan dia seperti orang yang batal puasanya”. (Al-Fath 10/582) [Kaukabah Al-Khutob Al-Munîfah 1/ 229]

Berkata Ibnu Rajab, ”Barangsiapa yang di bulan Ramdhan ini tidak beruntung maka kapan lagi dia bisa beruntung, barangsiapa yang di bulan suci ini tidak bisa mendekatkan dirinya kepada Allåh maka sungguh dia sangat merugi” [Wazhâ`if Romadhân hal 12]

Jadilah kita seperti kupu-kupu yang menyenangkan dan indah jika dipandang, serta bermanfaat bagi perkawinan diantara tanaman, padahal sebelumnya adalah seekor ulat yang merusak dedaunan dan merupakan hama tanaman. Namun setelah berpuasa beberapa saat dalam kepompongnya berubahlah ulat tersebut menjadi kupu-kupu yang indah.

Puasa merupakan kesempatan untuk membiasakan diri mentadabburi Al-Qur`ân

Betapa banyak orang yang telah berpaling dari Al-Qur`ân, meninggalkan membaca Al-Qur`ân atau tatkala membacanya dibaca tanpa ditadabburi kandungan maknanya, hingga jadilah Al-Quran pada sebagian orang sesuatu yang terlupakan[6].

Berkata Ibnu Rajab, “Allåh mencela orang-orang yang membaca Al-Qur`ân tanpa memahami (mentadaburi) maknanya,

Allåh berfirman

وَمِنْهُمْ أُمِّيُّوْنَ لاَيَعْلَمُوْنَ الْكِتَابَ إِلاَّ أَمَانِيَّ

“Dan diantara mereka ada yang buta huruf tidak mengetahui Al-Kitâb (At-Taurat), kecuali hanya dongengan belaka” (QS: 2:78),

yaitu membacanya tanpa memahami maknanya. Tujuan diturunkannya Al-Qur`ân adalah untuk difahami maknanya dan untuk diamalkan bukan hanya sekedar untuk dibaca”[Wazhâ`if Romadhân hal 42]

Berkata sebagian salaf, “Al-Qur`ân diturunkan untuk dipraktekan (dalam kehidupan), namun manusia menjadikan membaca Al-Qur`ân itulah bentuk pengamalannya”

Tatkala tiba bulan Råmadhån, Az-Zuhrî berkata,”Ramadhân itu adalah membaca Al-Qur`ân dan memberi makan (fakir miskin)”

Berkata Ibnu ‘Abdil Hakîm, “Jika tiba bulan Ramadhân, Imam Mâlik menghindar dari membacakan hadits dan bertukar-pikiran dengan ahli ilmu. Beliau berkonsentrasi membaca mushaf Al-Qur`ân”.

Berkata ‘Abdur Razzâq, “Jika masuk bulan Ramadhân, Ats-Tsaurî meninggalkan seluruh ibadah dan memfokuskan pada membaca Al-Qur`ân”

Berkata Ibnu Rajab, “Para salaf berkonsentrasi membaca Al-Qur`ân di bulan Ramadhân. Diantara mereka ada yang mengkhatamkan Al-Qur`ân setiap minggu, diantara mereka ada yang setiap tiga hari, ada juga yang menamatkan dalam waktu dua malam, bahkan ada di antara mereka pada saat sepuluh malam yang terakhir menamatkan Al-Qur`ân setiap malam.

Adapun hadits yang menjelaskan larangan mengkhatamkan Al-Qur`ân kurang dari tiga hari maka maksudnya jika dilaksanakan terus menerus.

Adapun menamatkan Al-Quran pada waktu-waktu (tertentu) yang mulia seperti bulan Ramadhân khususnya di malam-malam yang diharapkan seperti lailatul qodar, demikian juga di tempat-tempat yang mulia, maka disunnahkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur`ân dalam rangka memanfaatkan kesempatan ketika berada di tempat dan waktu yang mulia. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan yang lainnya, dan merupakan hal yang diamalkan oleh selain mereka”[Wazhâ`if Romadhân hal 43]

Diantara adab-adab tatkala membaca Al-Qur`ân[7]:

1. Hendaknya membaca dengan tartil dangan memperhatikan hukum-hukum tajwîd disertai dengan mentadabburi ayat-ayat yang dibacanya.

Jika ayat yang dibacanya berkaitan dengan kekurangan atau kesalahannya maka hendaknya dia beristighfâr. Jika dia melewati ayat-ayat yang berkaitan dengan rahmat Allåh maka hendaknya dia meminta kepada Allåh rahmat tersebut, dan jika melewati ayat-ayat tentang adzab maka hendaknya dia takut dan berlindung kepada Allåh dari adzab tersebut.

Adapun jika membaca Al-Qur`ân dengan cepat dan kurang memperhatikan hukum-hukum tajwîd maka sulit untuk mentadabburi Al-Qur`ân. Bahkan membaca Al-Qur`ân dengan cepat tanpa aturan terkadang bisa menjadi haram hukumnya jika sampai menimbulkan perubahan huruf-huruf (yaitu tidak keluar sesuai dengan makhrojnya) karena ini termasuk bentuk perubahan terhadap Al-Qur`ân.

Adapun jika membaca dengan cepat namun tetap memperhatikan hukum-hukum tajwîd maka tidak mengapa, karena sebagian orang mudah bagi lisannya membaca Al-Qur`ân (dan sebagian orang bisa mentadabburi Al-Qur`ân walaupun dibaca dengan cepat).

2. Hendaknya tidak memotong pembacaan Al-Qur`ân hanya karena ingin ngobrol dengan teman duduk disampingnya.

Sebagian orang jika sedang membaca Al-Qur`ân kemudian di sampingnya ada seorang sahabatnya maka diapun sering memotong bacaannya untuk ngobrol dengan temannya tersebut, dan hal ini merupakan hal yang semestinya tidak dilakukan karena ini termasuk berpaling dari Al-Qur`ân tanpa adanya kebutuhan.

3. Tidak membaca Al-Quran dengan suara yang keras sehingga mengganggu orang yang disekitarnya yang sedang membaca Al-Qur`ân juga, atau sedang sholat, atau sedang tidur.

Nabi telah melarang hal ini. Dari Abû Sa’îd Al-Khudrî, beliau berkata, “Nabi i’tikâf di masjid lalu beliau mendengar orang-orang membaca Al-Qur`ân dengan suara yang keras dan Nabi sedang berada dalam tenda i’tikâf-nya. Beliaupun membuka sitar (kain penutup) tendanya, kemudian berkata, “Kalian semuanya sedang bermunajat dengan Robbnya maka janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, janganlah sebagian kalian mengangkat suaranya tatkala membaca Al-Qur`ân” atau beliau berkata,”tatkala (membaca Al-Qur`ân) dalam sholat.”

[HR Ahmad (3/93) dan Abû Dâwûd dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albânî dalam As-Shohîhah 4/134 dan berkata,’Isnadnya shohih sesuai dengan persyaratan (kriteria) Bukhârî dan Muslim]

Råmadhån adalah kesempatan untuk instropeksi diri

‘Umar Al-Farûq Rådhiyallåhu ‘anhu berkata,

حَاسِبُوا أنْفُسَكُم قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُا وَزِنُوْهَا قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا وَ تَزَيَّنُوا لِلعَرْضِ الأَكْبَر

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab! timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang!, dan berhiaslah (beramal solehlah) untuk persiapan hari ditampakkannya amalan hamba!”

[Diriwayatkan oleh At-Tirmidzî dalam Shifatul Qiyâmah, bab “Al-Kais Lak Dâna Nafsahu…”, kemudian setelah menyebutkan hadits “Al-Kaisu….dst” Beliau berkata, “Dan diriwayatkan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab beliau berkata: “Hisablah….” Atsar ini juga disebutkan oleh Imam Ahmad dalam kitab az-Zuhud, demikian juga Ibnul Qoyyim dalam Madârijus Sâlikîn (1/319)]

Allåh berfirman

يَوْمَئِذٍ لاَ تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

“Pada hari itu kalian dihadapkan (kepada Tuhan kalian), tiada sesuatupun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi Allåh)” (QS 69:18).

Benarlah apa yang diucapkan oleh Al-Farûq, sesungguhnya muhasabah diri di dunia ini jauh lebih ringan daripada hisab Allåh di hari dimana rambut anak-anak menjadi putih. Yang menghisab adalah Allåh dan yang menjadi bukti otentik adalah kitab yang sifatnya

لاَ يُغَادِرُ صَغِيْرَةً وَلاَ كَبِيْرَةً إِلاَّ أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلاَ يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

“Kitab yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar melainkan ia mencatat semuanya. Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan (di dunia) nampak tertulis. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorangpun jua” (QS 18:49).

Al-Hasan (Al-Bashri) berkata, “Seorang mukmin adalah pengendali dirinya, (hendaknya) dia menghisab dirinya karena Allåh. Yang menyebabkan suatu kaum hisab mereka ringan di akhirat kelak adalah karena mereka telah menghisab jiwa mereka di dunia. Dan hanyalah yang menyebabkan beratnya hisab pada suatu kaum di hari kiamat kelak adalah karena mereka mengambil perkara ini tanpa bermuhâsabah (di dunia)”[Hilyatul Auliyâ’ 2/157]

Hakekat dari muhâsabah adalah menghitung dan membandingkan antara kebaikan dan keburukan, sehingga dengan perbandingan ini diketahui mana dari keduanya yang terbanyak. [Madârijus Sâlikîn 1/321]

Ibnul Qoyyim menjelaskan, “Namun perhitungan ini (muhâsabah) akan terasa sulit bagi orang yang tidak memiliki tiga perkara, yaitu cahaya hikmah, berprasangka buruk kepada diri sendiri dan pembedaan antara nikmat dan fitnah (istidrâj).

(Pertama), cahaya hikmah yaitu ilmu yang dengannya seorang hamba bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan, petunjuk dan kesesatan, manfaat dan mudhorot, yang sempurna dan yang kurang, kebaikan dan keburukan. Dengan demikian ia bisa mengetahui tingkatan amalan mana yang ringan dan mana yang berat, mana yang diterima dan mana yang ditolak. Semakin terang cahaya hikmah ini pada seseorang maka dia akan semakin tepat dalam perhitungannya (muhâsabah).

(Kedua), adapun berprasangka buruk kepada diri sangat dibutuhkan (dalam muhâsabah), karena berbaik sangka kepada jiwa mencegah sempurnanya pemeriksaan jiwa, maka jadinya dia akan memandang kejelekan-kejelekannya menjadi kebaikan dan memandang aibnya adalah suatu kesempurnaan dan tidaklah berprasangka buruk kepada dirinya kecuali orang yang mengenal dirinya. Barangsiapa yang berbaik sangka kepada jiwanya maka dia adalah orang yang paling bodoh tentang dirinya sendiri.

(ketiga), adapun membedakan antara nikmat dan fitnah yaitu untuk membedakan antara kenikmatan yang Allåh anugerahkan kepadanya -berupa kebaikan-Nya dan kasih sayang-Nya yang dengannya ia bisa meraih kebahagiaan yang abadi- dengan kenikmatan yang merupakan istidrâj dari Allåh. Betapa banyak orang yang ter-istidrâj dengan diberi kenikmatan (dibiarkan tenggelam dalam kenikmatan sehingga semakin jauh tersesat dari jalan Allåh-pen) padahal dia tidak menyadari hal itu.

Mereka terfitnah dengan pujian orang-orang bodoh, tertipu dengan keadaannya yang kebutuhannya selalu terpenuhi, dan aibnya yang selalu ditutup oleh Allåh. Kebanyakan manusia menjadikan tiga perkara (yaitu, pujian manusia, terpenuhinya kebutuhan, dan aib yang selalu tertutup) ini merupakan tanda kebahagiaan dan keberhasilan. Sampai disitulah rupanya ilmu mereka….”

Beliau melanjutkan,”…. Semua kekuatan baik yang nampak maupun yang batin jika diiringi dengan pelaksanaan perintah Allåh dan apa yang diridhoi Allåh maka hal itu adalah karunia Allåh, jika tidak demikian maka kekuatan tersebut adalah bencana.

Setiap keadaan yang dimanfaatkan untuk menolong agama Allåh dan berdakwah di jalan-Nya maka hal itu merupakan karunia Allåh, jika tidak , maka hanyalah merupakan bencana. Setiap harta yang disertai dengan berinfaq di jalan Allåh bukan untuk mengharapkan ganjaran manusia dan terima kasih mereka maka dia adalah karunia Allåh. Jika tidak demikian, maka dia hanyalah bumerang baginya….dan setiap sikap manusia yang menerima dirinya dan pengagungan serta kecintaan mereka padanya jika disertai dengan rasa tunduk, rendah, dan hina dihadapan Allåh, demikian juga disertai pengenalannya terhadap aib dirinya dan kekurangan amalannya dan usahanya menasehati manusia maka hal ini adalah karunia Allåh. Jika tidak demikian, maka hanyalah bencana.

Oleh karena itu, hendaknya seorang hamba mengamati poin yang sangat penting dan berbahaya ini agar bisa membedakan antara karunia dan bencana, anugerah dan bumerang baginya, karena betapa banyak ahli ibadah yang berakhlak mulia yang salah paham dan rancu dalam memahami pembahasan ini.” [Madârijus Sâlikîn 1/ 321-324]

Ketahuilah bahwa termasuk penyempurna muhâsabah yaitu engkau mengetahui bahwa setiap kemaksiatan atau aib yang karenanya engkau mencela saudaramu maka akan kembali kepadamu.

Diriwayatkan dari Råsûlullåh ShallAllåhu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda

مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ

“Barangsiapa yang mencela saudaranya karena dosanya (kemaksiatannya) maka dia tidak akan mati hingga dia melaksanakan kemaksiatan tersebut”

[HR At-Tirmidzî no 2505. Berkata At-Tirmidzî, “Ini adalah hadits hasan ghorîb”. Berkata Al-Mubârokfûri, “Hadits ini munqothi’, walau demikian At-Tirmidzî menghasankannya, kemungkinan karena ada jalan yang lain atau ada syâhid (penguat lain) bagi hadits ini sehingga inqithâ’ (keterputusan sanadnya) tidak mempengaruhi” (Tuhfatul Ahwadzî 7/251). Namun Syaikh Al-Albânî menghukumi bahwa hadits ini adalah hadits maudhû’ (palsu) dalam Dho’îf Sunan At-Tirmidzî no 449 dan dalam Dha’îful Jamî’ no 5710]

Berkata Imam Ahmad menafsirkan hadits ini, “Yaitu (mencelanya karena) dosa/maksiat yang ia telah bertaubat darinya.[8]

Berkata Ibnul Qoyyim, “Dan juga pada suatu pencelaan tersirat rasa gembira si pencela dengan jatuhnya orang yang dicela dalam kesalahan. Imam At-Tirmidzî meriwayatkan juga –secara marfû’- bahwasanya Råsûlullåh ShallAllåhu ‘alaihi wa Sallam bersabda,”Janganlah engkau menampakkan kegembiraan atas bencana yang menimpa saudaramu sehingga Allåh merahmati saudaramu dan mendatangkan bencana bagimu” [HR At-Tirmidzî no 2506, dan berkata,”Ini adalah hadits hasan ghorîb” dan didhoifkan oleh Syaikh Al-Albânî dalan Dho’îf Sunan At-Tirmidzî no 450].

Dan mungkin juga maksud Nabi bahwa dosa pencelaanmu terhadap saudaramu lebih besar dari dosa saudaramu itu dan lebih parah dari maksiat yang dilakukannya itu adalah oleh sebab pencelaanmu itu menunjukan tazkiyatun nafsi (memuji diri sendiri) dan mengklaim bahwa engkau selalu diatas ketaatan dan telah berlepas diri dari dosa dan bahwa saudaramulah yang membawa dosa tersebut.

Maka bisa jadi penyesalan saudaramu karena dosanya tersebut dan akibat yang timbul setelah itu berupa rasa tunduk dan rendah serta penghinaan terhadap jiwanya, dan terlepasnya dia dari penyakit pengklaiman sucinya diri, rasa sombong dan ujub, serta berdirinya dia dihadapan Allåh dalam keadaan menunduk dengan hati yang pasrah, yang lebih bermanfaat baginya dan lebih baik dibandingkan dengan pengklaimanmu bahwa engkau selalu diatas ketaatan kepada Allåh dan engkau menganggap bahwa engkau banyak melakukan ketaatan kepada Allåh bahkan engkau merasa telah memberi sumbangsih kepada Allåh dan kepada makhluk-makhluk-Nya dengan ketaatanmu tersebut. Sungguh dekat saudaramu -yang telah melakukan kemaksiatan- kepada rahmat Allåh. Dan betapa jauh orang yang ujub dan merasa memberi sumbangsih dengan amal ketaatannya dengan kemurkaan Allåh.

