Jadwal Sholat

Waktu Sholat untuk 6 Juta Kota Sedunia
Country:
Silahkan baca semoga ada manfaatnya, terima kasih. Semoga Bermanfaat

Jumat, 17 Juli 2009

APA HEBATNYA HARI JUM'AT...?


Segala puji bagi Allah Rab semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah, beserta para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap istiqomah menegakkan risalah yang dibawanya hingga akhir zaman..
Allah Ta'ala telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada Jumat ini. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum'at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani dipalingkan darinya. Sebagaimana Rasulullah bersabda: "Allah telah memalingkan orang-orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jum'at sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jum'at sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jum'at, Sabtu dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk". (HR. Muslim)

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: "Hari ini dinamakan Jum'at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam'u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah l memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah l berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (QS. 62:9)

Maksudnya, pergilah untuk melaksanakan shalat Jum'at dengan penuh ketenangan, konsentrasi dan sepenuh hasrat, bukan berjalan dengan cepat-cepat, karena berjalan dengan cepat untuk shalat itu dilarang. Al-Hasan Al-Bashri berkata: Demi Allah, sungguh maksudnya bukanlah berjalan kaki dengan cepat, karena hal itu jelas terlarang. Tapi yang diperintahkan adalah berjalan dengan penuh kekhusyukan dan sepenuh hasrat dalam hati. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 4/385-386).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: Hari Jum'at adalah hari ibadah. Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu mustajab pada hari Jum'at seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di bulan Ramadhan. (Zadul Ma'ad: 1/398).

KEUTAMAAN HARI JUM'AT
  1. Hari Terbaik "“Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Hurairah dan Muslim)

  2. Terdapat Waktu Mustajab untuk Berdo'a. "Sesungguhnya pada hari Jum'at terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu (H. Muttafaqun Alaih)

    Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:
    • Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at. Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya, “Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?” Lalu Abu Burdah mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.’” (HR. Muslim). Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.
    • Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.” (HR. Abu Dawud)
    Ibnu Qayyim Al Jauziah - setelah menjabarkan perbedaan pendapat tentang kapan waktu itu - mengatakan: "Diantara sekian banyak pendapat ada dua yang paling kuat, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadits yang sahih, pertama saat duduknya khatib sampai selesainya shalat. Kedua, sesudah Ashar, dan ini adalah pendapat yang terkuat dari dua pendapat tadi (Zadul Ma'ad Jilid I/389-390).

  3. Sedekah pada hari itu lebih utama dibanding sedekah pada hari-hari lainnya. Ibnu Qayyim berkata: "Sedekah pada hari itu dibandingkan dengan sedekah pada enam hari lainnya laksana sedekah pada bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya". Hadits dari Ka'ab menjelaskan: "Dan sedekah pada hari itu lebih mulia dibanding hari-hari selainnya".(Mauquf Shahih)

  4. Hari tatkala Allah menampakkan diri kepada hamba-Nya yang beriman di Surga. Sahabat Anas bin Malik z dalam mengomentari ayat: "Dan Kami memiliki pertambahannya" (QS.50:35) mengatakan: "Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jum'at".

  5. Hari besar yang berulang setiap pekan. "Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi ummat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri shalat Jum'at hendaklah mandi terlebih dahulu ……". (HR. Ibnu Majah)

  6. Hari dihapuskannya dosa-dosa. "Siapa yang mandi pada hari Jum'at, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi diantara dua orang untuk dilewatinya, kemudian shalat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum'at". (HR. Bukhari).

  7. Orang yang berjalan untuk shalat Jum'at akan mendapat pahala untuk tiap langkahnya, setara dengan pahala ibadah satu tahun shalat dan puasa. "Siapa yang mandi pada hari Jum'at, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah". (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah).

  8. Wafat pada malam hari Jum'at atau siangnya adalah tanda husnul khatimah, yaitu dibebaskan dari fitnah (azab) kubur. "Setiap muslim yang mati pada siang hari Jum'at atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah kubur". (HR. Ahmad dan Tirmizi, dinilai shahih oleh Al-Bani).
Amal-amalan yang disyari’atkan pada hari jum’at
  1. Memperbanyak shalawat atau puji-pujian kepada Rasulullah SAW. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari jum’at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari jum’at, maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku.” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)
  2. Membaca surat Al Kahfi. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at akan diberikan cahaya baginya diantara dua jum’at.” (HR. Al Hakim dan Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
  3. Memperbanyak do’a.
  4. Bagi kaum laki-laki wajib melaksanakan shalat jum’at.
Amalan-amalan shalat jum’at:
  • Mandi, bersiwak, dan memakai wangi-wangian.
  • Berpagi-pagi menuju tempat shalat jum’at.
  • Diam mendengarkan khatib berkhutbah.
  • Memakai pakaian yang terbaik.
  • Melakukan shalat sunnah selama imam belum naik ke atas mimbar.
Dengan melakukan amal-amalan yang disyari’atkan di hari jum’at mudah-mudahan kita mendapatkan ampunan dan keberkahan dari Allah SWT. Ampunan Allah SWT sendiri memang ada sepanjanjang kita mau bertaubat. Keberkahan Allah SWT juga bisa diberikan kapan saja, bukan hanya pada hari jum’at. Namun, sebagaimana Allah telah menjadikan kota Mekkah dan Madinah sebagai kota suci, menjadikan Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha sebagai masjid paling utama, menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan paling mulia diantara bulan-bulan lainnya, menjadikan malam lailatul qadar sebagai malam seribu bulan, menjadikan sepertiga malam sebagai waktu paling efektif untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq, begitupun hari jum’at, Allah telah menjadikan hari jum’at sebagai rajanya hari, sayyidul ayyam.

Namun, meskipun hari jum’at adalah hari istimewa, kita tidak selayaknya berlebih-lebihan menanggapinya atau mengkultuskannya. Tidak boleh kita terlalu menjadikan hari jum’at sebagai hari dimana semua ibadah dilakukannya di hari ini. Ya misalnya, kita mengkhususkan ibadah tertentu contohnya puasa khusus di hari jum’at saja atau kita mengkhususkan bacaan dzikir, doa dan membaca surat-surat tertentu yang khusus dilakukan di hari jum’at saja. Itu kan tidak boleh, kecuali yang sudah disyari’atkan oleh agama.

wallahu a'lam..
Baarakallaahu lakumaa wa baaraka 'alaikum
'May Allah swt shower His blessings upon you' Amin Sum'Aamin!
Wassalamu alaikum wa rahmatullah wabarakatuh

dari berbagi sumber

Pembagian Orang Kafir Dalam Islam


Bismillah,

Melihat berbagai peristiwa teror yang terjadi di berbagai negara, apalagi hal tersebut dituduhkan identik dengan syari’at yang mulia nan suci, melihat banyaknya kebingungan di kalangan kaum muslimin akibat syubhat (kerancuan) dan racun yang disusupkan oleh musuh-musuh Islam tentang terorisme dan melihat salah “terjemah” terhadap kalimat terorisme dan salah menempatkannya. Maka kami mengangkat fatwa-fatwa para ulama besar yang merupakan lentera di tengah gulita dan kelompok yang terus-menerus menampakkan kebenaran di setiap zaman sebagaimana dalam hadits yang mutawatir, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :

“Terus menerus ada sekelompok dari umatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu”. (Hadits Mutawâtir. Riwayat Al-Bukhâri, Muslim dan selainnya. Dilihat takhrijnya dalam Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah no. 270, 1955-1962 karya Imam Al-Albâny rahimahullâh. Dinyatakan mutawâtir oleh Ibnu Taimiyah dan selainnya. Baca Nazhmul Mutanâtsir Min Al-Ahâdîts Al-Mutawâtir hal. 151 karya Al-Kattâny)

Tulisan ini juga sebagai penjelasan hakikat syari’at Islam yang mulia dan agung.

Dan tulisan ini juga sebagai bantahan terhadap orang-orang yang penuh dengan nista pemikiran sesat dan bergelimang dengan lumpur penyimpangan yang menodai nama Islam dengan ulah terorismenya.

Dan sebagai bantahan terhadap orang-orang jahil dan bodoh yang menampilkan dirinya sebagai ahli fatwa yang berani mengucapkan statement yang mengidentikkan Islam dengan terorisme.

Dan yang lebih aneh lagi ucapan kotor ini keluar dari orang yang mengaku dirinya Ahlus Sunnah. Simak kalimatnya yang menyanjung pelaku peledakan gedung WTC dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001 : “Serangan berani penuh kepahlawanan dari para pemuda yang kecewa dengan kecongkakan Amerika Serikat” dan simak ucapannya yang lain “Kalau ditanya kepada kami :Bagaimana serangan terhadap Amerika itu, maka kami mengatakan bahwa cara itu tidak benar menurut pandangan syari’at. Kemungkinan besar memang Usamah berada di belakang penyerangan terhadap WTC dan Pentagon. Walaupun cara bunuh diri itu salah, bagi kami sasarannya benar. Kami memberi “applaus” kepada sasaran seperti itu”.

Kami angkat tulisan ini dengan harapan mengembalikan kaum muslimin kepada agama yang lurus dan mengangkat derajat mereka di dunia dan di akhirat. Amin.

Pembagian Orang Kafir dalam Islam

Orang kafir dalam syari’at Islam ada empat macam :

Pertama : Kafir Dzimmy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka.

Banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut diantaranya firman Allah Al-‘Aziz Al-Hakim :

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shogirun (hina, rendah, patuh)”. (QS. At-Taubah : 29).

Dan dalam hadits Buraidah riwayat Muslim Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa salllam bersabda :

“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa salllam apabila beliau mengangkat amir/pimpinan pasukan beliau memberikan wasiat khusus untuknya supaya bertakwa kepada Allah dan (wasiat pada) orang-orang yang bersamanya dengan kebaikan. Kemudian beliau berkata : “Berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah, bunuhlah siapa yang kafir kepada Allah, berperanglah kalian dan jangan mencuri harta rampasan perang dan janganlah mengkhianati janji dan janganlah melakukan tamtsil (mencincang atau merusak mayat) dan janganlah membunuh anak kecil dan apabila engkau berjumpa dengan musuhmu dari kaum musyrikin dakwailah mereka kepada tiga perkara, apa saja yang mereka jawab dari tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka ; serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka”.