Dosa yang mengantarkan pelakunya merasa hina dihadapan Allåh lebih disukai Allåh daripada amal ketaatan yang mengantarkan pelakunya merasa ujub. Sesungguhnya jika engkau tertidur di malam hari (tidak melaksanakan sholat malam) kemudian di pagi hari engkau menyesal, lebih baik dari pada jika engkau sholat malam kemudian di pagi hari engkau merasa ujub kepada diri sendiri, karena sesungguhnya orang yang ujub amalnya tidak sampai kepada Allåh. Engkau tertawa namun engkau mengakui (kesalahanmu dan kekuranganmu) lebih baik dari pada engkau menangis namun engkau merasa ujub. Rintihan orang yang berdosa lebih disukai di sisi Allåh dibanding suara dzikir orang yang bertasbih namun ujub. Bisa jadi dengan sebab dosa yang dilakukan oleh saudaramu Allåh berikan obat kepadanya dan mencabut penyakit yang membunuh darinya padahal penyakit itu ada pada dirimu dan engkau tidak merasakannya.

Allåh memiliki rahasia dan hikmah yang terdapat pada hamba-hambanya yang taat dan yang bermaksiat, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Para ulama dan orang-orang bijak tidak mengerti rahasia itu kecuali hanya sekedar yang bisa diperkirakan dan ditangkap oleh panca indera manusia. Namun di balik itu ada rahasia Allåh yang tidak diketahui bahkan oleh para malaikat para pencatat amal.

Råsûlullåh ShallAllåhu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda

إِذَا زَنَتْ أَمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُقِمْ عَلَيْهَا الْحَدُّ وَلاَ يُثَرِّبْ

“Jika budak wanita milik salah seorang dari kalian berzina maka tegakkanlah hukuman had baginya dan janganlah dia mencelanya” [HR Al-Bukhârî 2152]

…, karena sesungguhnya penilaian adalah di sisi Allåh dan hukum adalah milik-Nya. Dan tujuannya adalah menegakkan hukuman had pada budak wanita tersebut bukan mencelanya….

Allåh telah berkata tentang makhluk yang paling mengetahuiNya dan yang paling dekat denganNya (yaitu Råsûlullåh ShallAllåhu ‘alaihi wa Sallam),

“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya engkau hampir-hampir condong sedikit kepada mereka (orang-orang kafir)” (QS 17:74).

Nabi Yûsuf telah berkata,”Dan jika Engkau hindarkan tipu daya mereka dariku, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh” (QS 12:33).

Dan Nabi paling sering bersumpah dengan berkata

ياَ وَمُقَلِّبِ الْقُلُوْبِ

“Demi Dzat yang membolak-balikan hati manusia” [HR Al-Bukhârî 6617, 6628].

Beliau bersabda,”Tidak satu hati manusiapun melainkan ia berada diantara dua jari dari jari jemari Allåh. Jika Allåh kehendaki Allåh akan memberi petunjuk kepadanya dan jika Allåh kehendaki maka Allåh akan menyesatkannya” [HR Ibnu Mâjah no 99, Ahmad 4/182, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albânî dalam Shahîh Sunan Ibnu Mâjah]

Kemudian beliau berdoa,

اللَّهُمَّ مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikan hati manusia, tetapkanlah hati kami di atas jalanMu” [Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albânî dalam Shahîh Sunan At-Tirmidzî 1739]

اللَّهُمَّ مُصَّرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Wahai Dzat yang memaling-malingkan hati manusia, palingkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu” [HR Muslim no 2654].

Berdoa kepada Allåh agar ibadah puasa kita diterima

Berkata Ibnu Rojab, “Para salaf, mereka berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk menyempurnakan dan memperbaiki amalan mereka, kemudian setelah itu mereka sangat memperhatikan agar amalan mereka diterima, mereka takut amalan mereka tidak diterima. Mereka itulah “Orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dan hati mereka dalam keadaan takut” (QS 23:60).

Diriwayatkan dari ‘Alî beliau berkata,”Hendaklah kalian lebih memperhatikan agar amal kalian diterima (setelah beramal) dari pada perhatian kalian terhadap amalan kalian (tatkala sedang beramal), apakah kalian tidak mendengar firman Allåh “Sesungguhnya Allåh hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa” (QS 5:27).

Dari Fadhâlah dia berkata,”Saya mengetahui bahwa Allåh menerima amalan saya walaupun sekecil biji sawi lebih saya sukai daripada dunia dan seisinya karena Allåh berfirman “Sesungguhnya Allåh hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa” (QS 5:27)”.

Berkata Abûd Darda’, “Saya mengetahui bahwa Allåh telah menerima dariku satu sholat saja lebih aku sukai dari pada bumi dan seluruh isinya karena Allåh berfirman “Sesungguhnya Allåh hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa” (QS 5:27)”.[Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr surat Al-Mâ`idah ayat 27]

Berkata Mâlik bin Dinar, “Rasa takut jika amalan tidak diterima itu lebih berat daripada beramal itu sendiri”.

Berkata ‘Athâ’ As-Sulamî, “Waspadalah, jangan sampai amalanmu bukan karena Allåh”

Abdul ‘Azîz bin Abî Ruwwâd berkata, “Aku mendapati mereka (para salaf) sangat bersungguh-sungguh tatkala beramal soleh, namun jika mereka telah selesai beramal, mereka ditimpa kesedihan dan kekhawatiran apakah amalan mereka diterima atau tidak?”

Oleh karena itu para salaf setelah enam bulan berdoa agar dipertemukan oleh Allåh dengan Ramadhân mereka juga berdoa setelah Ramadhân selama enam bulan agar amalan mereka diterima.[9]

Wuhaib bin Al-Ward tatkala membaca firman Allåh

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيْمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَ إِسْمَاعِيْلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

“Dan tatkala Ibrâhîm meninggikan (membina) pondasi Baitullâh bersama Ismâ’îl (seraya berdoa), ”Wahai Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahu” (QS 2:127), maka beliau (Wuhaib bin Al-Ward) pun menangis seraya berkata, “Wahai kekasih Ar-Rahmân, engkau meninggikan rumah Ar- Rahmân lalu engkau takut amalanmu itu tidak diterima oleh Ar- Rahmân [Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr surat Al-Baqoroh ayat 127]

Ibnul Qoyyim menjelaskan, “Puas (ridho)nya seseorang terhadap amal ketaatan yang telah ia kerjakan merupakan indikasi bahwasanya dia tidak tahu akan keadaan dirinya. Dia tidak tahu hak-hak Allåh dan bagaimana semestinya beribadah kepada Allåh.

Ketidaktahuannya akan kekurangan dirinya serta aib-aib yang terdapat dalam amal ketaatannya serta ketidaktahuannya akan kebesaran Allåh dan hak-hak-Nya menjadikan dia berprasangka baik terhadap jiwanya yang penuh dengan kekurangan sehingga akhirnya dia puas dengan amal ketaatannya.

Hal ini juga menimbulkan rasa ‘ujub (takjub) dengan dirinya sendiri yang telah melaksanakan amal ketaatan serta menimbulkan rasa sombong dan penyakit-penyakit hati yang lainnya yang lebih berbahaya daripada dosa-dosa besar yang nampak seperti zina, meminum minuman keras, dan lari dari medan pertempuran. Jika demikian rasa puas terhadap amal ketaatan merupakan kepandiran dan ketololan jiwa.

Jika kita perhatikan…ternyata mereka orang-orang yang bertakwa dan ahli ibadah, mereka sangat memohon ampunan Allåh justru tatkala mereka telah selesai dari amal ketaatan mereka. Hal ini dikarenakan mereka mengakui kekurangan mereka tatkala beramal dan mereka mengakui bahwa amal ketaatan mereka tidak sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allåh.

Seandainya bukan karena perintah Allåh untuk beramal maka mereka akan malu menghadap Allåh dengan model ibadah mereka yang penuh kekurangan dan mereka tidak ridho ibadah yang penuh kekurangan tersebut mereka serahkan kepada Allåh. Namun mereka tetap beribadah walalupun penuh kekurangan untuk menjalankan perintah Allåh.

Allåh telah memerintahkan para jema’ah haji (pengunjung rumah Allåh) untuk beristighfâr setelah selesai dari manasik haji yang paling agung dan mulia yaitu wukuf di Arafah.

Allåh berfirman

فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا الله عِنْدَ الْمَشْعِرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوْهُ كَمَ هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُم مِنْ قَبْلِهِ لََمِنَ الضَّآلِّيْنَ ثُمَّ أَفِيْضُوا مِنْ حِيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌَ َ

“Maka apabila kalian telah beranjak dari Arafah berzikirlah kepada Allåh di Masy’aril Haram. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allåh sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepada kalian, dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian beranjaklah kalian dari tempat beranjak orang-orang banyak (yaitu Arafah) dan mohon ampunlah kepada Allåh sesungguhnya Allåh Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang” (QS 2:198-199)

Allåh juga berfirman

وَالْمُسْتَغْفِرِيْنََ بِالأَسْحَارِ

“Dan yang memohon ampun di waktu sahur” (QS 3:17).

Berkata Hasan Al-Bashrî, “Mereka memanjangkan sholat malam mereka hingga tiba waktu sahur (menjelang terbit fajar) lalu mereka duduk dan beristighfâr kepada Allåh”. Dan dalam hadits yang shahih bahwasanya Nabi jika telah salam dari sholat beliau ber istighfâr tiga kali. [HR Muslim 591 dan Abû Dâwûd 1512]

Allåh memerintah Nabi untuk ber istighfâr setelah selasai menyampaikan risalah kenabiannya –dan beliau telah menunaikannya dengan baik-, demikian juga setelah menyelesaikan ibadah haji serta menjelang wafat beliau.

Maka Allåh berfirman di surat yang terakhir turun kepada Råsûlullåh ShallAllåhu ‘alaihi wa Sallam:

“Apabila telah datang pertolongan Allåh dan kemenangan. Dan Engkau melihat manusia masuk agama Allåh dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Robmu dan mohon ampun kepada-Nya . Sesungguhnya Dia adalah Maha menerima taubat.” (QS 110:1-3)

Dari turunnya surat ini, maka ‘Umar dan Ibnu Abbâs faham bahwa ini merupakan tanda dekatnya ajal Råsûlullåh yang Allåh beritahukan kepada Råsûlullåh ShallAllåhu ‘alaihi wa Sallam. Maka Allåh pun memerintahkan beliau untuk beristighfâr setelah beliau menunaikan tugas beliau. Maka hal ini seakan-akan pemberitahuan bahwa engkau (wahai Råsûlullåh) telah menunaikan kewajibanmu dan tidak ada lagi tugas yang lain, maka jadikanlah penutupnya adalah istighfâr. Sebagaimana juga penutup sholat, haji, sholat malam.

Dan juga setelah wudhû’ beliau berkata,

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ. أَللهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ و اجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Subhanakallahumma wabihamdik asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik, Allahummaj’alni minat tawwabina waj’alni minal mutathåh-hirin ”

“Maha Suci Engkau yang Allah dan segala pujian untuk-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu, Ya Allah jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang selalu bersuci”[10]

Dan demikianlah keadaan orang-orang yang mengetahui apa yang semestinya bagi Allåh dan sesuai dengan keagunganNya dan mengerti akan hak-hak ibadah dan persyaratannya.

Berkata sebagian orang bijak, “Kapan saja engkau ridho (puas) dengan dirimu dan amalanmu bagi Allåh, ketahuilah sesungguhnya Allåh tidak ridho dengan amalmu tersebut. Dan barangsiapa yang mengetahui bahwasanya dirinya merupakan tempat kesalahan, aib, dan kejelekan serta mengetahui bahwa amalannya penuh dengan penyakit dan kekurangan, maka bagaimana dia bisa puas dengan amalannya? Bagaimana dia bisa ridho amalan tersebut bagi Allåh?”

Sungguh indah perkataan Syaikh Abû Madin, “Barangsiapa yang merealisasikan ibadahnya maka dia akan memandang amal perbuatannya dengan kacamata riya’, dia memandang keadaannya dengan kacamata pengklaiman (pengakuan belaka), dan memandang perkataannya dengan kacamata kedustaan.

Semakin besar apa yang engkau harapkan di hatimu maka akan semakin ciut (kecil) jiwamu di hadapanmu, dan semakin ciut pula nilai pengorbanan yang telah engkau keluarkan demi meraih harapanmu yang besar. Semakin engkau mengakui hakekat Rubûbiyah Allåh dan hakekat ‘Ubûdiyah serta engkau mengenal Allåh dan engkau mengenal dirimu sendiri maka akan jelas bagimu bahwa apa yang ada padamu berupa amal ketaatan tidaklah pantas untuk diberikan kepada Allåh.

Walaupun engkau datang dengan membawa amalanmu (yang beratnya seperti amalan seluruh) jin dan manusia maka engkau akan tetap takut dihukum Allåh (karena engkau takut tidak diterima-pen). Sesungguhnya Allåh menerima amalanmu karena kemurahan dan kemuliaan serta karunia-Nya kepadamu. Kemudian Dia memberi pahala dan ganjaran kepadamu juga karena kemuliaan, kemurahan, dan karunia-Nya.” [Madârijus Sâlikîn 1/327-330]

Berkata Syaikh Abdur Rahmân As-Sudais, “Ketahuilah saudara-saudaraku, sebagaimana kalian menyambut kedatangan bulan suci ini, kalian juga tidak lama kemudian pastiakan berpisah dengannya. Apakah engkau tahu –wahai hamba Allåh- apakah engkau akan bisa bertemu dengan akhir bulan ini? Ataukah engkau tidak akan menemuinya?? Demi Allåh kita tidak tahu, sedangkan kita tiap hari menyolatkan puluhan jenazah. Dimanakah mereka yang dulu berpuasa bersama kita?

Seorang yang bijak akan menjadikan ini semua untuk bermuhâsabah dan meluruskan kepincangan dan membuangnya dari jalan ketaatan sebelum ajal menjemputnya dengan tiba-tiba. Sehingga tidak bermanfaat ketika itu kecuali amalan shâlih. Ikrarkanlah janji kepada Robb kalian di tempat yang suci ini dan di bulan yang suci ini yang penuh barokah ini untuk bertaubat dan penyesalan serta melepaskan diri dari kekangan kemaksiatan dan dosa. Bersungguh-sungguhlah untuk mendoakan kebaikan bagi diri kalian dan saudara-saudara kalian kaum muslimin.” [11]

Kota Nabi, 3 Ramadhân 1425 H (16 Okt. 2004)
Firanda Andirja Abidin, Lc.

Daftar Pustaka

1. Madârijus Sâlikîn, Ibnul Qoyyim, Tahqîq ‘Abdul ‘Aziz bin Nâshir Al-Julaiyil, Dâr At-Thayibah
2. Wazhâ`if Ramadhân, Syaikh Abdur Rahmân bin Muhammad bin Qâsim.
3. Ahâdîtsu ash-Shiyâm, Ahkâmuhu wa Âdabuhu, Syaikh ‘Abdullâh Al-Fauzân.
4. Tafsîr Al-Qur`ân Al-Karîm, Syaikh ‘Utsaimîn, Dâr Ibnul Jauzî.
5. Ramadhân Fursoh lit Tagyîr, Muhammad bin ‘Abdillâh Al-Habda.
6. Kaukabah Al-Khutob Al-Munîfah min Mimbar Al-Ka’bah As-Syarîfah, Syaikh ‘Abdur Rahman bin ‘Abdul ‘Azîz As-Sudais.
7. Fathul Bârî, Ibnu Hajar Al-‘Asqolânî, Dâr as-Salâm, Riyâdh.
8. Tuhfatul Ahwadzî, Al-Mubârokfûrî, Dâr Ihyâ` At-Turâts Al-‘Arobî.
9. Tafsîr Ibnu Katsîr.

Sumber : http://artikel.stai-ali.ac.id/?p=18

Footenote

[1] Yang menyedihkan ada diantara mereka yang mengatasnamakan dunia yang mereka kejar tersebut dengan nama agama. Ada juga yang berdalih bahwa apa yang mereka lakukan tersebut hukumnya boleh dan demi membantu orang lain. Ketahuilah saudaraku…carilah amalan yang terbaik yang bisa mendatangkan pahala yang sebanyak mungkin di bulan suci ini. Umur kita terbatas. Renungkanlah….

[2] Wazhâ`if Romadhân hal 11. Adakah diantara kita yang senantiasa berdoa untuk berjumpa dengan bulan Ramadhan? Jangankan untuk berdoa selama enam bulan agar berjumpa dengan Ramadhan, bahkan mungkin masih banyak diantara kita yang tidak berdoa selama seminggu agar bersua dengan Ramadhan. Hal ini tidak lain karena kita kurang mengagungkan nilai Ramadhan sebagaimana para salaf. Atau mungkin bahkan diantara kita ada yang tidak pernah berdoa sama sekali untuk berjumpa dengan Ramadhan….??

[3] Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razzâq dalam Mushonnaf-nya. Berkata Ibnu Rojab,”Jika dia meniatkan makan dan minumnya untuk menguatkan tubuhnya guna melaksanakan sholat malam dan puasa, maka dia akan diberi pahala (oleh Allah) karena niatnya tersebut (makan dan minumnya dinilai ibadah oleh Allah-pen). Demikian juga jika dia meniatkan dengan tidurnya di malam hari ataupun di siang hari agar kuat untuk beramal (sholih) maka tidurnya itu adalah ibadah” (Wazhâ`if Romadhân hal 24).

[4] Yaitu mengamalkan konsekuensi dari kedustaan tersebut (Al-Fath 4/151)

[5] Syaikh ‘Abdullâh Al-Fauzân menjelaskan,”Yaitu melakukan sesuatu yang merupakan tindakan orang-orang bodoh seperti berteriak-teriak dan hal-hal yang bodoh lainnya” (Âhadîtsu ash-Shiyâm hal 74)

[6] Ibnu Katsîr menjelaskan bahwa diantara bentuk-bentuk meninggalkan (tidak mengacuhkan) Al-Qur`ân adalah meninggalkan praktek pengamalan perintah-perintah yang terdapat dalam Al-Qur`ân, tidak menjauhi larangan-larangan yang terdapat di dalam Al-Qur`ân, berpaling dari (kebiasaaan membaca) Al-Qur`ân dan menggantikannya dengan kebiasaan membaca syair-syair atau perkataan-perkataan atau lagu atau perkara yang sia-sia yang tidak berlandaskan Al-Qur`ân. (Tafsir Ibnu Katsir, pada surat Al-Furqôn ayat 30)

[7] Disadur dari perkataan Syaikh ‘Abdullâh Al-Fauzân dalam kitabnya Âhadîtsu ash-Shiyâm (hal 46-48)

[8] Sebagaimana tafsiran ini dibawakan oleh At-Tirmidzî setelah meriwayatkan hadits ini

[9] Atsar-atsar tersebut disampaikan oleh Ibnu Rojab dalam Wazhâ`if Ramadhân hal 73, kecuali atsar Abûd Darda’

[10] Hadits ini tersusun dari dua hadits. Yang pertama diriwayatkan oleh An-Nasâ`î di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah hal 173 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albânî dan Shahîhul Jâmi’ no 2059. Adapun hadits yang kedua diriwayatkan oleh At-Tirmidzî no 55 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albânî.

[11] Dari kumpulan khutbah jum’at Syaikh Abdur Rahmân As-Sudais. (Kaukabah Al-Khutob Al-Munîfah 1/ 235)

Bid'ah-Bid'ah Di Bulan Ramadhan

Oleh. Ust. Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi

Bulan Romadhon adalah bulan yang sangat mulia, hanya saja –sebagaimana ibadah-ibadah yang lain-, ia tercampur oleh beberapa ritual bid’ah[1] yang tidak ada dasarnya dalam agama. Berikut ini kami sampaikan beberapa bid’ah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan manusia. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita darinya. Diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut:

1. Melafadzkan Niat Puasa di Malam Hari

Tidak diragukan lagi bahwa niat merupakan syarat sahnya ibadah dengan kesepakatan ulama. Hanya saja perlu diketahui bahwa niat tempatnya adalah di dalam hati, barangsiapa yang terlintas dalam hatinya bahwa dia besok akan berpuasa maka sudah berarti bahwa dia telah berniat. Adapun melafadzkan niat puasa di malam hari baik dengan berjamaah maupun sendiri-sendiri dengan mengucapkan:

“Nawaitu Shouma ghodin ‘an adaai fardli syahri romadloona hadzihissanati lillahi ta’ala”

Yang artinya: “Aku berniat puasa besok untuk melaksanakan fardlu puasa Romadlon pada tahun ini karena Allah ta’ala”.

Bacaan ini sangat masyhur di masyarakat kita, bahkan acap kali diucapkan secara berjamaah di masjid setelah sholat Tarawih. Ritual ini tidak ada asalnya sama sekali dalam kitab-kitab hadits, bahkan termasuk kebid’ahan dalam agama yang sekalipun manusia menganggapnya sebagai kebaikan.

Jadi melafadzkan niat seperti itu tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan sebagainya. Bahkan kata Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi rahimahullah: “Tak seorangpun dari imam yang empat, baik Imam Syafi’i rahimahullah maupun lainnya yang mensyaratkan harus melafadzkan niat, karena niat itu di dalam hati dengan kesepakatan mereka”[2]. Maka jelaslah bahwa melafadzkan niat termasuk bid’ah dalam agama”[3].

2. Menetapkan Waktu Imsak

Menetapkan waktu imsak bagi orang yang makan sahur 5 atau 7 menit menjelang adzan shubuh dan mengumumkannya melalui pengeras suara ataupun radio adalah bid’ah dan menyelisihi sunnah, yaitu anjuran mengakhirkan sahur.

Syariat memberikan batasan seseorang untuk makan sahur sampai adzan kedua atau adzan Shubuh dan syariat menganjurkan untuk mengakhirkan sahur. Adapun imsak melarang manusia dari apa yang diperbolehkan syariat dan memalingkan manusia dari menghidupkan sunnah untuk mengakhirkan sahur.

Maka lihatlah wahai saudaraku keadaan kaum muslimin zaman sekarang, mereka membalik sunnah dan menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka dianjurkan untuk bersegera dalam berbuka tetapi malah mengakhirkannya, dianjurkan untuk mengakhirkan sahur tetapi malah menyegerakannya. Oleh karenanya, maka tertimpa petaka, kefakiran dan kerendahan di hadapan musuh-musuh mereka[4].

Kami memahami bahwa maksud dari para pencetus imsak adalah sebagai bentuk kehati-hatian agar jangan sampai masuk waktu shubuh dalam kondisi masih makan atau minum, Akan tetapi karena ini adalah perkara ibadah, maka untuk pengamalannya harus berdasarkan dalil yang shohih. Jika kita hidup di zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, apakah kita berani membuat membuat-buat waktu imsak, melarang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam makan sahur, jauh-jauh sebelum waktu shubuh tiba ??

3. Membangunkan Dengan Kentongan Atau Pengeras Suara

Biasanya disebagian kampung dan desa ada sekelompok anak muda atau juga orang tua menabuh kentongan sekitar 2-3 jam sebelum shubuh untuk membangunkan warganya agar segera sahur, seraya mengatakan: ‘Sahur!! Sahur!! Sahur !!’ Bahkan ada sebagian yang menggunakan mikrofon masjid untuk melakukan panggilan ini.

Tidak ragu lagi bahwa ini adalah suatu kebiasaan yang dianggap ibadah, padahal tidak ada ajarannya dalam agama. Sekiranya hal itu baik tentu akan diajarkan oleh agama. Terlebih lagi kebiasaan tersebut dapat mengganggu kenyamanan tidur warga sekitar di malam hari, padahal Allah azza wa jalla berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَااكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)

Syaikh Abdul Qodir al-Jazairi berkata: “Apa yang dilakukan oleh sebagian orang jahil pada zaman sekarang di negeri kita berupa membangunkan orang puasa dengan kentongan merupakan kebid’ahan dan kemungkaran yang seharusnya dilarang dan diingatkan oleh orang-orang yang berilmu”[5].

4. Memperingati Nuzulul Quran

Kebiasaan lain yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin pada tanggal 17 Romadhon ialah mengadakan peringatan yang disebut dengan perayaan Nuzulul Quran sebagai bentuk pengagungan kepada kitab suci al-Quran. Namun ritual ini perlu disoroti dari dua segi:

Pertama: Dari segi sejarah, adakah bukti autentik baik berupa dalil ataupun fakta sejarah yang menyebutkan bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal tersebut ? Inilah pertanyaan yang kami lontarkan kepada saudara-saudaraku semua.[6]

Kedua: Anggaplah memang terbukti bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal tersebut[7], maka untuk menjadikannya sebagai perayaan yang syar’i diperlukan dalil dan contoh dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Bukankah orang yang paling gembira dengan turunnya al-Quran adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam? Namun sekalipun demikian, tidak pernah dinukil dari mereka tentang adanya peringatan semacam ini. Dari sini menunjukkan bahwa peringatan tersebut bukan termasuk ajaran Islam, tetapi merupakan kebid’ahan dalam agama.

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa perayaan tahunan dalam Islam hanya ada dua macam: ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha.

Sebagaimana hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:

“Dari Anas bin Malik berkata: Tatkala Nabi datang ke kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenang-senang sebagaimana di waktu jahiliyah, lalu beliau bersabda: ‘Saya datang kepada kalian dan kalian memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang sebagaimana waktu jahiliah. Dan sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik: ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri’”[8]

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak menginginkan umatnya membuat-buat perayaan baru yang tidak disyariatkan dalam Islam. Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullah: “Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan ole Ahli Kitab sebelum kita, tetapi berdasarkan syariat dan dalil”[9]. Beliau juga berkata: “Tidak disyariatkan bagi kaum muslimin untuk membuat perayaan kecuali perayaan yang diizinkan syariat, yaitu ‘Idul Fithri, ‘Idul Adha, hari-hari Tasyrik, ini perayaan tahunan, dan hari Jum’at ini perayaan pekanan. Selain itu, menjadikannya sebagai perayaan adalah bid’ah dan tidak ada asalnya dalam syari’at.”[10]

5. Komando Diantara Raka’at Sholat Tarawih

Berdzikir dan mendo’akan para Khulafaur Rosyidin diantara dua salam sholat Tarawih dengan cara berjamaah dipimpin oleh satu orang dengan mengucapkan

“Assholatu sunnatat tarawihi rahimakumullah...”

Tidak pernah dinukil dari al-Quran dan dalam Sunnah tentang dzikir ini. Kalau tidak pernah kenapa kita tidak mencukupkan diri dengan apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Oleh karenanya maka hendaknya bagi setiap muslim untuk menjauhi hal ini, karena hal ini termasuk kebid’ahan dalam agama yang hanya dianggap baik oleh logika.

Jangan ada yang mengatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja karena berisi sholawat dan do’a kepada sahabat yang merupakan amalan baik dengan kesepakatan ulama, itu memang benar tetapi masalahnya manusia menganggapnya sebagai syiar shalat tarawih, padahal itu merupakan tipu daya iblis kepada mereka.

Bagaimana mereka menganggap baik sesuatu yang tidak ada ajarannya dalam agama, padahal hal itu diingkari secara keras oleh Imam Syafi’i rahimahullah tatkala berkata:

“Barangsiapa yang istihsan maka ia telah membuat syariat”[11].

Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Maksud istihsan adalah ia menetapkan suatu syariat yang tidak syar’i dari pribadinya sendiri”[12]. Jadi ritual ini termasuk kebid’ahan yang harus diwaspadai dan ditinggalkan.

6. Tadarrus Al-Qur’an Berjamaah Dengan Pengeras Suara

Pada dasarnya kita dianjurkan untuk banyak membaca al-Qur’an di bulan ini. Namun ritual Tadarrus al-Qur’an berjamaah yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin di masjid dengan mengeraskan suara adalah suatu hal yang perlu diluruskan.

Membaca al-Qur’an termasuk ibadah mulia yang diharapkan dengannya dapat dipahami dan diamalkan kandungannya serta dilakukan sesuai tuntunan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yaitu dengan suara pelan dan merendahkan diri karena itu lebih menjauhkan seseorang dari riya’ dan mendekatkan seseorang kepada Robbnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’rof:55)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah menegur sebagian sahabat yang berdo’a atau berdzikir dengan suara keras dengan perkataan beliau:

“Wahai manusia, kasihanilah dirimu ! sesungguhnya kalian tidaklah berdo’a kepada Dzat yang tuli dan tidak ada, sesungguhnya Ia bersama kalian dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat Maha Suci Nama-Nya dan Maha Tinggi Kemuliaan-Nya” (HR. Bukhori dan Muslim)

Terlebih lagi apabila ibadah mulia ini dilakukan dengan cara campur baurnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Wallahul muwaffiq.

7. Mengkhususkan Ziarah Kubur

Pada Bulan Romadhon dan hari raya sering kita dapati manusia ramai ke kuburan dengan keyakinan bahwa waktu itu adalah waktu yang sangat istimewa dalam ziarah kubur. Namun, adakah dalam Islam ketentuan waktu khusus untuk ziarah kubur ?

Islam tidak mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk melakukan ziarah kubur. Para ahli fiqih dari kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah telah menegaskan anjuran memperbanyak zaiarah kubur kapanpun waktunya[13]. Ulama-ulama dari kalangan Malikiyah mengatakan: “Ziarah kubur tidak ada batasan dan waktu khusus”[14]. Hal ini juga dikuatkan dengan keumuman dalil-dalil tentang perintah ziarah kubur dan tidak ada keterangan bahwa ziarah kubur terbatasi dengan waktu tertentu, karena diantara hikmah ziarah kubur adalah untuk mengambil pelajaran, mengingat akhirat, melembutkan hati, dan hal itu dianjurkan untuk dilaksanakan setiap waktu tanpa terbatasi oleh waktu khusus.

Jadi pada prinsipnya kita tidak boleh mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk ziarah kubur, kapanpun hal itu dilakukan hukumnya adalah boleh.

Demikianlah beberapa bid’ah yang masyhur dan dilakukan oleh sebagian kaum muslimin yang dapat kami sampaikan. Kita memohon kepada Allah azza wa jalla agar menyelamatkan kita semua darinya dan memberikan hidayah kepada kaum muslimin yang masih melakukannya. Amiin.

_____________________________________________________
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi Khusus Th. Ke -9 Romadhon-Syawal 1430 H (September dan Oktober 2009) hal. 35-38 dengan penambahan dan pengurangan beberapa footnote

Footnote

[11] Ucapan ini populer dari Imam Syafi’i sebagaimana dinukil oleh para imam madzhab. Syafi’i seperti Ghozali dalam al-Mankhul hlm. 374 dan al-Mahalli dalam Jam’ul Jawami’: 2/395 dan lain sebagainya. (Lihat Ilmu Ushul Bida’ hlm. 121 oleh syaikh Ali Hasan)

[12] Irsyadul Fuhul hlm. 240

[13] Ahkam al-Maqobir hal. 302

[14] Mukhtasor al-Khalil Ala Mawahib al-Jalil: 2/237

Balasan Kejujuran dan Amanah

Setiap muslim diperintahkan untuk berlaku amanah dan memiliki akhlak yang baik serta sifat yang terpuji. Barang-siapa yang melakukan sifat-sifat tersebut, niscaya ia diberi balasan yang baik, di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa yang meninggalkan khianat dan menipu karena Allah dengan segenap kejujuran dan keikhlasan, niscaya Allah mengganti hal tersebut dengan kebaikan yang banyak Abu Hurairah radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ada seorang laki-laki yang membeli tanah perkebunan dari orang lain. Tiba-tiba orang yang membeli tanah perkebunan tersebut menemukan sebuah guci yang di dalamnya terdapat emas. Maka ia berkata kepada penjualnya, 'Ambillah emasmu dariku, sebab aku hanya membeli tanah perkebunan, tidak membeli emas!' Orang yang memiliki tanah itu pun menjawab, 'Aku menjual tanah itu berikut apa yang ada di dalamnya'. Lalu keduanya meminta keputusan hukum kepada orang lain. Orang itu berkata,'Apakah kalian berdua memiliki anak?' Salah seorang dari mereka berkata, 'Aku memiliki seorang anak laki-laki'. Yang lain berkata, 'Aku memiliki seorang puteri'. Orang itu lalu berkata, 'Nikahkanlah anak laki-laki(mu) dengan puteri(nya) dan nafkahkanlah kepada keduanya dari emas itu dan bersedekahlah kalian dari padanya!'." (HR. Al-Bukhari dalam Akhbar Bani Israil, dan Muslim).