Dan dalam hadits Al-Mughiroh bin Syu’bah riwayat Bukhary beliau berkata :

“Kami diperintah oleh Rasul Rabb kami shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam untuk memerangi kalian sampai kalian menyembah Allah satu-satunya atau kalian membayar Jizyah”.

Kedua : Kafir Mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dan kafir seperti ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan kesepakatan yang telah dibuat.

Allah Jalla Dzikruhu berfirman :

“Maka selama mereka berlaku istiqomah terhadap kalian, hendaklah kalian berlaku istiqomah (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah : 7).

Dan Allah berfirman :

“Kecuali orang-orang musyrikin yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi dari kalian sesuatu pun (dari isi perjanjian) dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kalian, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah : 4).

dan Allah Jallat ‘Azhomatuhu menegaskan dalam firman-Nya :

“Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin kekafiran itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti”. (QS. At-Taubah : 12).

Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr riwayat Bukhary :

“Siapa yang membunuh kafir Mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun”.

Ketiga : Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih berada dalam jaminan keamanan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Dan jika seorang di antara kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia agar ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui”. (QS. At-Taubah : 6).

Dan dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menegaskan :

“Dzimmah (janji, jaminan keamanan dan tanggung jawab) kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HSR. Bukhary-Muslim).

Berkata Imam An-Nawawy rahimahullah : “Yang diinginkan dengan Dzimmah di sini adalah Aman (jaminam keamanan). Maknanya bahwa Aman kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui), maka siapa yang diberikan kepadanya Aman dari seorang muslim maka haram atas (muslim) yang lainnya mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam Amannya".

Dan dalam hadits Ummu Hani` riwayat Bukhary beliau berkata :

“Wahai Rasulullah anak ibuku (yaitu ‘Ali bin Abi Tholib-pen.) menyangka bahwa ia boleh membunuh orang yang telah saya lindungi (yaitu) si Fulan bin Hubairah. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa salllam bersabda : “Kami telah lindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani`”.

Keempat : Kafir Harby, yaitu kafir selain tiga di atas. Kafir jenis inilah yang disyari’atkan untuk diperangi dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam.

Demikianlah pembagian orang kafir oleh para ulama seperti syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy, syeikh Ibnu ‘Utsaimin, ‘Abdullah Al-Bassam dan lain-lainnya. Dan bagi yang menelaah buku-buku fiqih dari berbagai madzhab akan menemukan benarnya pembagian ini. Wallahul Musta’an.

Penulis : Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Hukum Menyakiti Pendatang dan Para Turis di Negara-Negara Islam

Haram Berbuat Berbuat Kerusakan di Negara-Negara Islam dan Bukan Islam.

Pertanyaan: Apakah tindakan melakukan pembunuhan dan peledakan di sektor-sektor pemerintah di negara-negara kafir suatu keharusan dan termasuk perbuatan jihad? Jazakumullahu khairan.


Jawaban: Tidak, ini tidak boleh. Pembunuhan dan penghancuran adalah perbuatan yang dilarang, karena ia bisa mendatangkan bahaya bagi kaum muslimin, dan menyeret tindakan pembunuhan dan pengusiran terhadap kaum muslimin.

Ini adalah perbuatan yang tidak boleh, sesungguhnya yang disyari'atkan terhadap orang-orang kafir adalah berjihad fi sabilillah dan berperang melawan mereka di medan perang, apabila kaum muslimin punya kekuatan menyiapkan tentara dan memerangi orang-orang kafir, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah . Adapun melakukan penghancuran dan pembunuhan, maka hal ini bisa menyeret keburukan (malapetaka) terhadap kaum muslimin.

Saat Rasulullah masih berada di kota Makkah sebelum hijrah, beliau disuruh untuk menahan diri:
أَلَمْ تَرَإِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka:"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" ". (QS. an-Nisaa`

Beliau diperintahkan menahan diri dari memerangi orang-orang kafir, karena mereka tidak punya kemampuan melawan orang-orang kafir, dan jika mereka memerangi/membunuh orang-orang kafir niscaya mereka membunuh semua kaum muslimin, karena mereka lebih kuat dari kaum muslimin dan mereka (kaum muslimin) berada di bawah kekuasaan dan kekuatan mereka.

Maka tindakan pembunuhan menyebabkan pembunuhan terhadap kaum muslimin yang berada di dalam negeri, seperti yang sekarang kamu lihat dan kamu dengar. Ini bukan termasuk perkara dakwah dan bukan merupakan jihad fi sabilillah. Ini bisa menyebabkan keburukan (malapetaka) bagi kaum muslimin seperti yang sudah terjadi. Maka tatkala Rasulullah hijrah, beliau mempunyai tentara dan kaum Anshar, saat itulah diperintahkan berjihad, disuruh berjihad melawan orang-orang kafir.
Apakah Rasulullah saat masih berada di kota Makkah pernah melakukan pembunuhan? Sama sekali tidak, bahkan mereka dilarang dari hal itu.
Apakah mereka pernah merusak harta orang-orang kafir saat masih berada di kota Makkah? Sama sekali tidak pernah, mereka dilarang dari hal itu. Beliau disuruh berdakwah dan menyampaikan (ajaran agama) saja. Adapun memaksakan dan berperang, ini hanya setelah berada di kota Madinah, saat Islam sudah menjadi negara.


Syaikh al-Fauzan - Kalimah Mudhi`ah (kata-kata mutiara) dari para ulama tentang terorisme hal. 113-114 – dikumpulkan oleh Amar Abdul Mun'im Salim.

Berhati-hatilah dengan ucapan : Apa urusanmu?

Bilal bin Sa’id menyatakan :
”Berapa banyak orang yang bergembira justru terpedaya ; makan,minum dan tertawa, padahal telah dipastikan dalam takdir Allah bahwa ia akan menjadi bahan api Neraka.”

Aku membawa poci teh itu. Aku mulai merasa bahwa segala sesuatu bergerak dari tempatnya. Gelas-gelas seolah-olah berlari ke depan dan poci teh itu berbalik ke belakang. Namun aku memegang erat-erat nampan teh itu hingga berhasil kuletakkan. Saudaraku memanggil : ”Mari ke sini.”

Dengan lambat aku bergerak sambil malu-malu, malu karena grogi. ketika aku duduk, tiba-tiba kedua mataku sudah berada didepan matanya!! Aku mulai menekan tanganku dan menggerak-gerakkan jari-jariku. Aku tidak merasakan sakit dan tidak merasakan apa saja yang ada disekelilingku.

Mataku berkunang-kunang, detak jantungku bahkan terdengar dari jauh, sementara air mata menetes di kedua belah pipiku, mengaliri sungai dan lembah.

Pembicaraan saudaraku dan lelaki yang meminangku itu seputar cuaca di hari-hari ini, tentang hujan dan kebaikan-kebaikan lain. Ia juga bertanya kepadaku : ”Bagaimana kabarmu”? Aku mendengar pertanyaan itu, tetapi seolah kehilangan jawabannya. Lidahku terasa kelu untuk berbicara, berubah menjadi beku. Aku memaksa lidahku untuk bergerak. Aku katakan dengan suara yang tidak terdengar : ”Alhamdulillah.” Aku berfikir, sebaiknya aku berlari saja. Namun kedua kakiku justru seolah berkata : ”Jangan bergerak!!”

Ia memperhatikan kegugupan dan sikapku yang selalu diam. Ia mengarahkan pembicaraan kepada saudaraku. Aku menganggap itu kesempatan yang tidak datang untuk kedua kalinya. Lari!!

Beberapa saat kemudian, aku bernafas dengan terengah-engah. Aku meminta segelas air, dan segelas lagi.

Setelah saraf-sarafku sudah tenang, saudariku bertaya : ”Apakah semua ini karena malu?” Aku balik bertanya : ”Bagaimana perasaanmu melihat pertama kali lelaki yang bukan mahrammu?

Seminggu kemudian, tiba-tiba lelaki itu mengetuk pintu. Ayahku duduk bersamaku dan berbincang-bincang dengan lelaki itu. Kemudian lelaki tersebut menyerahkan maharnya.

Ayahku adalah orang yang tegas. Ia sudah banyak makan asam garam dalam persoalan dunia. Ia bertanya : ”Apa ini wahai anakku?” Lelaki itu menjawab : ”Itu mahar untuk kehormata...” Ayahku mengejutkan dengan pertanyaan : ”Semua ini mahar? Untuk digunakan untuk apa oleh anakku nanti?” Lelaki muda itu bingung menjawabnya. ”Bisa digunakan untuk membeli pakaian dan perhiasan.” Dengan lembut, ayahku berkata : ”Ini saja maharnya.” Ia mengambil sedikit dari uang itu, dan menyerahkan sisaya sambil berkata : ”Cukup emas saja! Putriku tidak pernah tahuseluk beluk emas, engkau saja yang beli. Adapun pakaian, kami akan menyiapkan untuknya seadanya, kemudian kewajibanmu untuk memberinya pakaian. Wahai anakku! Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling ringan maharnya. Kami telah membelimu dari semua yang datang melamar. Artinya, kami telah mengutamakan dirimu dari semua lelaki yang datang. Jangan kecewakan keinginan pada diriku. Kami menikahkanmu dengannya agar engkau memuliakannya dan menolongnya untuk taat kepada Allah dan berbuat kebaikan.”

Segala urusan beres. Semua orang dirumah turut bergembira, termasuk diataranya aku sendiri.

Ia seorang lelaki yang sebagaimana diceritakan oleh saudaraku, tidak pernah meninggalkannya senyumnya. Penampilannya menunjukkan kebaikannya. Tidak pernah meninggalkan sholat berjama’ah, dan selalu berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ia menggabungkan antara kebagusan akhlak dan agamanya.

Beberapa karakter yang cukup bagiku untuk memberitahukan kegembiraanku karenanya. Aku memuji Allah. Aku berkata kepada diriku sendiri masih banyak waktu tersisa. Namun ternyata aku harus memulai perjalanan Neraka. Perjalanan Neraka apa? Oh, perjalanan ke pasar.