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwasanya beliau menyebutkan seorang laki-laki dari Bani Israil yang meminta orang Bani Israil lainnya agar memberinya hutang sebesar 1000 dinar. Lalu orang yang menghutanginya berkata, 'Datangkanlah beberapa saksi agar mereka menyaksikan (hutangmu ini)'. Ia menjawab, 'Cukuplah Allah sebagai saksi bagiku!' Orang itu berkata, 'Datangkanlah seseorang yang menjamin(mu)!' Ia menjawab, 'Cukuplah Allah yang menjaminku!' Orang yang akan menghutanginya pun lalu berkata, 'Engkau benar!' Maka uang itu diberikan kepadanya (untuk dibayar) pada waktu yang telah ditentukan. (Setelah lama) orang yang berhutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluannya. Lalu ia mencari kapal yang bisa mengantarnya karena hutangnya telah jatuh tempo, tetapi ia tidak mendapatkan kapal tersebut. Maka ia pun mengambil kayu yang kemudian ia lubangi, dan dimasukkannya uang 1000 dinar di dalamnya berikut surat kepada pemiliknya. Lalu ia meratakan dan memperbaiki letaknya. Selanjutnya ia menuju ke laut seraya berkata, 'Ya Allah, sungguh Engkau telah mengetahui bahwa aku meminjam uang kepada si fulan sebanyak 1000 dinar. Ia memintaku seorang penjamin, maka aku katakan cukuplah Allah sebagai penjamin, dan ia pun rela dengannya. Ia juga meminta kepadaku saksi, maka aku katakan, cukuplah Allah sebagai saksi, dan ia pun rela dengannya. Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan kapal untuk mengirimkan kepadanya uang yang telah diberikannya kepadaku, tetapi aku tidak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku titipkan ia kepadaMu'. Lalu ia melemparnya ke laut sehingga terapung-apung, lalu ia pulang.

Adapun orang yang memberi hutang itu, maka ia mencari kapal yang datang ke negerinya. Maka ia pun keluar rumah untuk melihat-lihat barangkali ada kapal yang membawa titipan uangnya. Tetapi tiba-tiba ia menemukan kayu yang di dalamnya terdapat uang. Ia lalu mengambilnya sebagai kayu bakar untuk isterinya. Namun, ketika ia membelah kayu tersebut, ia mendapatkan uang berikut sepucuk surat. Setelah itu, datanglah orang yang berhutang kepadanya. Ia membawa uang 1000 dinar seraya berkata, 'Demi Allah, aku terus berusaha untuk mendapatkan kapal agar bisa sampai kepadamu dengan uangmu, tetapi aku sama sekali tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang!'. Orang yang menghutanginya berkata, 'Bukankah engkau telah mengirimkan uang itu dengan sesuatu?' Ia menjawab, 'Bukankah aku telah beritahukan kepadamu bahwa aku tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang?' Orang yang menghutanginya mengabarkan, 'Sesungguhnya Allah telah menunaikan apa yang engkau kirimkan kepadaku melalui kayu. Karena itu bawalah uang 1000 dinarmu kembali dengan beruntung!' (HR. Al-Bukhari, 4/469, Kitabul Kafalah , dan Ahmad)

Mencari Keberkahan Rezeki


Setiap kita pasti berharap, agar bisa mendapatkan rezeki yang halal, dan berkah. Yaitu mendapat barakah dari Allah, sehingga bisa mencukupi kebutuhan, dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Di zaman moderen ini, berbagai cara untuk mendapatkan rezeki, semakin kompleks. Dari kesemuanya itu, ada yang hukumnya halal, haram, maupun subhat.


Cara mencari rezeki yang halal, tentunya dengan jalan yang tidak melanggar syariat-syariat Allah, misalnya bertani, berdagang barang-barang yang halal dan mubah, atau bekerja halal sesuai dengan ketrampilan yang kita miliki.
Adapun rezeki yang haram, misalnya yang diperoleh dari riba, judi, penipuan, jual beli barang haram, serta dari berbagai sektor maksiat (misalnya dunia musik, keartisan, pamer aurat, hingga menjual kehormatan), tindak kriminal, juga dari jalan syirik atau perdukunan. Sedangkan rezeki yang subhat, adalah yang cara memperolehnya diragukan kehalalannya, atau masih samar-samar antara halal dan haram.


Misalnya, rezeki dari orang yang bekerja di suatu perusahaan atau media, yang visi dan missinya tidak senantiasa sejalan dengan Islam, bahkan sering berlawanan. Atau rezeki yang diperoleh dengan cara mengikuti bisnis MLM yang terkadang dianggap merugikan bagi sebagian pihak tertentu, atau yang diperoleh dari berbagai cara yang ternyata bila diteliti lebih jauh, diragukan kehalalannya. Dengan menjadi pialang saham, misalnya, yang oleh sebagian ulama dikatakan identik dengan judi.

Untuk meraih keberkahan rezeki, tentunya sebisa mungkin kita harus menghindari hal-hal yang subhat, apalagi haram. Karena itu, dalam berusaha "menjemput rezeki", kita harus memperhatikan hal-hal berikut:

PASTIKAN KEHALALANNYA
Kehalalan, harus menjadi prioritas kita dalam mencari rezeki. Jangan sampai makanan yang masuk dalam tubuh kita sekeluarga, berasal dari rezeki yang haram. Dalam sebuah hadits ditegaskan bahwa setiap daging yang diberi makan dari yang haram, tempatnya adalah di neraka. Na'udzubillah....

Jadi sebisa mungkin, berbagai sektor kerja yag berbau haram atau subhat harus kita hindari. Jangan tergiur untuk mendapatkan uang atau keuntungan dengan mudah, bila harus menggunakan cara yang haram. Insyaallah, rezeki yang sedikit tetapi diperoleh dengan cara halal, akan lebih berkah dan bermanfaat daripada hasil yang banyak, namun diperoleh dengan cara haram.

TIDAK MENZHALIMI/MERUGIKAN ORANG LAIN
Keberkahan akan sulit kita peroleh, bila cara kita dalam mencari rezeki, dengan menzhalimi atau merugikan orang lain. Berbagai praktik riba, penipuan, dan mengambil barang orang lain tanpa hak, itu adalah cara-cara yang menzhalimi oang lain. Allah melarang keras pada umat-Nya, agar tidak menempuh cara ini.

Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zhalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah." (an-Nisa': 29-30)

Selain itu kita juga harus ingat, bahwa doa orang yang terzhalimi akan dikabulkan oleh Allah. Jadi, bila orang yang kita zhalimi itu mendoakan keburukan bagi kita, maka kemungkinan besar keburukan itu akan menimpa kita.

IRINGI DENGAN TAKWA DAN TAWAKAL
Halangan dan rintangan, adakalanya akan menyertai langkah kita dalam mencari rezeki. Kita harus bisa bersabar menghadapi semua itu. Pun harus tetap menjaga ketakwaan dan ketawakkalan kita. Karena Allah berfirman,
"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya; dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu." (ath-Thalaq: 2-3)

Demikian pula jika ternyata Allah memberi kita kelapangan, dan mempermudah jalan rezeki kita, maka kita tak boleh lupa untuk senantiasa mensyukurinya. Jangan sampai kemudahan itu melalaikan kita dari-Nya.

JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH
Sesungguhnya rezeki kita semua sudah ditentukan oleh Allah. Jangankan kita manusia, rezeki seluruh binatang melata di muka bumi ini pun sudah dijamin oleh Allah. Karena itu, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah, yang Maha Luas karunia-Nya. Allah berfirman,
"Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah..." (az-Zumar: 53)

Yakinlah bahwa bersama kesulitan itu ada kemudahan, sebagaimana firman-Nya,
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain); dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap." (al-Insyirah 5-8)

TIPS BAGI PEKERJA DAN PEBISNIS
Berikut ini beberapa tips praktis untuk meraih keberkahan, bagi Anda yang berprofesi sebagai pekerja/karyawan, dan juga pebisnis/pedagang.

* Untuk Anda yang pekerja/ karyawan, tentu telah mendapatkan gaji sesuai ketentuan yang berlaku, di tempat Anda bekerja. Karena itu, bertakwalah kepada Allah. Jangan sampai Anda tergoda untuk berbuat tidak jujur, misalnya melakukan korupsi, suap-menyuap, manipulasi data, dan sebagainya. Berusahalah untuk bekerja sebaik-baiknya, dan sejujur-jujurnya.

* Untuk Anda yang pebisnis/pedagang, Anda harus selalu mengutamakan servis terhadap konsumen. Lakukan 5 hal berikut, yang insyaallah bisa mendatangkan berkah.

1. Berusahalah untuk selalu bersikap ramah dalam melayani konsumen, juga kepada siapa saja. Jadilah orang yang murah senyum, karena senyum adalah sedekah. Insyaallah jika hal ini Anda lakukan, banyak orang yang akan merasa senang terhadap diri dan pribadi Anda. Hal ini tentu akan berdampak positif pada kelancaran usaha Anda.

2. Permudahlah setiap transaksi atau urusan dengan orang lain, dan jangan suka mempersulit. Dengan begitu, insyaallah, Allah pun akan mempermudah urusan Anda.

3. Rajin-rajinlah bersilaturrahmi kepada sanak kerabat, atau mengunjungi teman-teman dan tetangga. Karena berdasarkan hadits Rasulullah n, silaturrahmi bisa menambah rezeki, dan memperpanjang usia....

4. Rajin-rajinlah bersedekah, karena dalam harta kita ada hak orang miskin. Sedekah kita, insyaallah akan "membersihkan" harta kita. Sedekah juga aka mendatangkan keberkahan, karena Allah l akan melipatgandakan harta yang kita sedekahkan dengan ikhlas.

5. Bersyukurlah atas apa yang telah kita peroleh. Sungguh, bila kita pandai bersyukur, maka insyaallah Allah akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita. Sebaliknya bila kita ingkar dan lupa bersyukur, maka adzab Allah sudah menanti....

Selain melakukan 5 hal di atas, bila Anda memiliki pesaing, maka bersainglah dengan sehat, dan jangan saling menjatuhkan dengan cara-cara batil, yang membuat pihak lain merasa terzhalimi.
Semoga kita semua bisa mendapatkan rezeki yang penuh berkah, amiin. (*)

Terakhir Diperbaharui ( Wednesday, 01 Rajab 1430 16:08 )

diambil dari :http://majalah-nikah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=113:mencari-kerberkahan-rezeki&catid=40:edisijuli

Do'a Berbuka Puasa Sesuai Sunnah Nabi

Ketika berbuka puasa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan kita untuk berdoa dengan lafadz:


ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ


( Dzahabazh zhaama'u wabtallatil ’uruqu wa tsabatal ajru insya Allah )

Artinya: “Semoga hilang rasa dahaga, dan basah kembali urat-urat dan Insya Allah mendapat pahala (disisi-Nya).” (HR Abu Daud No 2357 dengan sanad Hasan)


Inilah lafadz yang shahih dari Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasalam tentang doa ketika berbuka puasa. Adapun lafadz doa buka puasa yang bunyinya:


اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ


“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. “


Lafadz doa ini terdapat dalam sunan Abu Daud No 2358. Namun sanadnya lemah, karena disamping hadits ini mursal juga didalamnya terdapat perawi yang majhul (tidak dikenal) yaitu perawi yang bernama Muadz bin Zahrah. (Lihat Irwa’ul Ghalil, Syeikh Albani, 4/38 dan Dhaif Sunan Abi Daud No 510)


Demikian pula lafadz doa berbuka puasa yang bunyinya:


اللَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْناَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ


“Ya Allah, untuk-Mu kami berpuasa dan dengan rizki-Mu kami berbuka. Ya Allah, terimalah (amal-amal) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”


Lafadz doa ini terdapat dalam sunan Daru Quthni 240, Ibnu Sunni dalam kitab Amalul Yaumi Wal Lailah no 474 dan Thabrani. Namun sanad hadits ini dhaif jiddan (lemah sekali) karena di dalamnya terdapat perawi yang bernama Abdul Malik bin Harun. Oleh As-Sa’di ia dijuluki dajjal (pendusta) dan haditsnya tidak dipakai. (Lihat Irwa’ul Ghalil, Syeikh Albani, 4/36)


Oleh karenanya, doa berbuka puasa yang dituntunkan untuk kita baca adalah doa yang pertama yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Sedangkan riwayat kedua dan ketiga karena haditsnya lemah maka tidak perlu kita amalkan.


Dan doa berbuka puasa ini sifatnya umum, dapat dibaca ketika melakukan berbuka puasa yang wajib seperti puasa Ramadhan dan puasa nadzar ataupun ketika berbuka dari puasa sunnah seperti puasa senin kamis, puasa Daud dan lain-lain, mengingat keumuman hadits tersebut dan tidak adanya dalil yang mengecualikan dalam hal ini, juga karena tidak adanya riwayat yang menjelaskan adanya doa berbuka puasa yang khusus untuk puasa sunnah.

Wallahu a'lam

Wallahu'alam.

Adab Berpuasa


Penulis: Al-Ustadz Abu Abdirrahman Al-Bugisi
.: :.
A. Makan Sahur
Orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk makan sahur. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Amru bin Al-‘Ash radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُوْرِ

“Perbedaan antara puasa kami dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Dari Salman radiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

الْبَرَكَةُ فِيْ ثَلاَثَةٍ: الْجَمَاعَةِ وَالثَّرِيْدِ وَالسَّحُوْرِ

“Berkah ada pada 3 hal: berjamaah, tsarid (roti remas yang direndam dalam kuah), dan makan sahur.” (HR. Ath-Thabrani, 6/251, dengan sanad yang hasan dengan penguatnya, lihat Shifat Shaum An-Nabi oleh Ali Al-Halabi, hal. 44)

Disukai untuk mengakhirkan makan sahur berdasarkan hadits Anas dari Zaid bin Tsabit radiyallahu 'anhu, ia berkata:
Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian beliau bangkit menuju shalat. Aku (Anas) bertanya: “Berapa jarak antara adzan [1] dan sahur?” Beliau menjawab: “Kadarnya (seperti orang membaca) 50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)

Namun apa yang diistilahkan oleh kebanyakan kaum muslimin dengan istilah imsak, yaitu menahan (tidak makan) beberapa saat sebelum adzan Shubuh adalah perbuatan bid’ah karena dalam ajaran nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak ada imsak (menahan diri) kecuali bila adzan fajar dikumandangkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَذَّنَ بِلاَلٌ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍِ

“Apabila Bilal mengumandangkan adzan (pertama), maka (tetap) makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Bahkan bagi orang yang ketika adzan dikumandangkan masih memegang gelas dan semisalnya untuk minum, diberikan rukhshah (keringanan) khusus baginya sehingga dia boleh meminumnya.
Abu Hurairah radiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَ سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءُ وَاْلإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah dalam Al-Jami’ Ash-Shahih, 2/418-419)

Hukum makan sahur adalah sunnah muakkadah. Berkata Ibnul Mundzir: “Umat ini telah bersepakat bahwa makan sahur hukumnya sunnah dan tidak ada dosa bagi yang tidak melakukannya berdasarkan hadits Anas bin Malik radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةً

“Makan sahurlah, karena sesungguhnya pada makan sahur itu ada barakahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dianjurkan makan sahur dengan buah kurma jika ada, dan boleh dengan yang lain berdasarkan hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

نِعْمَ السَّحُوْرِ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ

“Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah buah kurma.” (HR. Abu Dawud, 2/2345, dan Ibnu Hibban, 8/3475, Al-Baihaqi, 4/236, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah)

Jika seseorang ragu apakah fajar telah terbit atau belum, maka boleh dia makan dan minum sampai dia yakin bahwa fajar telah terbit.
Firman Allah Ta'ala :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Makan dan minumlah kalian hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar ….” (Al-Baqarah: 187)
Berkata As-Sa’di rahimahullah: “Padanya terdapat (dalil) bahwa jika (seseorang) makan dan semisalnya dalam keadaan ragu akan terbitnya fajar maka (yang demikian) tidak mengapa.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 87)

B. Berbuka Puasa
Orang yang berpuasa dianjurkan untuk mempercepat berbuka jika memang telah masuk waktu berbuka. Tidak boleh menundanya meski ia merasa masih kuat untuk berpuasa. ‘Amr bin Maimun Al-Audi meriwayatkan:

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْجَلَ النَّاسِ إِفْطًارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُوْرًا

“Para shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling cepat berbukanya dan paling lambat sahurnya.” (HR. Al-Baihaqi, 4/238, dan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menshahihkan sanadnya)
Berkata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah:
“Cepat-cepat berbuka puasa (dianjurkan) bila telah terbenam matahari, bukan karena adzan. Namun di waktu sekarang (banyak) manusia menyesuaikan adzan dengan jam-jam mereka. Maka bila matahari telah terbenam boleh bagi kalian berbuka walaupun muadzdzin belum mengumandangkan adzan.” (Asy-Syarh Al-Mumti’)

Buka puasa dilakukan dalam keadaan ia mengetahui dengan yakin bahwa matahari telah terbenam. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat di lautan dan semisalnya. Adapun hanya sekedar menduga dengan kegelapan dan semisalnya, maka bukan dalil atas terbenamnya matahari. Wallahu a’lam.
Mempercepat buka puasa adalah mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sahl bin Sa’ad radiyallahu 'anhu meriwayatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَزَالُ أُمَّتِيْ عَلَى سُنَّتِيْ مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُوْمَ

“Senantiasa umatku berada di atas Sunnahku selama mereka tidak menunggu (munculnya) bintang ketika hendak berbuka.” (HR. Al-Hakim, 1/599, Ibnu Hibban, 8/3510, dengan sanad yang shahih. Lihat Shifat Shaum An-Nabi hal. 63)

Mempercepat berbuka puasa akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya. Seperti yang diriwayatkan Sahl bin Sa’ad radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِّطْرَ

“Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasa.” (HR. Al-Bukhari, 2/1856, dan Muslim, 2/1098)
Mempercepat berbuka puasa adalah perbuatan menyelisihi Yahudi dan Nashara. Abu Hurairah radiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَزَالُ هَذَا الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لأَنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَ

“Senantiasa agama ini nampak jelas selama manusia mempercepat buka puasa karena Yahudi dan Nashara mengakhirkannya.” (HR. Abu Dawud, 2/2353, Ibnu Majah, 1/1698, An-Nasai dalam Al-Kubra, 2/253, dan Ibnu Hibban, 8/3503, dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Selain itu, mempercepat buka puasa termasuk akhlak kenabian. Sebagaimana dikatakan ‘Aisyah radiyallahu 'anha :

ثَلاَثٌ مِنْ أَخْلاَقِ النُّبُوَّةِ: تَعْجِيْلُ اْلإِفْطَارِ وَالتَّأْخِيْرُ السُّحُوْرِ وَوَضْعُ الْيَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ فِي الصَّلاَةِ

“Tiga hal dari akhlak kenabian: mempercepat berbuka, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat.” (HR. Ad-Daruquthni, 1/284, dan Al-Baihaqi, 2/29



Orang harus berbuka puasa lebih dahulu sebelum shalat Maghrib, berdasarkan hadits Anas radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbuka puasa sebelum shalat (Maghrib) dan makanan yang paling dianjurkan untuk berbuka puasa adalah kurma. Anas bin Malik radiyallahu 'anhu berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٍ فَتُمَيْرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٍ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

“Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat (Maghrib), bila tidak ada ruthab maka dengan tamr (kurma yang matang), bila tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. Abu Dawud, 2/2356, dan At-Tirmidzi, 3/696, Ad-Daruquthni, 2/185, dengan sanad yang shahih, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah)
Jangan lupa, berdoa sebelum berbuka puasa dengan doa:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى

“Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat dan telah tetap pahala insya Allah k.” (HR. Abu Dawud, 2/306 no. 2357, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra, 2/255, Ad-Daruquthni, 2/185, Al-Baihaqi, 4/239, dari hadits Ibnu ‘Umar radiyallahu 'anhuma dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah)
Orang yang menjalankan ibadah puasa diharuskan menjauhkan perkataan dusta sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu , bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, maka tidak ada keinginan Allah pada puasanya” (HR. Bukhari no. 1804)

1 Yang dimaksud adalah iqomah, karena terkadang iqomah disebut adzan, wallahu a’lam. Yang dimaksud dengan sahur adalah akhir waktu sahur yaitu ketika masuk waktu shubuh, sebagaimana akan lebih jelas pada artikel 'Sahur dan Berbuka', -red.


Pembatal Puasa

a. Makan dan minum dengan sengaja
Allah k berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Makan dan minumlah hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam dari fajar kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam.” (Al-Baqarah: 187)
Namun jika seseorang lupa maka puasanya tidak batal, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ

“Jika ia lupa lalu makan dan minum maka hendaklah dia sempurnakan puasanya karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari no. 1831 dan Muslim no. 1155)

b. Keluar darah haidh dan nifas
Hal ini sebagaimana dikatakan ‘Aisyah radiyallahu 'anha :
“Adalah kami mengalami (haidh), maka kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama telah sepakat dalam perkara ini.

c. Melakukan hubungan suami istri di siang hari Ramadhan
Hal ini berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah, dan kesepakatan para ulama. Bagi yang melakukannya diharuskan membayar kaffarah yaitu membebaskan budak, bila tidak mampu maka berpuasa dua bulan secara terus-menerus, dan bila tidak mampu juga maka memberi makan 60 orang miskin. Tidak ada qadha baginya menurut pendapat yang kuat. Hukum ini berlaku secara umum baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Adapun bila seseorang melakukan hubungan suami istri karena lupa bahwa dia sedang berpuasa, maka pendapat yang kuat dari para ulama adalah puasanya tidak batal, tidak ada qadha dan tidak pula kaffarah. Hal ini sebagaimana hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلاَ كَفَّارَةَ

“Barangsiapa yang berbuka sehari di bulan Ramadhan karena lupa, maka tidak ada qadha atasnya dan tidak ada kaffarah (baginya).” (HR. Al-Baihaqi, 4/229, Ibnu Khuzaimah, 3/1990, Ad-Daruquthni, 2/178, Ibnu Hibban, 8/3521, dan Al-Hakim, 1/595, dengan sanad yang shahih)
Kata ifthar mencakup makan, minum dan bersetubuh. Inilah pendapat jumhur ulama dan dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaukani rahimahumallah.

d. Berbekam
Ini termasuk perkara yang membatalkan puasa menurut pendapat yang rajih, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُوْمُ

“Telah berbuka (batal puasa) orang yang berbekam dan yang dibekam.” (HR. At-Tirmidzi, 3/774, Abu Dawud, 2/2367;2370;2371, An-Nasai, 2/228, Ibnu Majah no. 1679,dan lainnya)

Hadits ini shahih dan diriwayatkan dari kurang lebih 18 orang shahabat dan dishahihkan oleh para ulama seperti Al-Imam Ahmad, Al-Bukhari, Ibnul Madini dan yang lainnya. Ini merupakan pendapat Al-Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah serta dikuatkan oleh Ibnul Mundzir.
Ada beberapa perkara lain yang juga disebutkan sebagian para ulama bahwa hal tersebut termasuk pembatal puasa, di antaranya:
a. Muntah dengan sengaja
Namun yang rajih dari pendapat ulama bahwa muntah tidaklah membatalkan puasa secara mutlak sengaja atau tidak sengaja. Sebab asal puasa seorang muslim adalah sah, tidaklah sesuatu itu membatalkan kecuali dengan dalil. Adapun hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

“Barangsiapa yang dikalahkan oleh muntahnya maka tidak ada sesuatu atasnya dan barangsiapa yang sengaja muntah maka hendaklah dia meng-qadha (menggantinya).” (HR. Ahmad, 2/498, At-Tirmidzi, 3/720, Abu Dawud, no. 2376 dan 2380, Ibnu Majah no. 1676)

Hadits ini dilemahkan oleh para ulama, di antaranya Al-Bukhari dan Ahmad. Juga dilemahkan oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah.
Namun jika muntah tersebut keluar lalu dia sengaja memasukkannya kembali maka hal ini membatalkan puasanya.


b. Menggunakan cairan pengganti makanan seperti infus
Terjadi perselisihan di kalangan para ulama, dan yang rajih bahwa suntikan terbagi menjadi dua bagian:
1). Suntikan yang kedudukannya sebagai pengganti makanan maka hal ini membatalkan puasanya, sebab nash-nash syari’at bila didapatkan pada sesuatu yang termasuk dalam penggambaran yang sama maka dihukumi sama seperti yang terdapat dalam nash.
2).Suntikan yang tidak berkedudukan sebagai pengganti makanan, maka hal ini tidaklah membatalkan puasa sebab gambarannya tidak seperti yang terdapat dalam nash baik lafadz maupun makna, tidak dikatakan makan dan tidak pula minum dan tidak pula termasuk dalam makna keduanya. Dan asalnya adalah sahnya puasa seorang muslim sampai meyakinkan pembatalnya berdasarkan dalil yang syar’i. (lihat fatwa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Fatawa Islamiyyah: 2/130, fatwa Asy-Syaikh Bin Baaz t dalam Fatawa Ramadhan: 2/485, dan Fatwa Lajnah Da’imah: 2/486, dan fatwa Syaikhul Islam rahimahullah dalam Haqiqotus Shiyam: 54-60).
Namun Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah menasehatkan bagi orang yang sakit untuk berbuka dan tidak berpuasa agar tidak terjatuh ke dalam sesuatu yang menimbulkan syubhat. (Min Fatawa Ash-Shiyaam: 6)

c. Onani
Pendapat yang rajih dari pendapat para ulama bahwa onani tidaklah membatalkan puasa, namun termasuk perbuatan dosa yang diharamkan melakukannya baik ketika berpuasa maupun tidak. Allah k berfirman menyebutkan di antara ciri-ciri orang mukmin:

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ. إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ

“Dan (mereka adalah) orang yang memelihara kemaluannya, kecuali kepada istri-istrinya atau budak wanita yang mereka miliki. Maka sesungguhnya (hal itu) tidak tercela. Maka barangsiapa yang mencari selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun: 5-7)


Hal-Hal yang Diperbolehkan Bagi Orang yang Berpuasa

a. Bersiwak
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَوْ لاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ

“Jika aku tidak memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan mereka bersiwak setiap hendak shalat.” (Muttafaq ‘alaih)

b. Masuknya waktu fajar dalam keadaan junub
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah dan Ummu Salamah radiyallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendapati waktu fajar dalam keadaan junub setelah (bersetubuh dengan) istrinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa. (Muttafaq ‘alaihi)

c. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung asal tidak berlebihan
Laqith bin Shabirah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

وَبَالِغْ فِي اْلإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا

“Dan bersungguh-sungguhlah kalian dalam ber-istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) kecuali bila kalian berpuasa.” (HR. Abu Dawud, 1/132, dan At-Tirmidzi, 3/788, An-Nasai, 1/66, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah )

d. Menggauli istri selain bersetubuh
Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Aisyah radiyallahu 'anha :
“Adalah Rasulullah nmencium (istrinya) dan beliau berpuasa, menggaulinya (bukan jima’) dan beliau berpuasa.” (Muttafaqun ‘alaihi)

e. Mencicipi makanan dan menciumnya asal tidak memasukkan ke dalam kerongkongannya
Berkata Ibnu ‘Abbas radiyallahu 'anhu :
“Tidak mengapa seseorang mencicipi cuka atau sesuatu (yang lain) selama tidak masuk kerongkongannya dalam keadaan dia berpuasa.” (Diriwayatkan Al-Bukhari secara mu’allaq dan disambung sanadnya oleh Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi)

f. Mandi di siang hari
Sebagaimana yang terdapat pada kisah junub Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang telah lalu.

Perbuatan yang Dianjurkan di bulan Ramadhan

a. Memperbanyak shadaqah
b. Memperbanyak bacaan Al Qur’an, dzikir, doa, dan shalat
Ibnu ‘Abbas c meriwayatkan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فِيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya lalu membacakan padanya Al Qur`an.” (HR. Al-Bukhari)

c. Memberikan makan kepada orang yang berbuka puasa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barangsiapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya seperti pahala (yang berpuasa) dalam keadaan tidak berkurang sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. Ahmad, 4/114, At-Tirmidzi, 3/807, Ibnu Majah, 1/1746, Ad-Darimi no. 1702, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi).

Wallahul muwaffiq

(Dikutip dari tulisan Al-Ustadz Abu Abdirrahman Al-Bugisi, judul asli Adab-Adab Berpuasa. Url sumber http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=296)












Hal yang boleh dikerjakan oleh orang yg shaum


Penulis: Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly
.: :.
Seorang hamba yang taat serta paham Al-Qur'an dan Sunnah tidak akan ragu bahwa Allah menginginkan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya dan tidak menginginkan kesulitan. Allah dan Rasul-Nya telah membolehkan beberapa hal bagi orang yang puasa, dan tidak menganggapnya suatu kesalahan jika mengamalkannya. Inilah perbuatan-pebuatan tersebut beserta dalil-dalilnya.

1. Memasuki waktu subuh dalam keadaan junub
Diantara perbuatan Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah masuk fajar dalam keadaan junub karena jima' dengan isterinya, beliau mandi setelah fajar kemudian shalat.

Dari Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu 'anhuma (yang artinya) : “ Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena jima' dengan isterinya, kemudian ia mandi dan berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 4/123, Muslim 1109]

2. Bersiwak
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali wudlu" [Hadits Riwayat Bukhari 2/311, Muslim 252 semisalnya].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengkhususkan bersiwak untuk orang yang puasa ataupun yang lainnya, hal ini sebagai dalil bahwa bersiwak itu diperuntukkan bagi orang yang puasa dan selainnya ketika wudlu dan shalat. [Inilah pendapat Bukhari Rahimahullah, demikian pula Ibnu Khuzaimah dan selain keduanya. Lihat Fathul Bari 4/158, Shahih Ibnu Khuzaimah 3/247, Syarhus Sunnah 6/298]

Demikian pula hal ini umum di seluruh waktu sebelum zawal (tergelincir matahari) atau setelahnya. Wallahu 'alam.

3. Berkumur dan Istinsyaq
Karena beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkumur dan beristinsyaq (memasukkan air ke hidung) dalam keadan puasa, tetapi melarang orang yang berpuasa berlebihan ketika beristinsyaq.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ ... Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa" [Hadits Riwayat Tirmidzi 3/146, Abu Daud 2/308, Ahmad 4/32, Ibnu Abi Syaibah 3/101, Ibnu Majah 407, An-Nasaai no. 87 dari Laqith bin Shabrah, sanadnya SHAHIH]

4. Bercengkrama dan mencium isteri
Aisyah Radhiyallahu 'anha pernah berkata (yang artinya) : “ Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mencium dalam keadaan berpuasa dan bercengkrama dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling bisa menahan diri" [Hadits Riwayat Bukhari 4/131, Muslim 1106].

"Kami pernah berada di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, datanglah seorang pemuda seraya berkata, "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam keadaan puasa ?" Beliau menjawab, "Tidak". Datang pula seorang yang sudah tua dan dia berkata : "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam keadaan puasa ?". Beliau menjawb : "Ya" sebagian kami memandang kepada teman-temannya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya orang tua itu (lebih bisa) menahan dirinya".[ Hadits Riwayat Ahmad 2/185,221 dari jalan Ibnu Lahi'ah dari yazid bin Abu Hubaib dari Qaushar At-Tufibi darinya. Sanadnya dhaif karena dhaifnya Ibnu Lahi'ah, tetapi punya syahid (pendukung) dalam riwayat Thabrani dalam Al-Kabir 11040 dari jalan Habib bin Abi Tsabit dari Mujahid dari Ibnu Abbas, Habib seorang mudallis dan telah 'an-'anah, dengan syahid ini haditsnya menjadi hasan, lihat Faqih Al-Mutafaqih 192-193 karena padanya terdapat hadits dari jalan-jalan yang lain].

5. Mengeluarkan darah dan suntikan yang tidak mengandung makanan [1]
Hal ini bukan termasuk pembatal puasa, lihat pada pembahasan halaman sebelumnya.

6. Berbekam
Dahulu berbekam merupakan salah satu pembatal puasa, namun kemudian dihapus dan telah ada hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau berbekam ketika puasa. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma (yang artinya) : “ Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berbekam, padahal beliau sedang berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 4/155-Fath, Lihat Nasikhul Hadits wa Mansukhuhu 334-338 karya Ibnu Syahin]

7. Mencicipi makanan
Hal ini dibatasi, yaitu selama tidak sampai di tenggorokan berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma (yang artinya) : “ Tidak mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan puasa, selama tidak sampai ke tenggorokan" [Hadits Riwayat Bukhari secara mu'allaq 4/154-Fath, dimaushulkan Ibnu Abi Syaibah 3/47, Baihaqi 4/261 dari dua jalannya, hadits ini Hasan. Lihat Taghliqut Ta'liq 3/151-152]

8. Bercelak, memakai tetes mata dan lainnya yang masuk ke mata
Benda-benda ini tidak membatalkan puasa, baik rasanya yang dirasakan di tenggorokan atau tidak. Inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam risalahnya yang bermanfaat dengan judul Haqiqatus Shiyam serta murid beliau yaitu Ibnul Qayim dalam kitabnya Zadul Ma'ad, Imam Bukhari berkata dalam shahhihnya[(4/153-Fath) hubungkan dengan Mukhtashar Shahih Bukhari 451 karya Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah, dan Taghliqut Ta'liq 3/151-152] : "Anas bin Malik, Hasan Al-Bashri dan Ibrahim An-Nakha'i memandang, tidak mengapa bagi yang berpuasa".