Dahulu kami jarang sekali pergi ke pasar. Sekarang, urusan telah berubah. Setiap minggu, harus pergi ke pasar. Untukmengasah tekad kami, mengefisienkan waktu dan untuk dapat mengkalkulasi pengeluaran. Kami harus menyiapkan malam pengantin.

Aku berfikir : ”Kenapa kita tidak bersiap-siap seperti ini untuk menuju kuburan?” Persiapan,cita-cita, habisnya waktu ayah dan saudaraku, bertanya ke sana kemari tentang ini dan itu, berapa harganya?

Aku bertanya kepada saudariku : ”Kita harus mengatur diri kita dan waktu kita.” Aku menuliskan segala keperluanku dalam selembar kertas, kemudian kubagi-bagi sesuai tempat dan harinya.

Dengan cara demikian, aku bisa membatasi ke mana aku pergi dan apa yang harus kubeli.
Aku tidak akan memulai kehidupan suami istri dengan banyak dosa dan kemaksiatan. Namun aku mencari taufik, tidak ragu lagi tentu dengan cara selalu taat kepada Allah dan mematuhi perintah-perintahNya.

Sekali pergi ke pasar, mungkin aku membeli banyak yang aku inginkan. Aku tahu ke mana aku pergi dan apa yang aku akan beli, karena catatannya ada di tanganku.

Pada kali yang lain, aku pergi ke pasar. Ketika aku masuk ke tempat pembelian dan mengambil sebagian yang kuinginkan, tiba-tiba tempat itu menjadi sesak. Beberapa wanita berada di pojok, dihadapan setiap penjual. Mereka semua sama, sama-sama sebagai putri-putri Islam. Tetapi segalanya sudah jelas, perbedaannya sudah nampak. Satu diantaranya terlihat rambutnya, yang satu lagi menampakkan wajahnya, yang satu lagi terdengar suara gelang kakinya di tempat itu. Aku berniat berbicara dengan wanita yang membuka wajahnya : Untuk siapa gerangan ia menampakkan perhiasannya? Tidakkah engkau takut siksaan Allah? Wajahmu cantik, bagaimana wajah itu akan tahan menghadapi api neraka? Ingatlah bagaimana nanti bila engkau berbaring di alam kubur!! Ingatlah hari dihadapkan didepan Allah nanti!!

Aku mengumpulkan kata-kataku, akan tetapi tempat itu terlalu sesak dan dipenuhi orang-orang belanja. Akupun memilih untuk tidak memperdengarkan suaraku di hadapan laki-laki. Aku mencari lokasi tenang untuk menasehatiya. Aku berpikir untuk mencari waktu yang tepat. Namun tiba-tiba. Ada seorang lelaki yang memiliki tanda-tanda baik, ia bersama seorang wanita yang kemungkinan adalah isterinya atau saudara perempuannya.
Lelaki itu berbicara kepada wanita tadi : ”Wahai saudariku, hendaknya engkau menutupi dirimu. Seandainya engkau menutupi wajahmu, itu lebih baik bagimu.” Namu kulihat rasa malu sudah hilang dari wanita itu. Ia berkata keras : ”Apa urusanmu?”

Lelaki itu terdiam sebentar. Semua mata memandang kepada wanita itu. Kemudian lelaki itu berkata : ”Wahai sadariku, ucapanmu itu berbahaya. Dikhawatirkan enkau akan kafir karenanya. Jangan engkau merasa bangga dengan perbuatan dosa. Bertaubatlah kepada Allah.”

Kemudian ia melemahkansuaranya dan berdoa : ”Semoga Allah memberimu petunjuk.” Lelaki itu pergi. Aku membayangkan kalau urusannya sudah beres setelah kepergiannya. Namun ternyata berbagai cacian dan kecaman mengiringi kepergiannya. Ini urusanku, apa urusannya?

Adapun aku, sibuk memikirkan ucapannya : ”Khawatir engkau kafir?” Apa alasannya?
Aku bertanya kepada saudaraku, dan ia berjanji memberiku jawaban nanti. Akan tetapi berlalu satu minggu, tidak ada juga jawabannya.

Aku juga bertanya pada diriku sendiri : ”apakah lelaki itu mengucapkan ucapannya itu dengan panas hatinya? Apakah layak seorang muslim yang memberikan nasehat untuk mengucapkan kalimat atas nama Allah yang tidak dia ketahui? Aku bertekad insya Allah dengan segala kemampuanku untuk mencari tahu persoalan itu. Aku bertanya dan bertanya, namun tidak juga mendapatkan jawaban yang memuaskan. Karena aku terlalu sibuk, aku lupa dengan persoalan itu dan berhenti untuk bertanya-tanya.

Beberapa bulan kemudian setelah pernikahanku, kembali kata-kata itu terngiang di telingaku. Aku bertanya kepada suamiku. Suami menjawab : Ucapannya benar. Aku pernah mendengarkan ucapan semacam itu, tetapi dimana aku tidak ingat.”

Hari-haripun berlalu. Sehingga aku sempat membaca sebatas yang mampu kucari berkali-kali. Tiba-tiba aku mendapatkan hal yang mengejutkan. Dalam Hasyiah Ibni Abidin bahwa orang yang mengatakan ”ini urusanku” ketika diberikan amar ma’ruf nahi mungkar maka ia murtad. Aku juga membaca bahwa orang yang megatakan ”ini urusanku” ketika diberi amar ma’ruf nahi mungkar maka dikhawatirkan ia akan kafir. Aku mengulang membacaya sekali lagi dan bertanya kepada diriku sendiri : ”Apakah sudah sampai kepada hal demikian kejahilan yang menimpa kaum muslimin sekarang ini sehingga mereka memerangi Allah dan RasulNya? Lalu murtad dari Islam?"
--------------------------
----------------
Hikmah : Jangan langsung menolak nasihat kebenaran ketika pertama kali datang, renungi dulu...deh.
"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka tidak beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (QS. 6:110) "
----------
(Kisah Nyata : Perjalanan Menuju Hidayah) Oleh : Syaikh Abdul Malik Al-Qosim
Dari Catatan Muhammad Yusrinal

Kebenaran Bukanlah dari Hawa Nafsu

Saudariku,
Tanyakanlah lagi pada hati kecil kita, benarkah kita ini mukmin, sudah benarkah cara kita beriman, kemudian tanyakan lagi, apakah keimanan kita itu sudah seperti apa yang diinginkan Allah. Karena jika hati kita masih merasa tidak cocok/’sreg’ dengan syari’at yang kita terima (terasa ada penolakan dan keraguan dalam hati kita), maka kita harus berhati-hati jangan sampai kita menjadi orang yang munafik yang disebutkan dalam firman Allah,

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)

Saudariku,
Jadikanlah hati kita ini hati yang hidup, hati yang sehat, hati yang selamat, yang jika ia mendengar suatu perintah agama (syari’at) sesuai Al Qur’an dan As Sunnah, maka ia melaksanakan tanpa menanyakan sebabnya, begitu juga saat mendengar ada larangan syari’at. Janganlah kita menimbang-nimbang, jika nanti perintah/larangan itu menguntungkan kita, maka kita akan patuh padanya. Jika ini yang kita lakukan, maka ketundukan kita terhadap kebenaran bukanlah karena mencintai Allah dan RosulNya, tapi karena hawa nafsu, dan ini termasuk syirik, karena kita beramal bukan karena Allah.

Berusahalah untuk melakukan kebenaran tersebut. Jika kita belum mampu melakukannya, maka setidaknya kita tidak menolaknya, tapi tanamkan dalam hati bahwa ‘inilah yang paling benar, yang akan dapat menyelamatkanku’ dan berusahalah semampunya untuk belajar mengamalkannya sedikit demi sedikit sehingga tidak ada lagi penolakan dalam hati kita dan kita dapat dengan ringan mengamalkannya.

Dari Syafi’i diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Setiap orang yang membangkang dan menentangku ketika aku melakukan kebenaran, akan kupandang sebelah mata. Dan setiap yang menerima kebenaran itu, pasti aku segani dan aku yakin bahwa aku mencintainya.”

Diriwayatkan bahwa Hatim al Ashan berkata, “Aku senang bila orang yang mendebat diriku ternyata dia benar. Sebaliknya aku bersedih kalau orang yang mendebat diriku ternyata keliru.”

Demikianlah Saudariku,
Sikap para ulama dalam menerima kebenaran. Hendaknya kita sebagai tholabul ‘ilmi juga mengikuti jejak para pewaris Nabi tersebut, sehingga sikap kita ini akan menyelamatkan diri kita dari kesesatan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu dan kejahilan kita.

Penyusun: Ummu Hafidz D
Muroja’ah: Ust. Abu Salman

Kamis, 16 Juli 2009

Kecupan Kasih Sayang


Penulis : Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran

Banyak hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mengungkapkan kasih sayangnya kepada sang anak. Islam sebagai agama nan sempurna melalui kisah Rasul-Nya banyak memberikan teladan dalam hal ini.

Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kasih sayang di dalam qalbu ayah dan bunda, sehingga senantiasa menghiasi segala apa yang ada antara ayah bunda dengan buah cinta mereka. Gambaran apa pun yang ada di antara ayah-ibu dengan anak mereka, tak lain melambangkan kasih sayang mereka. Sekeras apa pun tabiat sang ayah atau bunda, di sana tersimpan kecintaan yang besar terhadap putra-putrinya.

Besarnya kasih sayang ini terlukis dari ungkapan lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melihat seorang ibu di antara para tawanan. Kisah ini disampaikan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu:

قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبِيٌّ ، فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَبِيِّ تّحْلُبُ ثَدَيْهَا تَسْقَى إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَبِيِّ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةٌ وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟ قُلْنَا : لاَ ، وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحُهُ . فَقَالَ : لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا.

“Datang para tawanan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ternyata di antara para tawanan ada seorang wanita yang buah dadanya penuh dengan air susu. Setiap dia dapati anak kecil di antara tawanan, diambilnya, didekap di perutnya dan disusuinya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kalian menganggap wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?” Kami pun menjawab, “Tidak. Bahkan dia tak akan kuasa untuk melemparkan anaknya ke dalam api.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih penyayang daripada wanita ini terhadap anaknya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5999)

Banyak hal yang bisa menjadi ungkapan kasih sayang. Pun yang demikian tak ditinggalkan oleh syariat, hingga didapati banyak contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana beliau mengungkapkan kasih sayang kepada anak-anak.
Satu contoh yang beliau berikan adalah mencium anak-anak. Bahkan beliau mencela orang yang tidak pernah mencium anak-anaknya.

Kisah-kisah tentang ini bukan hanya satu dua. Di antaranya dituturkan oleh shahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

قَبَّلَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيِّ وَعِنْدَهُ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسِ التَّمِيْمِي جَالِسًا، فَقَالَ الأَقْرَعُ : إِنَّ لِيْ عَشْرَةً مِنَ الوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا . فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: مَنْ لاَ يَرْحَمْ لاَ يُرْحَمْ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium Al-Hasan bin ‘Ali, sementara Al-Aqra’ bin Habis At-Tamimi sedang duduk di sisi beliau. Maka Al-Aqra’ berkata, “Aku memiliki 10 anak, namun tidak ada satu pun dari mereka yang kucium.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangnya, lalu bersabda, “Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5997 dan Muslim no. 2318)

Para ulama menjelaskan bahwa ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini umum, mencakup kasih sayang terhadap anak-anak maupun selain mereka. (Syarh Shahih Muslim, 15/77)
Begitu pula yang diceritakan oleh istri beliau, ‘Aisyah bintu Abu Bakr radhiallahu ‘anhuma:

جَاءَ أَعْرَبِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : تُقَبِّلُوْنَ الصِّبْيَانَ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: أَوَ أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

“Seorang Arab gunung datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian mengatakan, “Kalian biasa mencium anak-anak, sedangkan kami tidak biasa mencium mereka.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Sungguh aku tidak memiliki kuasa apa pun atasmu jika Allah mencabut rasa kasih sayang dari qalbumu.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5998 dan Muslim no. 2317)

Itulah penekanan beliau, sementara gambaran kasih sayang kepada anak yang lebih jelas dan lebih indah dari itu semua didapati dalam diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau menyambut putrinya, Fathimah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha. Peristiwa ini dilukiskan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah bintu Abu Bakr radhiallahu ‘anhuma:

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ كَانَ أَشْبَهَ بِالنَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلاَمًا وَلاَ حَدِيْثًا وَلاَ جِلْسَةً مِنْ فَاطِمَةَ . قَالَتْ : وَكَانَ النَّبْيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَآهَا قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ، ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا فَجَاءَ بِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ، وَكَانَ إِذَا أَتَاهَا النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحَّبَتْ بِهِ ، ثُمَّ قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَبَّلَتْهُ . وَأَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًَّمَ فِيْ مَرَضِهِ الَّذِي قُبِضَ فِيْهِ، فَرَحَّبَ وَقَبَّلَهَا، وَأَسَرَّ إِلَيْهَا، فَبَكَتْ، ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيْهَا، فَضَحِكَتْ، فَقُلْتُ لِلنِّسَاءِ : إِنْ كُنْتُ لأَرَى أَنَّ لِهَذِهِ الْمَرْأَةِ فَضْلاً عَلَى النِّسَاءِ، فَإِذَا هِيَ مِنَ النِّسَاءِ ! بَيْنَمَا هِيَ تَبْكِي إِذَا هِيَ تَضْحَكُ ! فَسَأَلْتُهَا : مَا قَالَ لَكَ ؟ قَالَتْ : إِنِّي إِذًا لَبَذِرَةٌ ! فَلَمَّا قُبِضَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ : أَسَرَّ إِلَيَّ فَقَالَ : (( إِنِّي مَيِّتٌ )) فَبَكَيْتُ ، ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيَّ فَقَالَ : (( إِنَّكِ أَوَّلَ أَهْلِي بِي لُحُوْقًا )) فَسَرَرْتُ بِذَلِكَ فَأَعْجَبَنِي .

“Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih mirip dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bicara maupun duduk daripada Fathimah.” ‘Aisyah berkata lagi, “Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila melihat Fathimah datang, beliau mengucapkan selamat datang padanya, lalu berdiri menyambutnya dan menciumnya, kemudian beliau menggamit tangannya dan membimbingnya hingga beliau dudukkan Fathimah di tempat duduk beliau. Demikian pula jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepada Fathimah, maka Fathimah mengucapkan selamat datang pada beliau, kemudian berdiri menyambutnya, menggamit tangannya, lalu mencium beliau. Suatu saat, Fathimah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau menderita sakit menjelang wafat. Beliau pun mengucapkan selamat datang dan menciumnya, lalu berbisik-bisik kepadanya hingga Fathimah menangis. Kemudian beliau berbisik lagi padanya hingga Fathimah tertawa. Maka aku berkata pada para istri beliau, ‘Aku berpandangan bahwa wanita ini memiliki keutamaan dibandingkan seluruh wanita, dan memang dia dari kalangan wanita. Dia tengah menangis, kemudian tiba-tiba tertawa.’ Lalu aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang beliau katakan padamu saat itu?’ Fathimah menjawab, ‘Kalau aku mengatakannya, berarti aku menyebarkan rahasia.’ Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat, Fathimah berkata, ‘Waktu itu beliau membisikkan padaku: Sesungguhnya aku hendak meninggal. Maka aku pun menangis. Kemudian beliau membisikkan lagi: Sesungguhnya engkau adalah orang pertama yang menyusulku di antara keluargaku. Maka hal itu menggembirakanku’.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no.725)

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, seorang shahabat yang senantiasa menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam melayaninya pun turut mengungkapkan bagaimana rasa sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada putranya yang lahir dari rahim Mariyah Al-Qibthiyyah radhiallahu ‘anha:

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالعِيَالِ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صِلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ : كَانَ إِبْرَاهِيْمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ فِي عَوَالِي الْمَدِيْنَةِ . فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ . فَيَدْخُلُ البَيْتَ وَإِنَّهُ لَيُدَّخَنُ . وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا . فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ ثُمَّ يَرْجِعُ

“Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih besar kasih sayangnya kepada keluarganya dibandingkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Anas berkata lagi, “Waktu itu, Ibrahim sedang dalam penyusuan di suatu daerah dekat Madinah. Maka beliau berangkat untuk menjenguknya, sementara kami menyertai beliau. Kemudian beliau masuk rumah yang saat itu tengah berasap hitam, karena ayah susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Kemudian beliau merengkuh Ibrahim dan menciumnya, lalu beliau kembali.” (Shahih, HR. Muslim no. 2316)

Kisah ini menunjukkan kemuliaan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta kasih sayangnya terhadap keluarga dan orang-orang yang lemah. Juga menjelaskan keutamaan kasih sayang terhadap keluarga dan anak-anak, serta mencium mereka. Di dalamnya juga didapati kebolehan menyusukan anak pada orang lain. Demikian dijelaskan oleh Al-Imam An-Nawawi. (Syarh Shahih Muslim, 15/76)

Kalaulah dibuka perjalanan para pendahulu yang shalih dari kalangan shahabat radhiallahu ‘anhum, hal ini pun ditemukan di kalangan mereka. Bahkan dilakukan oleh shahabat yang paling mulia, Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakr radhiallahu ‘anhu tiba di Madinah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hijrah, dia mendapati putrinya, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha sakit panas. Al-Barra’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu yang menyertai Abu Bakr saat menemui putrinya mengatakan:

فَدَخَلْتُ مَعَ أَبِيْ بَكْرٍ عَلَى أَهْلِهِ، فَإِذَا عَائِشَةُ ابْنَتُهُ مُضْطَجِعَةٌ قَدْ أَصَابَتْهَا حُمَّى، فَرَأَيْتُ أَبَاهَا يُقَبِّلُ خَدَّهَا وَقَاَل : كَيْفَ أَنْتِ يَا بُنَيَّة ؟

“Kemudian aku masuk bersama Abu Bakr menemui keluarganya. Ternyata ‘Aisyah putrinya sedang berbaring, terserang penyakit panas. Maka aku melihat ayah ‘Aisyah mencium pipinya dan berkata, ‘Bagaimana keadaanmu, wahai putriku?‘.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 3918)

Inilah kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang ayah yang paling mulia di antara seluruh manusia. Tak segan-segan beliau mendekap dan mencium putra-putri dan cucu-cucunya. Begitu pun yang beliau ajarkan kepada seluruh manusia. Keberatan apa lagikah yang menggayuti seseorang yang mengaku mengikuti beliau untuk mengungkapkan kasih sayang di hatinya dengan pelukan dan ciuman kepada anak-anaknya?
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab

Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=167
Dalam pembahasan yang telah lalu dibahas langkah-langkah dalam menuntut ilmu syar’i. Berikut ini marilah kita bahas langkah pertama, MENGIKHLASKAN NIAT DALAM MENUNTUT ILMU.

Menuntut ilmu harus ikhlas karena Allah Ta’ala, dan seseorang tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar menyemmbah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al Bayyinah : 5)

Menuntut ilmu bukan karena Allah Ta’ala termasuk dosa besar, dan tercegah dari aroma Surga, dan Allah menyediakan adzab yang pedih bagi orang yang meniatkannya bukan karena Allah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut imu syar’I yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya kecuali untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya Surga pada hari Kiamat.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, al Hakim, Ibnu Hibban, dari Abu Hurairah, hadits shahih)

Kita juga tidak boleh menuntut ilmu dengan tujuan berbantahan dengan ulama atau membantah orang-orang bodoh atau agar kita merasa lebih hebat dala suatu majelis. Barangsiapa yang melakukan demikian, maka bersiap-siaplah dengan Neraka. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Janganlah kalian mencari ilmu dengan tujuan berbangga-bangga di hadapan ulama, membantah orang bodoh, dan janganlah kalian memilih majelis untuk mendapatkan perhatian orang. Barangsiapa yang melakukan hal itu maka tempatnya di Neraka, di Neraka” (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al Hakim, Ibnu Abdil Barr, dari Jabir bin Abdillah, hadits shahih)

Para ulama pun memberikan motivasi agar kaum muslimin menuntut ilmu syar’I semata-mata mencari keridhaan Allah Ta’ala dan memberikan peringatan yang keras kepada orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap keridhaan Allah.