9. Mengguyurkan Air ke Atas Kepala dan Mandi
Bukhari menyatakan dalam kitab Shahihnya [lihat maraji’ di atas] Bab : Mandinya orang yang puasa, Umar membasahi [dengan air untuk mendinginkan badannya karena haus ketika puasa] bajunya kemudian dia memakainya ketika dalam keadaan puasa. As-Sya'bi masuk kamar mandi dalam keadaan puasa. Al-Hasan berkata : "Tidak mengapa berkumur-kumur dan memakai air dingin dalam keadaan puasa".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan. [Hadits Riwayat Abu Daud 2365, Ahmad 5/376,380,408,430 sanadnya shahih]

Footnote :
1. Lihat Risalatani Mujizatani fiz Zakati washiyami hal.23 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah.

Hal yang wajib dijauhi oleh orang yg shaum (puasa)


Ketahuilah wahai orang yang diberi taufik untuk mentaati Rabbnya Jalla Sya'nuhu, yang dinamakan orang puasa adalah orang yang mempuasakan seluruh anggota badannya dari dosa, mempuasakan lisannya dari perkataan dusta, kotor dan keji, mempuasakan lisannya dari perutnya dari makan dan minum dan mempuasakan kemaluannya dari jima'. Jika bicara, dia berbicara dengan perkataan yang tidak merusak puasanya, hingga jadilah perkataannya baik dan amalannya shalih.

Inilah puasa yang disyari'atkan Allah, bukan hanya tidak makan dan minum semata serta tidak menunaikan syahwat. Puasa adalah puasanya anggota badan dari dosa, puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana halnya makan dan minum merusak puasa, demikian pula perbuatan dosa merusak pahalanya, merusak buah puasa hingga menjadikan dia seperti orang yang tidak berpuasa.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan seorang muslim yang puasa untuk berhias dengan akhlak yang mulia dan shalih, menjauhi perbuatan keji, hina dan kasar. Perkara-perkara yang jelek ini walaupun seorang muslim diperintahkan untuk menjauhinya setiap hari, namun larangannya lebih ditekankan lagi ketika sedang menunaikan puasa yang wajib.

Seorang muslim yang puasa wajib menjauhi amalan yang merusak puasanya ini, hingga bermanfaatlah puasanya dan tercapailah ketaqwaan yang Allah sebutkan (yang artinya) : “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" [Al-Baqarah : 183]
Karena puasa adalah pengantar kepada ketaqwaan, puasa menahan jiwa dari banyak melakukan perbuatan maksiat berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Puasa adalah perisai"[pelindung, red], telah kami jelaskan masalah ini dalam bab Keutamaan Puasa.

Inilah saudaraku se-Islam, amalan-amalan jelek yang harus kau ketahui agar engkau menjauhinya dan tidak terjatuh ke dalamnya, bagi Allah-lah untaian syair:

Aku mengenal kejelekan bukan untuk berbuat jelek tapi
untuk menjauhinya

Barangsiapa yang tidak tahu kebaikan dari kejelekkan akan
terjatuh padanya

1. Perkataan Palsu
Dari Abu Hurairah, Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan (tetap) mengamalkannya, maka tidaklah Allah Azza wa Jalla butuh (atas perbuatannya meskipun) meninggalkan makan dan minumnya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/99]

2. Perbuatan Sia-sia dan Kotor
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu, katakanlah : Aku sedang puasa, aku sedang puasa " [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 1996, Al-Hakim 1/430-431, sanadnya SHAHIH]

Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam dengan ancaman yang keras terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan tercela ini.

Bersabda As-Shadiqul Masduq yang tidak berkata kecuali wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya (yang artinya) : “ Berapa banyak orang yang puasa, bagian (yang dipetik) dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata)" [Hadits Riwayat Ibnu Majah 1/539, Darimi 2/211, Ahmad 2/441,373, Baihaqi 4/270 dari jalan Said Al-Maqbari dari Abu Hurairah. Sanadnya SHAHIH]

Sebab terjadinya yang demikian adalah karena orang-orang yang melakukan hal tersebut tidak memahami hakekat puasa yang Allah perintahkan atasnya, sehingga Allah memberikan ketetapan atas perbuatan tersebut dengan tidak memberikan pahala kepadanya. [Lihat Al-Lu'lu wal Marjan fima Ittafaqa 'alaihi Asy-Syaikhani 707 dan Riyadhis Shalihin 1215]

Oleh sebab itu Ahlul Ilmi dari generasi pendahulu kita yang shaleh membedakan antara larangan dengan makna khusus dengan ibadah hingga membatalkannya dan membedakan antara larangan yang tidak khusus dengan ibadah hingga tidak membatalkannya. [Rujuklah : Jami'ul Ulum wal Hikam hal. 58 oleh Ibnu Rajab]

Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal

Jangan Putus Asa, Karena Setelah Kesulitan Akan Datang Kemudahan



1. Jangan putus asa, karena Allah akan mengganti yang lebih baik

Allah tidak akan mengambil sesuatu pun dari manusia kecuali Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik. Itu akan terjadi apabila anda mau bersabar dan ridha dengan keputusan-Nya. Janganlah merasa sedih atas suatu musibah, karena setiap musibah yang ditakdirkan Allah merupakan sebuah ujian yang telah disiapkan imbalannya berupa pahala dan ganjaran yang besar yaitu surga. Biasakan diri anda untuk melihat sisi positif yang ada di balik setiap musibah. Masa yang dilalui di dunia ini amat singkat. Apa yang ada di dalamnya juga terlalu murah untuk dihargai. Sebaliknya, akhirat lebih baik dan kekal. Siapa saja yang tetap beriman ketika terkena musibah di dunia akan mendapat balasan yang sempurna di akhirat nanti. Siapa saja yang kelelahan karena menahan musibah agar tidak mengurangi ketaatannya kepada Allah dan malah meningkat akan merasakan kenyaman di akhirat. Sebaliknya, orang-orang yang bergantung pada kehidupan dunia, bergelimang dengan gemerlapnya, maka yang ada dalam benak mereka hanyalah rasa takut akan kehilangan kesenangan duniawi. Mereka selalu disibukkan dengan urusan dunia saja, karena yang mereka cari hanyalah kehidupan dunia. Oleh karena itu berbagai musibah dan kesulitan yang menimpa, terasa berat oleh mereka. Karena mereka hanya bisa melihat apa yang tampak di mata. Mereka tidak bisa melihat sesuatu dibaliknya. Apapun yang hilang adalah perantara untuk mendatangkan keuntungan. Sesungguhnya dalam setiap musibah yang terdapat isyarat bahwa orang itu akan mendapatkan sesuatu dari pencipta-Nya.

2. Orang lain belum tentu sebahagia yang anda bayangkan

Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Karena hanya melihat dari luar, kita mudah berpikir hidup orang lain lebih senang. Kita berpikir kalau apa yang mereka punyai juga kita miliki, maka hidup kita akan senang pula.

Salah satu penyebab kesedihan yang besar adalah putus cinta. Saya mempunyai teman yang menyenangi seorang akhwat. Tetapi akhwat ini tidak memberikan tanggapan yang diharapkan. Selama dua tahun dia selalu bercerita tentang suasana hatinya. Karena saya belum pernah mengalaminya, saya sungguh heran dengan kondisi dia. Pikir saya kalau akhwatnya tidak mau ya sudah, cari saja yang lain. Akhwat kan banyak. Mungkin anda yang belum merasakannya juga berpikir seperti itu. Namun sekarang saya sadar bahwa kita tidak tahu secara persis bagaimana perasaan orang apabila kita sendiri belum mengalaminya. Saya empati sekali bagi orang yang saat ini sedang mengalami kegundahan. Namun sadarlah meratapi hal yang tidak bisa dimiliki adalah sesuatu hal yang sia-sia.

Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Seorang anak muda mengunjungi rumah sakit jiwa. Pada sebuah kamar dilihatnya, ada orang dengan tatapan kosong tiada henti menyebut, Dewi, Dewi. Anak muda ini heran dengan hal itu, lalu menanyakan masalah yang dihadapi pasien ini. Si dokter menjawab, ‘’Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Dewi.’’ Pengunjung muda ini tersenyum mengerti, tapi begitu lewat kamar lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, Dewi, Dewi. Dia kembali bertanya, orang ini juga punya masalah dengan Dewi?’’ tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, ‘’Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Dewi “.

Anda yang saat ini tidak mendapatkan apa yang anda inginkan dan malah orang lain yang mendapatkan, mungkin muncul pikiran kalau saya yang mendapatkan pasti saya bahagia. Ingatlah, cerita diatas, bisa jadi anda malah menyesal kalau mendapatkannya.malah mungkin anda beruntung tidak mendapatkan hal itu.

3. Anda lebih beruntung

Terombang-ambing adalah ciri orang yang tertimpa musibah dan terhempas bencana. Hati dan pikirannya nya selalu dipenuhi suasana duka. Banyak orang yang tertimpa musibah dan banyak pula yang sabar. Anda bukanlah satu-satunya orang yang terkena bencana. Bahkan jika dibandingkan dengan yang lain, musibah yang anda alami tidaklah seberapa. Lihatlah berapa banyak orang sakit yang terbaring di atas tempat tidur selama bertahun-tahun dan hanya bisa mengerang. Lihatlah berapa banyak oarang yang terpenjara bertahun-tahun. Mereka tidak dapat melihat matahari dan tidak tahu apa yang terjadi diluar selnya. Berapa banyak orang yang ditolak cintanya, ditolak lamarannya, dibatalkan perjanjiannya. Berapa banyak pemuda yang kehilangan masa mudanya, kehilangan kegesitan masa mudanya entah penyakit ataupun kecelakaan.

Saya mengenal seorang teman yang sangat enerjik ketika kuliah. Aktif dalam berbagai macam kegiatan. Pintar dalam banyak hal. Setelah lulus kuliah dia mengalami kecelakaan yang sangat fatal. Dia pingsan selama dua bulan karena mengalami pendarahan hebat di otaknya. Dokterpun memutuskan mengoperasi kepalanya dan mengambil sebagian otaknya. Akibatnya semua ingatannya hilang. Tak ada satupun yang dia ingat. Dia lupa dengan seluruh keluarga dan temannya. Bahkan dia pun tidak bisa membaca dan menulis lagi. Dia juga lupa bagaimana cara membaca al Qur’an. Awalnya dia marah dan kecewa dengan kondisi seperti itu. Tapi ternyata semangatnya yang dulu masih tersisa. Secara perlahan dia kembali belajar untuk membaca dan menulis Ketika bertemu saya, ada ucapannya yang tidak bakal saya lupakan. Dia berkata “ mungkin dulu anda adalah teman saya, anda mengenal saya dan sayapun mengenal anda. Tapi sekarang saya benar-benar lupa dengan anda, saya mohon maaf. Saya sedang belajar mengingat kembali. Ceritakanlah bagaimana saya dan anda dulu berteman ”. Saya hampir menangis mendengar hal itu. Dia tersenyum lalu berkata, “ pasti dulu kita bersahabat dengan baik. Jangan sedih melihat saya, karena saya sudah ridha dengan apa yang terjadi pada diri saya “.

Bandingkanlah apakah musibah yang anda terima lebih besar dari teman saya itu. Banyak orang yang lebih besar musibahnya. Percayalah anda jauh lebih beruntung.

4. Hidup ini berputar

Segala sesuatu pasti berputar. Seperti roda, ada saat di bawah dan ada saat di atas. Allah juga menciptakan segala sesuatu berpasangan. Ada laki-laki ada perempuan, ada siang ada malam, ada dingin ada api. Begitu pula ada kesusahan pasti ada kemudahan. Semuanya berputar saling bergantian. Dengan mengambil pelajaran dari itu, ingatlah bahwa setelah lapar akan dan masa kenyang, setelah haus akan ada rasa segar. Setelah terjaga akan ada masa tidur, setelah sakit akan ada masa sehat. Tidak tahu akan menjadi tahu, kesesatan akan diberi petunjuk, penderitaan akan berakhir dan kegelapan pasti akan lenyap. Namun semua harus dilakukan secara aktif. Anda tidak akan mampu menghilangkan rasa lapar apabila anda tidak berusaha untuk makan, tidak akan mampu menghilangkan rasa haus apabila tidak berusaha untuk minum.

Bila anda melihat lautan tak bertepi, ketahuilah di ujung sana ada daratan yang penuh dengan pepohonan. Bila anda melihat ikatan tali semakin kuat, ingatlah tidak akan lama lagi tali itu akan terputus. Bersama tangisan akan ada senyuman, bersama ketakutan akan ada keamanan, bersama kegalauan akan ada ketenangan. Orang yang membuat dinding di sekitar pikirannya tidak akan melihat keindahan yang ada diluar. Janganlah anda membatasi kemampuan daya tahan, karena mustahil setiap keadaan berlangsung terus menerus. Selama kita masih mau berusaha.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala yang diusahakannya dan ia mendapat siksa yang dikerjakannya. : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."(2:286)

5. orang yang hidup pasti bergerak

Hidup adalah gerakan, hanya orang mati yang tak bergerak. Orang yang hanya mengurung diri dalam kamar atau terus menerus tenggelam dalam kesedihan, tidak mau bergerak, sama saja dengan orang mati. Sayang sekali kalau hidup di dunia yang hanya sekali dan sebentar saja ini tidak digunakan dengan sebaik mungkin. Orang yang menginginkan hati dan pikirannya sehat, haruslah menjauhkan setiap keinginan dan nafsu yang berlebihan dari setiap apa saja yang akan mengakibatkan keguncangan pada pikirannya. Apabila gerakan badan berkurang, tidaklah sempurna keseimbangan antara kenyamanan dan gerakan-gerakan yang terdapat pada batinnya. Yang terjadi adalah kekacauan pada raga karena gerakan pada batin sangat memerlukan pertolongan dengan adanya gerakan lahir, dan gerakan pada batin membutuhkan gerakan lahir untuk meluruskan aturan, sehingga tidak terjadi kekacauan pada jiwa dan raga secara bersamaan. Kita tidak akan merasakan hidangan kehidupan dan mencapai kebahagiaan yang dipersembahkan buat kita dalam kehidupan ini, apabila tidak terjadi keharmonisan antara jasad fisik dengan batin.

Apakah anda pernah menemukan seseorang yang hatinya yang penuh kekerasan dan didominasi oleh dendam dan kebencian mempunyai yang tubuh yang sehat dan tenang. Saya belum pernah menemukan dan saya yakin anda juga belum pernah menemukan. Hanya dengan gerakan dan olahraga batinlah hati dan pikiran bisa menjadi sehat

6. Tidak ada gunanya bersedih

Saya pernah merasakan kesedihan yang mendalam. Tetapi apa yang saya dapatkan, tidak ada sama sekali. Malah kesedihan yang saya pelihara itu membuat hidup tambah menderita dan kacau balau. Karena itulah saya bisa menyakinkan anda bahwa bersedih terus menerus tidaklah berguna. Tidak dapat dibantah lagi bahwa kesedihan adalah salah satu kondisi yang paling tragis dan paling besar terasa sakitnya bagi raga maupun jiwa. Apabila ia menyatu bersama kuku-kukunya yang tajam ke dalam jiwa, tidak lama kemudian ia akan merobek-robeknya dan memporak-porandakannya. Maka akan kita dapatkan manusia yang kacau dan mengalami kegoncangan dalam hidup dan kehidupannya. Dan kesedihan tadi akan mempengaruhi sebagian dan bahkan seluruh komponen kehidupannya jiwa dan raga, hingga ia melihat dunia dalam pandangan matanya lebih gelap dari kegelapan dan lebih sempit dari lubang jarum. Jiwanya tak ubahnya laksana tinta-tinta tebal di atas permukaan air. Ia menghitamkan setiap apa yang ia muntahkan dari dalam perutnya kepada apa pun yang dekat dengannya. Dan kesedihan akan menghitamkan kehidupannya dengan apa saja yang ia muntahkan atas dirinya dengan kesedihan-kesedihan dan kecemasan-kecemasan. Karenanya, anda akan melihat mereka menyamakan antara jiwa dan raga yang sedih dengan apa yang mereka pakai dan tampakkan dengan pakaian-pakaian berkabung. Tatkala penyakit sedih tadi menjadi sebuah penyakit yang menimpa jiwa seluruhnya.