Isra’il bin Yunus (wafat 160 H) rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa menuntut ilmu unu karena Allah Ta’ala maka ia mulia dan bahagia di dunia. Dan barangsiapa menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ia merugi dunia dan akhirat.”

Al Khatib al Baghdadi (wafat 463 H) rahimahullah berkata, “Kemudian aku wasiatkan kepadamu wahai penuntut ilmu! Luruskalah niat dalam menuntut ilmu dan bersungguh sungguhlah dalam mengamalkannya. Karena ilmu syar’I ibarat pohon dan amal iibarat buahnya. Dan seseorang tidak dianggap sebagai orang yang berilmu selama ia belum mengamalkan ilmunya.”

Imam Ibnu Jama’ah (wafat 733 H) rahimahullah mengatakan, “Niat yang baik dalam menuntut ilmu adalah hendaklah ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, beramal dengannya, menghidupkan syariat, menerangi hatinya, menghiasi bathinnya, dan mengharap kdekatan dengan Allah pada hari Kiamat, serta mencari segala apa yang Allah sediakan untuk ahlinya (ahli ilmu) berupa keridhaan dan karunia yang besar. Dan janganlah bertujuan untuk memperoleh kepemimpinan, jabatan, kehormatan, dan harta, berbangga di hadapan teman-temannya, diagungkan manusia, menjadi pemimpin di majelis dan yang sepertinya…”

Demikian pembahasan mengenai niat yang ikhlas karena Allah Ta’ala. Semoga Allah memberikan kita semua taufik untuk bias ikhlas dalam meniatkan seluruh amalan hanya karena mengharap pertemuan dengan-Nya di Surga.

Allahumma inni as’alukal ladzatan nazhoro ilaa wajhika, wa syauqon ilaa liqooika – Ya Allah sesungguhnya aku memohon kelezatan memandang wajah-Mu dan kerinduan kepada bertemu denganmu.

LANGKAH KE DUA : MEMOHON ILMU YANG BERMANFAAT KEPADA ALLAH TA’ALA (TTG ILMU SERI KE-11)

Permintaan pertemanan terkirim.
16 Juli jam 16:29
Setelah kita berusaha sekuat tenaga untuk meng-ikhlaskan niat menuntut ilmu hanya karena Allah Ta’ala, maka langkah selanjutnya adalah memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepada-Nya.

Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya untuk memohon ilmu dan memohon tambahan ilmu. Allah Berfirman yang artinya, “Dan katakanlah : Wahai rabbku, tambahkanlah ilmu kepadaku.” (QS Thaahaa : 114)

Diantara doa yang dipanjatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam adalah, “Ya Allah aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizqi yang halal, dan amal yang diterima.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, an Nasai, dari Ummu Salamah radhiyallahu anha, hadits shahih)

Juga doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, “Ya Allah, berikanlah menfat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu padaku. (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhum, hadits shahih)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Mintalah ilmu yang bermanfaat kepada Allah, dan berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah, hadits hasan)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan hal tersebut karena banyak kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat, seperti ilmu kalam/filsafat, ilmu hukum sekuler, dan lainnya. Maka kita memohon kepada Allah Ta’ala ilmu yang bermanfaat dan mohon dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu, nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR Muslim, An Nasai, dari Zaid bin al Arqam radhiyallahu anhum, hadits shahih)

Semoga setelah kita memahami hal ini, kita dapat memanfaatkan waktu diisi dengan menuntut ilmu yang bermanfaat dan Allah lindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Wallahu a’lam.

Maraji’ : Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga – Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawaz

Surga dan Neraka dalam pandangan malaikat Jibril Alaihi sallam.

Dalam suatu hadits Rasulullah Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda ,“Takkala ALLOOH Tabaaroka wa Ta’ala menciptakan surga dan neraka, ALLOOH Tabaaroka wa Ta’ala mengutus Jibril Alaihi sallam menuju surga lalu (ALLOOH) berfirman,lihatlah surga dan segala sesuatu telah Aku persiapkan untuk penduduknya disana .”
Beliau Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “maka datanglah Jibril Alaihi sallam melihat kepada surga beserta segala sesuatu yang ALLOOH Tabaaroka wa Ta’ala siapkan untuk penduduk nya.”
Beliau Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda,”lalu kembalilah Jibril Alaihi sallam kepada-Nya dan berkata,” Demi kemuliaan-Mu,tidaklah seorang pun mendengar tentang nya kecuali dia pasti memasuki nya”, Lalu ALLOOH Tabaaroka wa Ta’ala memerintahkan agar surga diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa manusia dan ALLOH Tabaaroka wa Ta’ala berfirman, “Kembalilah kepadanya, lihatlah apa yang telah Aku perasiapkan untuk penduduknya!”
Beliau Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “Maka kembalilah Jibril menuju surga dan ternyata surga telah diliputi perkara-perkara yang dibenci”. Lalu Jibril Alaihi Sallam kembali kepadaNya dan berkata, “Demi KemuliaanMu, sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang memasukinya”. Lalu ALLOH Tabaaroka wa Ta’ala berfirman, “ Pergilah ke Neraka, lihatlah kepadanya dan apa yang telah Aku persiapkan untuk penduduknya di sana!”.
Beliau Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “Lalu Jibril Alaihi Sallam melihatnya dan ternyata Neraka itu saling bertumpuk-tumpuk”. Maka kembalilah Jibril Alaihi Sallam kepadaNya dan berkata,”Demi KemuliaanMu ya Alloh, tidak akan ada seorangpun yang mendengar tentangnya, lalu memasukinya”, lalu ALLOH Tabaaroka wa Ta’ala memerintahkan agar Neraka diliputi perkara-perkara yang disukai jiwa manusia, kemudian ALLOH Tabaaroka wa Ta’ala berfirman, “Kembalilah ke neraka !” maka kembalilah Jibril Alaihi Sallam kepadanya dan berkata, “Demi KemuliaanMu ya Alloh, sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang selamat darinya melainkan akan memasukinya”. (riwayat Abu Daud, An Nasa’I, dan At Tirmidzi, dinyatakan Hasan oleh Al-Albani)

Sumber : Majalah Nikah volume 8, 15 Juli – 15 Agustus 2009.

Meniti Keluarga Sakinah dengan Akhlak Terpuji (2)


بسم الله الر حمن الر حيم
Meniti Keluarga Sakinah dengan Akhlak Terpuji
Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Teladan dalam Berumah Tangga.
Meniti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kehidupan berumah tangga adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim yang menginginkan kebahagiaan dalam berumah tangga. Hal ini masuk dalam keumuman firman Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur`an:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Allah Subhanahu wa ta’ala telah bersumpah tentang keagungan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلَاقِ. -وَفِي رِوَايَةٍ- إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.” –Dan di dalam sebuah riwayat-: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kebagusan akhlak.” (HR. Al-Imam Ahmad di dalam Musnad (2/318) dan Al-Imam Al-Bukhari di dalam Al-Adab no. 273 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
كَانَ رَسُولُ اللهِ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا
“Rasulullah adalah orang yang paling bagus akhlaknya.” (HR. Al-Bukhari no. 6203 dan Muslim no. 659 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada saudaranya tatkala datang berita diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Pergilah engkau ke lembah itu dan dengar apa ucapannya.” Kemudian dia kembali lalu menyampaikan:
رَأَيْتُهُ يَأْمُرُ بِمَكَارِمَ اْلأَخْلَاقِ
“Aku melihat dia memerintahkan kepada budi pekerti yang baik.” (HR. Al-Bukhari no. 3861 dan Muslim no. 2474)
Seseorang tidak akan menemukan kekecewaan bila dia menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri teladan dalam semua tatanaan kehidupannya. Baik ketika dia seorang diri, berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dia akan berbahagia di saat banyak orang dirundung kesedihan. Dia akan tentram di saat orang-orang dirundung kegelisahan. Dia akan terbimbing di saat semua orang tersesat jalannya. Dia akan tabah dan sabar di saat orang lain gundah gulana.
وَإِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk.” (An-Nur: 54)
Hisyam bin ‘Amir berkata kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Wahai Ummul Mukminin, beritahukan kepadaku tentang akhlak Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidakkah kamu membaca Al-Qur`an?” Hisyam bin Amir berkata: “Iya.” ‘Aisyah berkata:
كَانَ خُلُقُ نَبِيِّ اللهِ الْقُرْآنُ
“Akhlak Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Al-Qur`an.” (HR. Muslim no. 746)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Keluarga Beliau.
Sungguh amat sangat menarik bila dikaji kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama istri-istri beliau. Sebuah kehidupan indah, yang mestinya ditulis dengan tinta emas, dan telah diabadikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala hingga hari kiamat. Sehingga setiap umat beliau yang kembali ke jalan As-Sunnah akan mengetahui hal itu. “Indahnya hidup bersama Sunnah Rasulullah”, itulah ucapan yang akan keluar dari orang yang telah mencium aroma As-Sunnah walaupun sedikit. Mari kita menelaah beberapa riwayat tentang indahnya hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama keluarga beliau, yang semuanya itu merupakan buah dari akhlak yang mulia dan agung.
Telah disebutkan di dalam kitab-kitab As-Sunnah seperti kitab Shahih Al-Imam Al-Bukhari, Shahih Al-Imam Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa`i dan selain mereka. Lihat nukilan beberapa riwayat dalam kitab Ash-Shahihul Musnad Min Syama`il Muhammadiyyah. (1/384-420, karya Ummu Abdullah Al-Wadi’iyyah)

1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kelembutan beliau bersama istri-istrinya.
Beliau tidur satu selimut, beliau mandi berduaan dan mencium istrinya sekalipun dalam keadaan berpuasa, serta bercumbu rayu sekalipun dalam keadaan haid, sebagaimana hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 1807) dari Hafshah radhiyallahu ‘anha dan datang pula dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (no. 1928) dan Muslim (no. 1851):
كَانَ رَسُولُ اللهِ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Rasulullah mencium (istrinya) dalam keadaan beliau berpuasa.”
Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha (HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 322 dan Muslim 444) bercerita kepada Zainab putrinya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumnya dalam keadaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa, dan beliau radhiyallahu ‘anha pernah mandi bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sebuah bejana dalam keadaan junub.