7. Wahai yang sedang bersedih

Segala apa yang ditawarkan berupa alternatif penyembuhan kesedihan tersebut, jika anda mau menjalaninya dengan kebiasaan yang konsisten, mengontrol cara pandang hidup, berpikir positif dan memaksimalkan kesungguhan dan ketekunan, penelitian yang berulang-berulang, dan melatihnya menjadi sebuah kebiasaan, sehingga menyatu dalam jiwa. Ketika seseorang memiliki kemampuan untuk melakukannya secara terus-menerus, akan lahir darinya perilaku-perilaku jasmaniah dan kejiwaan yang menakjubkan dan mencengangkan keadaan.

Perlu adanya kerelaan pada seseorang untuk berpikir dan membiasakan diri untuk mempraktekkannya, sehingga sampai pada tujuan yang diinginkan, yaitu kebahagiaan. Segalanya akan menjadi berubah, tatkala anda hanya membaca tanpa mau menghayatinya, melihat tanpa mau merenunginya, menghafalnya tanpa mengekspresikannya. Banyaknya menelaah, membaca dan proses yang memakan waktu lama, tidaklah memberikan faedah pada akhirnya.

Ketahuilah bahwasanya raga itu terikat dengan jiwa dan begitupun sebaliknya. Penyakit yang menimpa jiwa akan memberikan pengaruh terhadap raga dan akan menjadikannya sakit, sebagaimana jiwa yang terpengaruh oleh raga yang sedang ditimpa penyakit.

Penyembuhan jiwa dari penyakit-penyakitnya haruslah dimulai dari keharusan untuk memiliki kesehatan raga, sebab kesehatan jiwa sangat tergantung padanya. Tujuan kerja keras dan upaya yang bijaksana yang akan membimbing seseorang mencapai kebahagiaan, yaitu dengan adanya jiwa yang sehat dan berimbas pada raga yang sehat pula.

8. Indahnya kesabaran

Menghiasi diri dengan sikap sabar merupakan sikap orang-orang mulia. Mereka menghadapi kesulitan hidup dengan lapang dada, tidak menyerah dan penuh percaya diri. Kalau tidak sabar apalagi yang akan dilakukan ? apakah ada solusi lain selain sabar ? apakah ada selain sabar yang bisa digunakan menghadapi persoalan hidup ?

Bersabarlah, sebagaimana kesabaran orang yang optimis akan datangnya pertolongan Allah. Bersabarlah, meskipun berbagai persoalan, membayangi kehidupan anda dan menghalangi jalan yang akan anda tempuh. Sesungguhnya pertolongan akan datang setelah kesabaran, kepangan akan datang setelah kesusahan dan kemudahan akan datang setelah kesulitan.

Semakin anda sabar, semakin dapat menerima hidup ini apa adanya, bukan memaksakan hidup ini persis seperti yang anda kehendaki. Tanpa kesabaran, hidup pastilah akan membuat frustasi. Anda akan mudah jengkel, kecewa dan marah. Menjadi sabar mengharuskan kita membuka hati pada saat ini, bahkan bila kita tak menyukainya.

Salah satu persoalan yang umum dialami oleh masyarakat perkotaan adalah kemacetan lalu lintas. Hampir setiap hari tanpa macet, berangkat atau pulang kemacetan seolah-oleh menghadang. Pada saat seperti itu merupakan waktu yang baik untuk menarik napas dan juga kesempatan untuk mengingatkan diri bahwa kemacetan dialami juga oleh orang lain.

Kesabaran juga mengharuskan kita tidak mudah melihat kesalahan orang lain. Bila kita mau melihat lebih jauh atau mencari tahu ada apa sebenarnya, anda akan menemukan bahwa orang lain itu tidak salah. Bila sesuatu tidak sesuai dengan harapan kita. Banyak dari kita yang berpikir , ini apsti karena kesalahan orang lain. Ketika barang anda hilang, anda langsung berpikir, pasti ada seseorang yang mencurinya. Anda memvonis pencuri itu sebagai orang yang bertangung jawab penuh atas kehilangan barang anda. Ketika listrik di rumah anda tidak berfungsi, anda langsung menuduh PLN tidak becus bekerja. Ketika anda terlambat datng ke sekolah atau ke kantor, anda mungkin akan menyalahkan supir angkutan karena sering berhenti. Orang lain bertanggung jawab atas perbuatan dan hasilnya, begitu pula anda bertanggung jawab atas segala perbuatan anda dan hasilnya anda sendiri yang menikmati. Anda tidak bisa menyuruh orang lain, untuk bertanggung jawab atas perbuatan anda. Kondisi ini pernah saya alami, sebagai seorang pegawai kecil, ketika suatu saat saya terlambat masuk, tiba-tiba tanpa basa-basi atasan saya menegor dan mengatakan saya salah, tidak bertanggung jawab, atau tidak taat aturan. Bukankah seharusnya dia bertanya dahulu. Sebenarnya saya datang lebih pagi dari dia, kemudian saya disuruh oleh atasan yang lain untuk memfotocopy dokumen. Menurut anda apa yang harus saya lakukan ? apakah saya harus marah ? apakah kemarahan itu berguna ? untungnya pikiran rasional saya masih berfungsi. Saya yakin ada hikmah dari kejadian ini. Mungkin Allah sedang menyiapkan saya, sehingga ketika menjadi pemimpin tahu bagaimana berhadapan dengan bawahan.

9. Tabahkan hatimu

Allah telah menetapkan takdir dan ajal seluruh makhluk-Nya, mengatur dan menentukan segala amal perbuatan serta tindak-tanduk mereka. Lalu Allah membagi-bagikan rezeki dan harta duniawi kepada mereka. Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian, siapa di antara mereka yang terbaik amalannya. Allah juga menjadikan iman terhadap qadha dan takdir-Nya sebagai salah satu rukun iman. Setiap sesuatu yang bergerak atau berdiam di langit dan di bumi, pasti menuruti kehendak dan keinginan Allah.

Dunia ini sarat dengan kesulitan dan kesusahan; diciptakan secara fitrah untuk dipenuhi dengan beban dan ancaman, aral rintangan serta berbagai cobaan. Tak ubahnya dingin dan panas, yang memang harus dirasakan oleh para hamba-Nya. Allah berfirman: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (2:155)

Jiwa manusia itu hanya dapat menjadi suci, setelah ditempa. Ujian dan cobaan, akan memperlihatkan kesejatian seseorang. Ibnul Jauzi mengungkapkan: “Orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan abadi tanpa ujian dan cobaan, berarti ia belum mengenal ajaran Islam dan tidak mengenal arti pasrah diri kepada Allah.” Setiap orang pasti akan merasakan susah, mukmin maupun kafir. Hidup ini memang dibangun di atas berbagai kesulitan dan marabahaya. Maka janganlah seseorang membayangkan bahwa dirinya akan terbebas dari kesusahan dan cobaan. Cobaan adalah lawan dari tujuan dan memang bertentangan dengan angan-angan dan kesenangan menikmati kelezatan hidup. Setiap orang pasti merasakannya, walau dengan ukuran yang berbeda, sedikit atau banyak. Seorang mukmin diberi ujian sebagai tempaan baginya, bukan siksaan. Terkadang cobaan itu ada dalam kesenangan, terkadang juga ada dalam kesusahan. Allah berfirman: Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan yang baik-baik dan yang buruk-buruk, agar mereka kembali (7:168)

Segala cobaan itu ada batasnya di sisi Allah. Jangan memaki, karena satu kata yang mengalir dari lidah, dapat membinasakan seseorang. Seorang mukmin yang kuat akan tegar menghadapi beban berat. Hatinya tidak akan berubah dan lisannya tidak akan mengutuk. Redamlah musibah itu dengan mengingat janji pahala dan kemudahan dari Allah, sehingga cobaan itu berlalu tanpa kita mengutukinya. Orang-orang berakal selalu menunjukkan ketegaran dalam menghadap musibah, agar mereka tidak mendapatkan ejekan musuh-musuh mereka. Karena bila mereka menampakkan musibah itu, para musuh mereka akan merasa senang dan gembira. Sebaliknya, menutup-nutupi musidah dan derita kelaparan adalah sifat orang-orang mulia. Ketabahan akan membendung bencana. Demikian cepatnya bencana itu berlalu, bila dihadapi dengan ketabahan. Paling kita hanya harus tabah menghadapi hari-hari yang pendek dalam hidup kita. Orang-orang yang binasa mengalami kebinasaan karena mereka kurang memiliki ketabahan. Orang-orang yang tabah, akan mendapatkan pahala terbaik.

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (16:96). Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan. (28:54)

Allah tidak pernah menahan sesuatu untukmu, wahai orang yang tertimpa musibah, melainkan karena Allah akan memberimu sesuatu yang lain. Allah hanya mengujimu, untuk memberikan keselamatan kepadamu. Allah hanya memberimu cobaan, untuk membersihkan dirimu. Selama masih ada umur, rezeki pasti akan datang. Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (11:6)

Bila dengan kebijaksanaan-Nya, Allah menutup sebagian rezeki, pasti Allah akan membukakan pintu rezeki yang lain yang lebih bermanfaat. Cobaan, justeru akan mengangkat derajat orang-orang shalih dan meningkatkan pahala mereka.

Saad bin Abi Waqqash berkata: “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah ! Siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurut menurut tingkat keshalih-annya. Seseorang akan diberi ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, akan ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringkankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” (Riwayat Al-Bukhari)

10. Hidup ini penuh ujian, jangan bersedih

Kesedihan dapat memadamkan api motivasi, membunuh ruh semangat, dan membekukan jiwa. Kesedihan itu seperti demam yang akan melumpuhkan diri dari aktivitas kehidupan. Supaya terhindar dari hal itu anda perlu menanamkan prinsip bahwa kesedihan adalah suatu pilihan bukan keharusan. Anda sendirilah yang memutuskan apakah anda sedih atau tidak. Kalau anda memilih tidak sedih maka anda pun lepas dari kesedihan. Kesedihan merupakan sesuatu yang amat disukai setan. Setan menjadikan kesedihan sebagai alat untuk memutuskan seseorang dari perjalanan hidupnya, sehingga orang itu berhenti dari segala kegiatan. Jangan mencari-cari atau mengada-adakan kesedihan. Kesedihan sama sekali tidak mendatangkan keuntungan.

Sikap seseorang ketika menghadapi ujian bisa menjadi tanda apakah dia beriman atau tidak. Apabila dia tidak menjadi lemah semangat, ketika ujian menimpanya, berarti dia mempunyai keimanan dalam dadanya. Ketika dia menghadapi kesukaran, semangatnya tumbuh karena dia tahu bahwa manusia tidak dapat mencapai surga kecuali jika mereka telah diuji dengan kesulitan-kesulitan sebagaimana orang-orang dari generasi masa lalu.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (2:214).

11. Orang yang akan masuk surga akan mendapatkan kesulitan terlebih dahulu

Seorang ulama mengungkapkan: “Orang yang diciptakan untuk masuk Surga, pasti akan merasakan banyak kesulitan. Musibah yang sesungguhnya adalah yang menimpa agama seseorang. Sementara musibah-musibah selain itu merupakan jalan keselamatan baginya. Ada yang berfungsi meningkatkan pahala, ada yang menjadi pengampun dosa. Orang yang benar-benar tertimpa merana adalah mereka yang terhalang dari mendapatkan pahala."

Tidak usah risau dengan hilangnya sebagian dunia. Karena keberadaannya hanyalah satu kejadian, membicarakan dunia justeru menimbulkan kesedihan, jalan-jalan untuk mendapatkannya sarat dengan duka. Dalam mencari dunia, manusia akan tersiksa sebatas rasa dukanya. Orang yang senang mendapatkan dunia pada hakikatnya adalah orang yang sedih. Berbagai kepedihan bermunculan dari kenikmatan dunia. Berbagai kesedihan justeru lahir dari kesenangan dunia.

Abu Darda menyatakan: “Di antara bentuk kehinaan dunia di hadapan Allah adalah bahwa manusia berbuat maksiat selama ia di dunia, dan ia hanya bisa menggapai apa yang ada di sisi Allah dengan meninggalkan dunia. Maka hendaknya engkau menyibukkan diri dengan hal yang lebih berguna bagimu untuk mengambil kembali yang mungkin hilang darimu, yakni dengan cara memperbaiki kekeliruan, memaafkan kesalahan orang, dan mendekati pintu Ar-Rabb. Dengan itu, engkau akan melihat betapa cepatnya musibah yang menimpamu itu menghilang. Kalau bukan karena kesusahan, engkau tidak bisa mengharapkan saat-saat senang. Hilangkan hasrat terhadap yang menjadi milik orang, niscaya engkau akan menjadi yang terkaya. Jangan berputus asa, karena itu membawa kehinaan. Ingatlah nikmat Allah yang banyak kepadamu. Tepislah segala kesedihan dengan ridha terhadap takdir dan dengan shalat di malam yang panjang. Bila sudah habis malam, masih ada subuh yang datang menjelang. Akhir kesedihan adalah awal kebahagiaan. Masa tidak akan berdiam dalam satu kondisi, namun terus berganti. Segala kesulitan, pasti akan berangsur hilang. Jangan putus asa hanya karena musibah yang datang bertubi-tubi. Satu kesulitan, akan dikalahkan oleh dua kemudahan. Merunduklah kepada Allah, pasti kesulitanmu akan sirna selekasnya. Setiap orang yang penuh dengan ketabahan, pasti akan mendapatkan jalan keluar. ”

12. Semua orang pasti mempunyai masalah

Hidup adalah ujian. Kita harus menyadari bahwa hidup ini adalah kumpulan masalah. Siapapun orangnya, setinggi apapun jabatannya, sekaya apapun hartanya, dimana pun dan kapanpun akan menemui masalah. Ada karakter khas dari masalah yaitu semakin tinggi kedudukan semakin tinggi pula masalah yang akan dihadapi. Seperti halnya sekolah semakin tinggi tingkatannya semakin sulit ujiannya. Proses perjuangan menaklukkan masalah itulah yang disebut hidup. Sehingga orang yang membanci masalah sama saja dengan membenci kehidupan. Hidup ini penuh dengan teka teki. Kalau masa depan kita ketahui, tentu kita sudah tahu ke mana harus pergi dan apa yang harus dilakukan. Bila kita melihat hidup ini sebagai rangkaian tantangan, maka setiap masalah yang dihadapi akan kita lihat sebagai kesempatan untuk berkembang. Sebaliknya, apabila kita membayangkan hidup sebagai suatu pertempuran yang harus dimenangkan, kita akan mengalami ketegangan. Karena bagi orang ini bahagia hanya bisa dicapai apabila, kondisi yang dialaminya sesuai dengan apa yang diinginkan. Sudah kita ketahui bahwa hal itu sangatlah jarang terjadi.

Ingatlah, masalah adalah milik semua orang. Tak ada satupun dimuka bumi ini yang tidak mengalami masalah. Ada seorang konglomerat yang sangat kaya. Dengan uangnya dia bisa membeli apa yang bagi sebagian kita hanyalah mimpi. Mungkin kita akan menyangka dirinya terbebas dari masalah atau kalaupun ada masalah hanyalah kecil. Dari luar dia kelihatan senang dan sehat. Tahukah anda, bahwa dia sebenarnya mempunyai msalah besar yaitu karena sakit yang jarang diketahui orang lain akibatnya dia tidak boleh makan nasi dan beberapa jenis makanan lainnya. Dia memerlukan koki dan dokter khusus yang mengawasi setiap makanan yang ingin dimakannya. Banyak sekali pantangannya sehingga hanya sedikit yang boleh dia makan. Semua orang secara adil mendapatkan masalah, hanya bentuk dan kadarnya saja yang berbeda.Masalah adalah hukum Allah. Mau tidak mau setiap orang mendapatkan masalah. Masalah telah Allah tetapkan menyatu dalam kehidupan. Allah tidak akan memberikan masalah yang tidakm sanggup dipikul oleh hambanya.Besarnya masalah yang menimpa seseorang setara dengan kemampuannya.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala yang diusahakannya dan ia mendapat siksa yang dikerjakannya….

(2:286)

13. Jangan masukkan setiap peristiwa ke dalam hati

Ada sekelompok orang yang merasakan kegundahan dalam dirinya seolah-olah tengah terjadi perang dunia, padahal sebenarnya mereka tengah berbaring di atas tidaur. Peperangan yang berkecamuk dalam hatinya pada akhirnya hanya akan menghasilkan luka di dalam tubuhnya sendiri. Mereka marah dengan kenaikan harga, marah dengan kejelekan orang di sudut dunia lain, marah karena hujan tidak turun, marah kepada polisi karena lalu lintas macet, marah kepada supir angkutan yang berhenti seenaknya. Jangan biarkan masalah-masalah kecil itu mengganggu anda. Biarkanlah berbagai peristiwa berlangsung di atas bumi ini dan jangan mencoba memasukkan semuanya kedalam hati.