2. Rasulullah menyenangkan istrinya dengan sesuatu yang bukan merupakan maksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebagaimana riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Aku melihat Rasulullah menutupi aku dengan selendangnya, dan aku melihat kepada anak-anak Habasyah yang sedang bermain di masjid hingga akulah yang bosan.” (HR. Al-Bukhari)

3. Berbincang-bincang bila memiliki kesempatan.
Sebagaimana dalam riwayat dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah shalat dalam keadaan duduk dan membaca dalam keadaan duduk. Dan bila masih tersisa dalam bacaannya sekitar 30 atau 40 ayat, beliau berdiri dan membacanya dalam keadaan berdiri. Kemudian beliau ruku’ dan sujud. Dan beliau lakukan hal itu pada rakaat kedua bila beliau menunaikan shalatnya. Jika aku bangun, beliau berbincang-bincang denganku dan bila aku tidur beliau juga tidur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan istrinya.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:
أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ قَالَتْ: فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَيَّ، فَلَمَّا حَمِلَتِ اللَّحْمُ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي، قَالَ: هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ
“Tatkala dia bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan, dia berkata: ‘Aku berlomba lari dengan beliau dan aku memenangkannya.’ Tatkala aku gemuk, aku berlomba (lagi) dengan beliau dan beliau memenangkannya. Beliau berkata: “Kemenangan ini sebagai balasan atas kemenanganmu yang lalu.” (HR. Abu Dawud, 7/423 dan Ahmad, 6/39)


Meniti Keluarga Sakinah dengan Akhlak Terpuji
Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah

5. Khidmat (pelayanan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rumah tangga
Diriwayatkan dari Aswad, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Apa yang diperbuat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rumahnya?” Dia berkata: “Beliau selalu membantu keluarganya, dan bila datang panggilan shalat beliau keluar menuju shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 676, 5363 dan Ahmad, 6/49)

6. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenda gurau dengan istrinya, dengan menyebutkan satu sifat yang ada pada diri sang istri, sebagaimana riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. (HR. Al-Bukhari no. 5228 dan Muslim no. 4469)

7. Rasulullah menyenangkan istrinya dengan cara minum dari bekas mulut istrinya dan makan dari bekas tempat makan istrinya, sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. (HR. Muslim no. 300)

8. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam cemburu melebihi kecemburuan para sahabat beliau.
قَالَ سَعْدُ بْنِ عُبَادَةَ: لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَحٍ. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صلى الله عيه وسلم فَقَالَ: أَتَعْجَبُونَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ؟ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّي
Sa’d bin ‘Ubadah berkata: “Jika aku menjumpai seseorang bersama istriku niscaya aku akan memenggalnya dengan pedang pada sisi yang tajam.” Sampailah ucapan itu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau bersabda: “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’d ? Sungguh, aku lebih cemburu darinya, dan Allah lebih cemburu dariku.” (HR. Al-Bukhari no. 6846 dan Muslim no. 2754)
Beberapa contoh yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah sebagai aplikasi dari wujud taqarrub kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, bukan semata-mata kebahagiaan dunia. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Apabila seseorang mempergauli istrinya dengan cara yang baik, janganlah semata-mata hanya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia semata. Bahkan hendaknya dia berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan melaksanakan apa yang diwajibkan atasnya. Masalah ini terlalaikan dari banyak orang. Dia berniat hanya melanggengkan pergaulannya semata dan dia tidak berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka hendaklah setiap orang mengetahui bahwa dia sedang melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala: ‘Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik’.” (Asy-Syarhul Mumti’, 5/357)

Beberapa Akhlak Menuju Keluarga Sakinah
Setiap orang muslim meyakini tentang kedudukan akhlak dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Di sini, ada beberapa akhlak dan adab yang harus ada pada suami-istri, yakni berupa hak di antara keduanya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (Al-Baqarah: 228 )

1. Keduanya memiliki sifat amanah.
Jangan sekali-kali salah satu dari keduanya mengkhianati yang lain, karena mereka berdua tak ubahnya dua orang yang sedang berserikat, sehingga dibutuhkan amanah, menerima nasihat, jujur dan ikhlas di antara keduanya dalam segala kondisi.

2. Memiliki kasih sayang di antara keduanya.
Sang istri menyayangi suami dan begitu juga sebaliknya, sang suami menyayangi istrinya. Ini merupakan perwujudan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Rum: 21)

3. Menumbuhkan rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Jangan sekali-kali terkotori dengan keraguan terhadap kejujuran, amanah, dan keikhlasannya.

4. Lemah lembut, wajah yang selalu ceria, ucapan yang baik dan penuh penghargaan. Hal ini masuk dalam keumuman firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Bergaullah dengan mereka secara patut.” (An-Nisa`: 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Inginkan dan lakukan kebaikan untuk kaum wanita.” (Lihat Minhajul Muslim, 1/102). Wallahu a’lam

Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=643

Pengaruh Dosa Atau Maksiat

Bismillah,
Pengaruh dosa terhadap hati seperti bahayanya racun bagi tubuh. Dan tidak ada suatu kejelekan di dunia dan di akhirat kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat.

Apakah yang menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga -tempat yang penuh kelezatan dan kenikmatan- kepada negeri yang terdapat berbagai penderitaan (dunia)?!

Apa pula yang menyebabkan Iblis diusir dari kerajaan yang ada di langit serta mendapat kutukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala?!

Dengan sebab apa kaum Nabi Nuh ‘alaihissallam yang kufur ditenggelamkan oleh banjir, kaum ‘Aad dibinasakan oleh angin, serta berbagai siksaan di dunia yang menimpa umat-umat terdahulu sehingga ada yang diubah tubuhnya menjadi kera dan babi?!

Itu semua adalah akibat dari dosa yang mereka lakukan. Hendaklah peristiwa yang telah berlalu cukup menjadi pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang setelahnya. Karena orang yang baik adalah yang mampu mengambil pelajaran dari orang lain dan bukan menjadi pelajaran yang jelek bagi generasi setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ اْلأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa sebab dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al-‘Ankabut: 40)

1. Dosa menghalangi seorang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu merupakan cahaya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala letakkan pada hati seseorang, sedangkan maksiat yang akan meredupkan cahaya tersebut. Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu duduk di hadapan gurunya, Al-Imam Malik, sang guru melihat kesempurnaan pemahaman Asy-Syafi’i t. Maka ia berpesan kepadanya: “Sungguh, aku memandang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meletakkan pada hatimu cahaya, maka janganlah kau padamkan dengan gelapnya kemaksiatan.”

2. Maksiat menyebabkan seorang terhalang dari rizki, sebagaimana sebaliknya yaitu takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mendatangkan rizki.

3. Adanya kegersangan pada hati orang yang berbuat maksiat dan kesenjangan antara dia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

4. Disulitkan urusannya, sehingga tidaklah ia menuju kepada suatu perkara kecuali ia mendapatkannya tertutup.

5. Kegelapan yang ia dapatkan pada hatinya. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah, cahaya di hati, luasnya rizki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk. Sedangkan kejelekan (kemaksiatan) akan menimbulkan hitamnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rizki, dan kebencian hati para makhluk.

6. Kemaksiatan melenyapkan barakah umur serta memendekkannya. Karena, sebagaimana kebaikan menambahkan umur, maka (sebaliknya) kedurhakaan memendekkan umur.

7. Tabiat dari kemaksiatan adalah melahirkan kemaksiatan yang lainnya. Lihatlah hasad yang ada pada saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihissallam yang menyeret mereka kepada tindakan memisahkan antara bapak dan anaknya sehingga menimbulkan kesedihan pada orang lain, memutuskan hubungan kekerabatan, berucap dengan kedustaan, membodohi orang, dan yang sejenisnya.

8. Kemaksiatan menjadikan seorang hamba hina di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Mereka (pelaku maksiat) rendah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya, karena seandainya mereka orang yang mulia di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan jaga mereka dari dosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُهِنِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya.” (Al-Hajj: 18)

9. Kemaksiatan mengundang kehinaan, merusak akal. Dan jika dosa telah banyak maka pelakunya akan ditutup hatinya sehingga digolongkan sebagai orang–orang yang lalai.

10. Dosa memunculkan berbagai kerusakan di muka bumi, pada air, udara, tanaman, buah-buahan, dan tempat tinggal.

11. Kemaksiatan menghilangkan sifat malu yang merupakan pokok segala kebaikan serta melemahkan hati pelakunya.

12. Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan mendatangkan adzab. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidaklah turun suatu bencana kecuali karena dosa, dan tidaklah dicegah suatu bencana kecuali dengan taubat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30) [Lihat Al-Jawabul Kafi: 113-208, Taujihul Muslimin hal. 58-61]

Bersumber dari (telah diringkas dan diedit dari) tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu’thi

MENJADI PRIBADI YANG DICINTAI OLEH SEMUA ORANG


Semua orang pasti ingin dicintai. Semua orang butuh dihargai dan dipuji. Semua orang selalu ingin diperhatikan dan dipentingkan. Semua orang ingin pembicaraan, ceramah, atau nasehatnya ingin didengarkan. Semua orang ingin disebut namanya dengan tepat, benar dan menyenangkan. Semua orang ingin banyak kawan, sahabat, relasi dan jaringan. Semua orang senang dibantu saat dia membutuhkan pertolongan. Semua orang tidak mau dipersalahkan. Semua orang tidak ingin dirinya menjadi sampah masyarakat. Semua orang butuh dicintai dan dihormati.

Bagaimana SOLUSI ISLAM mengajarkan hal itu semua? Bagaimana Rasulullah Saw sebagai Teladan Terbaik mengajarkan hal ini? Dan bagaimana Allah membimbing kita dengan mutiara ayat al-Qur’an-Nya? Nah di sini ada 10 solusi menjadi pribadi yang dicintai oleh semua orang:

  1. Ikhlas dan tulus dalam memberikan pujian.

  2. Ikhlas dan tulus menjadikan orang lain penting bagi anda

  3. Ikhlas dan tulus menjadi pendengar yang baik

  4. Ikhlas dan tulus dalam menyebut nama orang dengan tepat, baik dan menyenangkan.

  5. Ikhlas dan tulus untuk bersikap ramah

  6. Ikhlas dan tulus untuk menolong kesusahan orang lain.

  7. Ikhlas dan tulus untuk tidak mengkritik, mencela atau meremehkan orang lain.

  8. Ikhlas dan tulus menjadi pribadi yang asertif, tegas dan berprinsip.

  9. Ikhlas dan tulus berbuat yang terbaik.

  10. Ikhlas dan tulus untuk mencintai.


Penjelasan dan Aplikasinya:
1. Ikhlas dan tulus dalam memberikan pujian.
Pujian itu seperti air segar yang bening. Sejuk dan dingin yang bisa menawarkan rasa haus manusia akan penghargaan. Dan kalau Anda selalu siap membagikan air segar itu kepada orang lain, Anda berada pada posisi yang strategis untuk disukai oleh orang lain. Caranya? Bukalah mata lebar-lebar untuk selalu melihat sisi baik pada sikap dan perbuatan orang lain. Lalu pujilah dengan ikhlas dan tulus. Nabi Muhammad Saw memberikan pujian kepada Khadijah dengan Ummul Mukminin (Ibunya orang-orang mukmin), memuji A’isyah dengan Humairah (Wanita yang pipinya kemerah-merahan), memuji Abu Bakar dengan Ash-Shiddiq (Laki-Laki yang sangat jujur), memuji Imam ’Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (Yang wajahnya mulia karena banyak berwudhu’, bersujud dan bertemu dengan Allah), memuji Hamzah pamannya dengan Saifullah (Pedang Allah). Dan lain-lain. Beliau memuji sahabat-sahabtnya dengan tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah.


2. Ikhlas dan tulus menjadikan orang lain penting bagi anda
Tunjukkanlah dengan sikap dan ucapan bahwa anda menganggap orang lain itu penting. Misalnya, jangan biarkan orang lain menunggu terlalu lama, katakanlah maaf bila salah, tepatilah janji, dan ucapkan terima kasih bila kita diberi. Nabi Muhammad Saw selalu menjadikan semua sahabat-sahabat-nya penting bagi beliau. Sehingga semua sahabat-sahabatnya sangat mencintainya.


3. Ikhlas dan tulus menjadi pendengar yang baik
Kalau bicara itu perak dan diam itu emas, maka pendengar yang baik lebih mulia dari keduanya. Pendengar yang baik adalah pribadi yang dibutuhkan dan disukai oleh semua orang. Berilah kesempatan kepada orang lain untuk bicara, ajukan pertanyaan dan buat dia bergairah untuk terus bicara. Dengarkanlah dengan antusias, dan jangan menilai atau menasehatinya bila tidak diminta. Nabi Muhammad Saw adalah pendengar yang baik bagi keluarganya, sahabat-sahabatnya, beliau lebih banyak mendengarkan keluhan-keluhan dan sharing para sahabatnya dengan tulus dan ikhlas. Kemudian beliau memberikan solusinya.


4. Ikhlas dan tulus dalam menyebut nama orang dengan tepat, baik dan menyenangkan.
Nama adalah milik berharga yang bersifat sangat pribadi. Umumnya orang tidak suka bila namanya disebut secara salah atau sembarangan. Kalau ragu, tanyakanlah bagaimana melafalkan dan menulis namanya dengan benar. Misalnya, orang yang dipanggil Ahmad itu ditulisnya Ahmed, atau Mamad? Sementara bicara, sebutlah namanya sesering mungkin. Menyebut Ahmad lebih baik dibandingkan Anda. Pak Ahmad lebih enak kedengarannya daripada sekedar Bapak. Hal ini dicontohkan oleh Nabi Muhammad dalam memanggil sahabat-sahabatnya seperti: ”Wahai Abu Bakar, Wahai Umar bin Khattab, Wahai Utsman bin ’Affan, Wahai ’Ali bin Abi Thalib, Wahai Abu Hirairah, dan lain-lain.


5. Ikhlas dan tulus untuk bersikap ramah
Semua orang senang bila diperlakukan dengan ramah. Keramahan membuat orang lain merasa diterima dan dihargai. Keramahan membuat orang merasa betah berada di dekat Anda. Nabi Muhammad Saw sangat ramah dan semua sahabatnya sangat betah bersama dengan beliau. Tidak ada seorang pun yang beranjak pergi sampai Rasulullah Saw sendiri yang mendahuluinya.


6. Ikhlas dan tulus untuk menolong kesusahan orang lain.
Anda tidak akan menjadi miskin karena memberi dan tidak akan kekurangan karena berbagi. Seorang yang sangat bijak pernah menulis, Orang yang murah hati berbuat baik kepada dirinya sendiri. Dengan demikian kemurahan hati disatu sisi baik buat Anda, dan disisi lain berguna bagi orang lain. Nabi Muhammad saw adalah sebaik-baik manusia yang suka menolong saudara-saudaranya. Bahkan nanti beliau yang akan memberikan syafaat di Hari Kiamat, saat tidak ada lagi pertolongan dari manusia yang lain. Bahkan dalam detik-detik kematiannya, Beliau menyebut umatnya: ”Ummati, ummati, ummati”.


7. Ikhlas dan tulus untuk tidak mengkritik, mencela atau meremehkan orang lain.
Umumnya orang tidak suka bila kelemahannya diketahui oleh orang lain, apalagi dipermalukan. Semua itu menyerang langsung ke pusat harga diri dan bisa membuat orang mempertahankan diri dengan sikap yang tidak bersahabat.
Nabi Muhammad Saw bersabda: ”Orang mukmin dengan mukmin lainnya adalah bersaudara, janganlah menghina satu dengan yang lain...” (HR.Al-Bukhari)


8. Ikhlas dan tulus menjadi pribadi yang asertif, tegas dan berprinsip.
Orang yang disukai bukanlah orang yang selalu berkata Ya, tetapi orang yang bisa berkata Tidak bila diperlukan. Sewaktu-waktu bisa saja prinsip atau pendapat Anda berseberangan dengan orang lain. Anda tidak harus menyesuaikan diri atau memaksakan mereka menyesuaikan diri dengan Anda. Jangan takut untuk berbeda dengan orang lain. Yang penting perbedaan itu tidak menimbulkan konflik, tapi menimbulkan sikap saling pengertian. Sikap asertif selalu lebih dihargai dibanndingkan sikap Yesman. Nabi Muhammad adalah pribadi yang berprinsip, mampu merubah dari Jahiliyah menuju kehidupan yang islamiyyah. Nabi Muhammad adalah ”Sang Perubah”


9. Ikhlas dan tulus berbuat yang terbaik.
Perlakuan apapun yang anda inginkan dari orang lain yang dapat menyukakan hati, itulah yang harus anda lakukuan terlebih dahulu. Anda harus mengambil inisiatif untuk memulainya. Misalnya, bila ingin diperhatikan, mulailah memberi perhatian. Bila ingin dihargai, mulailah menghargai orang lain. Itulah yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw kepada para sahabat-sahabatnya.


10. Ikhlas dan tulus untuk mencintai diri sendiri dan orang lain.
Nabi Muhammad adalah Nabi Cinta. Yang menebarkan Agama Islam dengan strategi Cinta dan Perdamaian (Love and Peace). Nabi Muhammad sangat mencintai orang lain laksana mencintai dirinya sendiri. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda: “Iman yang sempurna bagi seorang mukmin adalah apabila mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Wanita Yang Tidak Boleh Dinikahi



Bismillah,
Mahram (Bukan "Muhrim" seperti kebayakan orang bilang ) adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan.
Adapun ketentuan siapa yang mahram dan yang bukan mahram telah dijelaskan dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa ayat 23.

Di dalam ayat ini disebutkan beberapa orang mahram yaitu:

Pertama: Ummahatukum (ibu-ibu kalian). Ibu dalam bahasa arab artinya
setiap yang nasab lahirmu kembali kepadanya. Defenisi ini akan mencakup:
1. Ibu yang melahirkanmu.
2. Nenekmu dari ayah maupun dari Ibumu.
3. Nenek ayahmu dari ayah maupun ibunya.
4. Nenek ibumu dari ayah maupun ibunya.
5. Nenek buyut ayahmu dari ayah maupun ibunya.
6. Nenek buyut ibumu dari ayah maupun ibunya.
7. dan seterusnya ke atas.

Kedua: Banatukum (anak-anak perempuan kalian). Anak perempuan dalam
bahasa arab artinya setiap perempuan yang nisbah kelahirannya kembali
kepadamu. Defenisi ini akan mencakup:
1. Anak perempuanmu.
2. Anak perempuan dari anak perempuanmu (cucu).
3. Anaknya cucu.
4. dan seterusnya ke bawah.

Ketiga: Akhwatukum (saudara-saudara perempuan kalian). Saudara perempuan
ini meliputi :
1. Saudara perempuan seayah dan seibu.
2. Saudara perempuan seayah saja.
3. dan saudara perempuan seibu saja.

Keempat: `Ammatukum (saudara-saudara perempuan ayah kalian). Masuk
dalam kategori saudara perempuan ayah :
1. Saudara perempuan ayah dari satu ayah dan ibu.
2. Saudara perempuan ayah dari satu ayah saja.
3. Saudara perempuan ayah dari satu ibu saja.
4. Masuk juga di dalamnya saudara-saudara perempuan kakek dari ayah
maupun ibumu.
5. dan seterusnya ke atas.

Kelima: Khalatukum (saudara-saudara perempuan ibu kalian). Yang masuk
dalam saudara perempuan ibu sama seperti yang masuk dalam saudara
perempuan ayah yaitu :
1. Saudara perempuan ibu dari satu ayah dan ibu.
2. Saudara perempuan ibu dari satu ayah saja.
3. Saudara perempuan ibu dari satu ibu saja.
4.Saudara-saudara perempuan nenek dari ayah maupun ibumu.
5. dan seterusnya ke atas.