Seseorang yang telah mengerti hakikat kebenaran akan selalu menambah pelajaran dari berbagai liku-liku kehidupan. Sebaliknya orang yang tidak menjiwai makna kebenaran yang dilakukan hanyalah menambah guncangan ketakutan. Sebesar apapun keberanian seseorang menghadapi cobaan, semua itu tidak akan bermanfaat tanpa dibarengi keimanan yang tangguh. Seorang pemberani sejati adalah orang yang mempunyai dayatahan tinggi, tabah, mempunyai keyakinan yang kuat, tenang dan lapang dada dalam menghadapi cobaan.

Jika anda menginginkan hidup tenang dan tidak terguncang oleh badai kehidupan, hadapilah segala urusan dengan keberanian dan keteguhan. Dengan kedua hal itu tidak akan ada sesuatu yang bisa membuat anda gentar.

14. Jangan sampai masalah kecil menghancurkan hidup anda

Entah berapa banyak orang yang merasa sedih karena hal kecil yang tidak mereka pikirkan sebelumnya. Sering sekali kita merisaukan hal-hal yang setelah kita amati lebih jauh, ternyata bukanlah masalah besar. Kita terpaku pada msalah-masalah kecil dan terlalu membesar-besarkannya. Contohnya, bila ada mobil angkutan yang berhenti mendadak, bukannya membiarkannya dan melanjutkan urusan, kita menyakinkan diri sendiri bahwa kita berhak untuk marah. Contoh lainnya, saat mengantri berjam-jam untuk mendapatkan tiket kereta, sewaktu giliran anda, penjaga loket berkata, “saya harus istirahat, sepuluh menit lagi pengganti saya akan datang “. Kemarahan yang luar biasa muncul dalam wajah anda. Dengan penuh semangat anda memarahi penjaga loket itu dan mengatakan sebagai orang yang tak bertanggung jawab. Anda pun keluar dari antrian sambil marah. Bukankah anda mengalami kerugian yang lebih besar, apalah artinya menunggu sepuluh menit lagi dibandingkan perjuangan anda menunggu berjam-jam. Dalam berbagai kejadian sering dalam otak kita timbul kemarahan imajiner. Bahkan banyak yang malahan kemudian menceritakan kejadian sepele itu kepada orang lain. Banyak hal-hal kecil serupa yang seharusnya dapat kita lupakan begitu saja.

15. Kesulitan itu penuh hikmah

Tidak selamanya kesulitan itu harus dibenci. Terkadang kesulitan justru menimbulkan efek positif. Jangan takut dengan penderitaan dan jangan khawatir dengan kesengsaraan, karena terkadang penderitaan itu justru memberikan kekuatan kepada anda untuk mencapai hidup bahagia. Sesungguhnya jika anda hidup dengan hati yang membara, terbakar dan hangus karena penderitaan, hal itu akan lebih baik bagi anda daripada hidup dengan hati yang dingin, statis dan tenang-tenang saja. Dengan penderitaanlah justru membuat hati menjadi lembut dan halus. Orang yang pernah mengalami kesedihan akan lebih mudah menceritakan bagaimana rasa sedih itu, orang yang hampir tenggelam akan sangat mudah menceritakan suasana dan betapa mengerikannya ketika dia hampir mati tenggelam. Orang yang dikejar-kejar anjing lebih akurat dan menyentuh ketika menyampaikan pengalamannya dibandingkan orang yang belum pernah merasakan. Orang yang pernah putus cinta akan merasakan betapa sakitnya dikecewakan orang lain. Mereka semua menjadi belajar dari apa yang dialami dan dirasakannya. Kalau mereka mau berpikir maka pengalaman itu dapat membuat dirinya lebih bijaksana dalam menyikapi sesuatu maupun empati atas perasaan orang lain. Seorang mukmin mengetahui bahwa kesulitan-kesulitan diberikan Allah untuk menguji manusia. Mereka tahu bahwa kesulitan tersebut dibuat untuk membedakan antara mereka yang benar-benar beriman dan mereka yang memiliki penyakit di hatinya, yaitu mereka yang tidak tulus dalam meyakini keimanan mereka. Di dalam Al-Qur`an, Allah menjelaskan bahwa Dia akan menguji seorang mukmin untuk melihat siapakah yang benar-benar dalam keimanannya.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (3:142)

Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)....(2:179)

Mereka tidak pernah lupa bahwa kesulitan atau keberkahan datang untuk menguji mereka. Karena kemuliaan dan kepatuhan mereka kepada-Nya, Allah mengubah apa yang tampaknya buruk menjadi hal-hal yang menguntungkan bagi hamba-Nya yang sejati.

16. Jangan terburu-buru menyatakan suatu peristiwa buruk

Salah satu sifat manusia adalah terburu-buru. Manusia ingin segala sesuatu yang diinginkannya, yang dicita-citakannya cepat tercapai. Manusia kadang-kadang tidak cukup sabar untuk melihat kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang menimpa mereka. Sebaliknya, mereka menjadi lebih agresif dan nekat dalam mengejar sesuatu walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan kepentingan yang lebih baik. Di dalam Al-Qur`an, hal ini disebutkan, Dan manusia berdo'a untuk kejahatan sebagaimana ia berdo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (17:11)

Meski demikian, kita harus berusaha melihat kebaikan dan yakin bahwa Allah mempunyai tujuan baik pada setiap kejadian yang kita alami. Jangan sampai anda diperbudak untuk segera mungkin mencapai keinginan anda. Anda harus hati-hati terhadap bujukan untuk berbuat dosa ketika sebuah hal yang anda inginkan tidak tercapai atau ketika sebuah peristiwa yang tidak anda inginkan terjadi. Ketika anda dalam kondisi seperti itu, sangat mudah anda terombang-ambing. Godaan untuk melakukan perbuatan jahat semakin besar. Orang-orang yang ingin mengajak anda berbuat jahat pun seolah-oleh semakin banyak yang mendatangi anda. Anda harus kuat dan berusaha menghindari orang itu.

Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.(3:120)

17. Jangan tergoda berbuat maksiat, karena dosa adalah perkara yang besar

Biasanya orang yang sedang mengalami kesedihan atau berputus asa mudah tergoda untuk melakukan maksiat. Terasa baginya keinginan itu semakin hari semakin besar. Namun sadarlah bahwa perbuatan maksiat itu yang mungkin terlihat menyenangkan, malah akan menambah kesengsaraan di hati. Ingatlah dosa sekecil apapun adalah perkara yang sangat besar. Selagi dosa dianggap besar maka dosa itu dianggap kecil di hadapan Allah. Sebaliknya kalau dosa dianggap kecil, maka dianggap besar dihadapan Allah. Mengenai sikap seorang Muslim terhadap perbuatan maksiat, Abdullah bin Mas’ud memberikan ilustrasi sebagai berikut :

Seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk dibawah gunung yang ia kuatirkan akan menimpanya. Sementara seoarang fajir (orang yang jahat) melihat dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya dan menepisnya. Rasulullah pernah bersabda, kebahagiaan Allah terhadap tobat hambaNya lebih besar daripada kebahagiaan seorang lelaki yang berkemah di tempat yang penuh dengan bahaya (tetapi bersikeras tinggal disana) dengan mengarahkan binatang tunggangannya ke tempat itu membawa makanan dan minuman. Kemudian ia tidur di sana dan ketika bangun, binatangnya telah kabur. (ia mencari-cari kesana ke mari) dan sengsara dengan rasa lapar dan dahaga. Kemudian ia berkata, Aku akan kembali ke tempatku. Ia kembali (ketempatnya) dan tidur lagi. Dan ketika bangun ia mengangkat kepalanya, ternyata binatangnya yang hilang itu telah berada di sampingnya lagi (riwayat Bukhari).

Ibnu Qayyim mengatakan, jika seseorang sudah mengatahui hal ini kemudian dia masih merasa bebas melakukan maksiat, itu berarti dia lancang kepada Allah. Juga tidak tahu kekuasaan Allah. Bahkan dia seolah-olah menantang Allah. Seseorang yang memandang kecil suatu perbuatan maksiat, berarti menganggap remeh perkara tersebut. Itulah salah satu bentuk menantang Allah. Begitulah saudaraku, kalau anda ingin terbebas dari kesulitan yang sedang anda alami, menghilangkan kegundahan yang menyesak dada, mengharapkan pertolongan Allah, janganlah melakukan maksiat.

18. Kebahagiaan mudah diraih

Kegembiraan hati merupakan salah satu nikmat yang luar biasa besar dalam hidup manusia. Dalam hati yang gembira terpancar ketenangan hati dan kestabilan emosi. Sesungguhnya kegembiraan itu merupakan seni kehidupan yang dapat dipelajari. Siapa saja yang mengetahui caranya, tentu ia akan merasa mudah meraihnya dan mendapatkan manfaat darinya berupa kebahagiaan hidup dan kemudahan dalam kehidupan. Dia juga mampu menjadikan apa yang berada disekitarnya sebagai sarana dalam mencapai kebahagiaan hidup. Orang yang menginginkan badannya sehat maka dia perlu olahraga teratur agar daya tahan tubuhnya meningkat. Begitu pula orang yang ingin hatinya sehat memerlukan olahraga hati agar ketahanan hatinya itu meningkat, sehingga lebih kebal dari serangan penyakit hati. Olahraga hati bisa dilakukan dengan ikut bergabung dalam masyarakat, bergaul dengan banyak orang serta ikut aktif dalam berbagai kegiatan. Dari aktivitas itu akan didapat berbagai macam pengalaman. Anda akan menemui berbagai macam karakter orang yang khas, anda juga akan mengetahui seberapa besar kapasitas sabar ketika menghadapi sesuatu yang tidak direncanakan.

19. Singkirkan kebosanan

Orang yang menjalani kehidupan dengan statis dan monoton cenderung mudah menjadi bosa. Oleh karena itu kita patut bersyukur Allah selalu memutar roda zaman sehingga kita mengalami berbagai macam variasi kehidupan. Uniknya Allah menciptakan segala seutau dengan berpasangan secara harmonis. Allah membuat siang dan membuat pasangannya yautu malam. Allah menciptakan dunia dan akhirat. Allah menciptakan air dan api. Allah pula yang menciptakan kesulitan dan menciptakan pasangan harmonisnya yaitu kemudahan.Dalam ibadah, Allah memberikan variasi. Maka ada ibadah hati misalnya ikhlas, ibadah gerak misalnya sholat, ibadah perut misalnya puasa dan ibadah harta misalnya sedekah. Belajar dari hal itu, siap yang ingin kehidupan tentram dan mempunyai semangat yangtinggi serta daya kresai yang tinggi, maka dia perlu melakukan variasi dalam kehidupannya. Ketika membaca dia tidak hanya membaca satu tema saja, ketika berjalan dia tidak hanya melewati satu jalan saja. Akan jauh menyenangkan apabila anda mau melakukan segala hal dengan berbagai variasi.

20. Mengatasi krisis

Sejak lahir sampai mati kita terus menerus berubah, namun proses itu tidak selalu teratur. Kadang-kadang perubahan itu adalah berupa kemajuan yang menggembiran atau kemunduran yang mengecewakan. Dalam waktu sekejap, seseorang yang bahagia bisa berubah sengsara hanya karena dimarahi oleh bosnya. Seseorang yang sedang menghadapi suatu krisis berada di kawasan asing. Orang itu tidak memiliki orientasi dan putus asa. Pikiran dan perasaannya penuh dengan ingatan-ingatan tentang krisisi masa lalu yang membuatnya penuh dengan kecemasan dan ketakutan yang sama. Orang yangterperangkap dalam situasi yang tampaknya tak dapat dipecahkan merasa tegang dan mudah tersinggung, teman-teman yang dekatpun dimusuhi. Mudah tersinggung dan marah. Pada umumnya tak seorangpun diantara kita yang sebelumnya dapat dididik menghadapi krisis dengan baik. Namun hingga taraf tertentu kita dapat mengantisipasi krisis kehidupan itu dan menyesuaikan peran kita dalam krisis tersebut.

Kunci beradaptasi adalah kemampuan menghadapi suatu situasi dnegan berani saat sebuah masalah tidak bisa diselesaikan. Orang yang mamapu bertahan dalamsuatu krisis denganbaik adalah mereka yang sevara aktif terus menerus mencari suatu pemecahan. Mereka haus dengan informasi yang dianggapnya dapat membantu. Mereka tidak mau menyalahkan orang lain. Mereka tidak malu untuk mengungkapkan secara wajar perasaan takut dan gelisah kepada orang yang dapat membantunya.

21. Obat Musibah

Orang bijak adalah orang yang mencari alternatif terapi penyembuhan yang lebih baik, dengan beragam obat dan pengobatan lainnya. Walaupun mengalami kesulitan saat berusaha menyembuhkannya, tetapi dia tetap berusaha mencari obat. Maka syarat awal agar berfungsinya obat bagi raga yang sedang ditimpa penyakit adalah membiasakan diri untuk mengkomsumsi obat yang akan menyempurnakan proses sirkulasi di dalam raga.

Seorang ulama diuji dengan suatu musibah, kemudian beberapa rekannya berkunjung dan mereka menghiburnya. Selanjutnya dia berkata, aku telah membuat obat dengan 6 resep. Mereka bertanya, apakah itu ? dia menjawab :Pertama, percaya kepada Allah. Kedua, aku tahu bahwa segala sesuatu yang ditakdirkan pasti terjadi. Ketiga, kesabaran adalah hal terbaik yang mesti dilakukan oleh orang yang sedang dalam ujian Allah. Keempat, bila aku tidak dapat bersikap sabar, lalu apa lagi yang dapat kuakukan, karena kesedihan tidak akan pernah bisa menolong diriku. Kelima, bisa jadi aku tertimpa sesuatu yang lebih buruk lagi daripada yang kurasakan sekarang ini. Keenam, dari waktu ke waktu aku hanya menikmati kegembiraan.

22. Teruslah Berharap

Saya percaya bahwa setiap orang mempunyai harapan yang tersimpan di dalam hati. Entah harapan untuk menjadi orang kaya, harapan untuk dapat menikah, harapan lulus ujian dan harapan yang baik lainnya. Tapi saya bukan sedang membicarakan tentang keinginan untuk memenangkan undian. Pikiran seperti itu datang dari keinginan untuk melarikan diri dari keadaan saat ini. Saya membicarakan tentang sebuah pandangan yang ada jauh di dalam diri. Satu hal yang harus dilakukan dalam hidup. Sesuatu yang membutuhkan kemampuan. Sesuatu yang tidak terpisahkan dengan tujuan kita dalam hidup.

Apakah anda pernah mengenal seseorang yang berhasil tapi tidak memiliki petunjuk yang berkaitan dengan apa yang diiginkan dalam hidup. Kita semua memerlukan sesuatu yang berguna untuk dituju. Harapan memberi kita hal itu. Ia bisa berperan sebagai kompas, memberitahu arah mana yang harus dituju. Kalau tidak, kita tidak akan pernah mengetahui apakah langkah kita benar atau tidak, apakah langkah kita maju atau malah mudnur ke belakang. Jika anda bergerak ke sembarang arah selain menuju harapan. Anda akan kehilangan kesempatan-kesempatan yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan.

Tanpa harapan, kita mungkin harus berjuang keras untuk melihat kekuatan yang ada dalam diri karena tidak bisa melihat situasi di luar keadaan saat ini. Dengan mempunyai harapan, kita mulai memandang diri sendiri dalam cahaya baru. Harapan membuat kita memprioritaskan segala sesuatu yang kita lakukan. Seseorang yang memiliki harapan mengetahui apa yang akan atau harus dikorbankan. Dia mampu mengukur segala sesuatu yang dikerjakan apakah membantu atau menghambat harapan. Insya Allah selama kita mampu berharap, Allah tak akan membiarkan kita begitu saja. Rasulullah bersabda, Allah Azza wa Jalla berfirman, Aku terserah pada sangkaan hambaKu kepadaKu dan Aku bersama hambaKu ketika dia mengingatKu. Jika dia mengingatKu didalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika dia mengingatku ditengah orang banyak, maka Aku mengingatnya ditengah orang banyak yang lebih baik daripada mereka. Jika dia mendekat sejengkal kepadaKu, Aku mendekat sehasta kepadanya. Jika dia mendekat sehasta kepadaKu, Aku mendekat sedepa kepadanya. Jika dia mendatangiKu dengan berjalan, maka Aku mendatangi dengan berlari (riwayat Bukhari dan Muslim)




islam Pictures, Images and Photos

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.





Semoga Allah mengampuni dosa dosa kita dan menunjuki jalan Kebenaran