Keenam: Banatul akhi (anak-anak perempuan dari saudara laki-laki). Anak
perempuan dari saudara laki-laki mencakup :
1. Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah dan satu ibu.
2. Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah saja.
3. Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ibu saja.
4. Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
5. Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
6. dan seterusnya ke bawah.

Ketujuh: Banatul ukhti (anak-anak perempuan dari saudara perempuan). Ini
sama dengan anak perempuan saudara laki-laki, yaitu meliputi :
1. Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah dan ibu.
2. Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah saja.
3. Anak perempuan dari saudara perempuan satu ibu saja.
4. Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan,.
5. Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan.
6. dan seterusnya ke bawah.

Catatan penting:
Tujuh wanita yang tersebut di atas adalah mahram karena nasab. Sehingga kita
bisa mengetahui bahwa ada empat orang yang bukan mahram walaupun ada hubungan nasab, mereka itu adalah :
1. Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayah (sepupu).
2. Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu (sepupu).
3. Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah (sepupu).
4. Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibu (sepupu).
Mereka ini bukanlah mahram dan boleh dinikahi.

Kedelapan : Ummahatukum al-laati ardha'nakum (ibu-ibu yang menyusui
kalian). Yang termasuk ibu susuan adalah :
1. Ibu susuan itu sendiri.
2. Ibunya ibu susuan.
3. Neneknya ibu susuan.
4. dan seterusnya keatas.

Catatan penting:
Kita melihat bahwa dalam ayat ini Ibu susuan dinyatakan sebagai mahram,
sementara menurut ulama pemilik susu adalah suaminya karena sang
suamilah yang menjadi sebab isterinya melahirkan sehingga mempunyai air
susu. Maka disebutkannya ibu susuan sebagai mahram dalam ayat ini adalah
merupakan peringatan bahwa sang suami adalah sebagai ayah bagi anak yang
menyusu kepada isterinya. Dengan demikian anak-anak ayah dan ibu
susuannya baik yang laki-laki maupun yang perempuan dianggap sebagai
saudaranya (sesusuan), dan demikian pula halnya dengaan saudara-saudara
dari ayah dan ibu susuannya baik yang laki-laki maupun yang perempuan
dianggap sebagai paman dan bibinya. Karena itulah Nabi ? menetapkan di
dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Imam
Muslim dari hadits `Aisyah dan Ibnu `Abbas -radhiyallahu
`anhuma-, "Sesungguhnya menjadi mahram dari susuan apa-apa yang
menjadi mahrom dari nasab".

Kesembilan: Akhwatukum minar radha'ah (dan saudara-saudara perempuan
kalian dari susuan). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan
sesusuan adalah :
1. Perempuan yang kamu disusui oleh ibunya ( ibu kandung maupun ibu
tiri).
2. Atau perempuan itu menyusu kepada ibumu.
3. Atau kamu dan perempuan itu sama-sama menyusu pada seorang perempuan
yang bukan ibu kalian berdua.
4. Atau perempuan yang menyusu kepada istri yang lain dari suami ibu
susuanmu.

Kesepuluh: Ummahatu nisa`ikum (dan ibu isteri-isteri kalian). Ibu isteri
mencakup ibu dalam nasab dan seterusnya keatas dan ibu susuan dan
seterusnya keatas. Mereka ini menjadi mahram bila/dengan terjadinya akad
nikah antara kalian dengan anak perempuan mereka, walaupun belum
bercampur.

Kesebelas: Anak-anak istrimu (Ar-Raba`ib) yang dalam pemeliharaanmu dari
istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya.
Ayat ini menunjukkan bahwa Ar-Raba`ib adalah mahram. Dan menurut bahasa
arab Ar-Raba`ib ini mencakup :
1. Anak-anak perempuan istrimu.
2. Anak-anak perempuan dari anak-anak istrimu ( cucu perempuannya
istri).
3. Cucu perempuan dari anak-anak istrimu.
4. dan seterusnya ke bawah.

Tapi Ar-Raba`ib ini dalam ayat ini menjadi mahram dengan syarat apabila
ibunya telah digauli adapun kalau ibunya diceraikan atau meninggal
sebelum digauli oleh suaminya maka Ar-Raba`ib ini bukan mahram suami
ibunya bahkan suami ibunya itu bisa menikahi dengannya. Dan ini
merupakan pendapat Jumhur Ulama seperti Imam Malik, Ats-Tsaury,
Al-Auza'y, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan lain-lainnya.

Keduabelas: Istri-istri anak-anak kandungmu (menantu).
Ini meliputi :
1. Istri dari anak kalian.
2. Istri dari cucu kalian.
3. Istri dari anaknya cucu.
4. dan seterusnya kebawah baik dari nasab maupun sesusuan.
Mereka semua menjadi mahram setelah akad nikah dan tidak ada perbedaan
pendapat di kalangan para ulama dalam hal ini.

Peringatan:
Demikian mahrom dalam surah An Nisa. Tapi perlu diingat, pembicaraan dalam ayat ini walaupun ditujukan langsung kepada laki-laki dan menjelaskan rincian siapa yang merupakan mahrom bagi mereka, ini tidaklah menunjukkan bahwa di dalam ayat ini tidak dijelaskan tentang siapa mahrom bagi perempuan. Karena Mafhum Mukhalafah (pemahaman
kebalikan) dari ayat ini menjelaskan hal tersebut. Misalnya disebutkan dalam ayat : "Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian", maka mafhum mukhalafahnya adalah : "Wahai para ibu,
diharamkan atas kalian menikah dengan anak-anak kalian." Misal lain, disebutkan dalam ayat : "Dan anak-anak perempuan kalian." Maka mafhum mukhalafahnya adalah : "Wahai anak-anak
perempuan diharamkan atas kalian menikah dengan ayah-ayah kalian."
Dan demikian seterusnya.

wal hamdu lillahi Rabbil `alamin.

Sumber: Majalah An-Nashihah

Selasa, 14 Juli 2009

ALLAH TELAH MENGATUR SEGALANYA



عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا


[رواه البخاري ومسلم].

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata:

Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari.

Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya.

Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka.

Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga.


(Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kandungan Hadist :

1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah bahagia dan celaka.

2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbuatan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.

3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).

4. Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.

5. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hati karenanya.

6. Kehidupan ada di Tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.

7. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.


Diambil dari kitab Hadist Arba` in Nawawy
Ditulis kembali oleh Haji Ambar Krydanto.

BAKTI KEPADA ORANG TUA YANG SUDAH MENINGGAL


Ketika orangtua meninggal dunia kita sebagai anak harus tetap berbakti bentuk bakti kita kepada orang yaituYang paling utama adalah mendoakannya, karena doa anak yang shalih adalah hal yang secara sharih disebutkan sangat bermanfaat bagi orang tuanya yang sudah meninggal.

Tentu saja anak itu harus anak yang shalih, beriman dan bertaqwa. Karena hanya doa orang yang dekat dengan tuhannya saja yang akan didengar.

Jadi kalau anaknya jarang sholat, tidak pernah mengaji, buta ajaran agama dan asing dengan syariat Islam, lalu tiba-tiba berdoa, bagaimana Allah SWT akan mendengarnya. Sementara makanannya makanan haram, bajunya haram, mulutnya tidak lepas dari yang haram.

Selain itu anak yang sholih bisa saja mengeluarkan infaq, shadaqah dan ibadah maliyah lainnya yang diniatkan untuk disampaikan pahalanya kepada orang tuanya.

Sungguh tega jika kita di dunia bergelimang kenikmatan ,sedangkan orang tua kita sangat berharap Shodakoh kita untuk pahalanya.

Tentang sampainya pahala ibadah amaliyah dari orang yang masih hidup untuk orang yang sudah wafat, ada banyak dalilnya. Di antaranya adalah:

Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk bertanya:

”Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya?

Rasul SAW menjawab: " Ya,"

Saad berkata:

”Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya” (HR Bukhari).


Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa bukan hanya ibadah maliyah saja yang bisa disampaikan pahalanya kepada orang wafat, namun ibadah badaniyah pun bisa dikrimkan pahalanya untuk orang yang sudah wafat.

Dalilnya adalah nash berikut:

Dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda,

”Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya” (HR Bukhari dan Muslim)


Hadits ini adalah hadits shahih yang menyebutkan bahwa pahala puasa sebagai ibadah badaniyah bisa dikirimkan untuk orang yang sudah wafat. Selain itu pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya.

ISTRI SHOLEHA



عن يزيد بن رومان عن عروة عن عائشة رضي الله عنها أنها قالت لعروة ابن أختي
إن كنا لننظر إلى الهلال ثم الهلال ثلاثة أهلة في شهرين وما أوقدت في أبيات رسول الله صلى الله عليه وسلم نار فقلت يا خالة ما كان يعيشكم قالت الأسودان التمر والماء إلا أنه قد كان لرسول الله صلى الله عليه وسلم جيران من الأنصار كانت لهم منائح وكانوا يمنحون رسول الله صلى الله عليه وسلم من ألبانهم فيسقينا /رواه البخاري,كتاب الهبة
وفضلها والتحريض عليها :2379


Dari Urwah Bin Zubair, bahwasannya Aisyah Rodhiyallohu'Anha pernah berkata kepadanya:
“ Hai anak lelaki saudara perempuanku, sesungguhnya kami sering melihat hilal, kemudian hilal lainnya hingga hilal berikutnya dalam dua bulan, tidak pernah dinyalakan suatu perapian dapur pun disemua rumah istri-istri Rasulullah Sholallohu 'Alaihi Wassalam.

Urwah bertanya:
‘‘wahai bibi, lalu apakah yang kalian makan selama itu?’’

Aisyah menjawab:
‘‘kami memakan kurma dan meminum air, selain kiriman air susu yang diberikan oleh para tetangga kaum anshar yang memiliki ternak perahan. Mereka biasa mengirimkan sebagian dari hasil susu perahannya kepada Rasulullah Sholallohu 'Alaihi Wassalam , sehingga kami dapat minum susu darinya”
.(HR.Riwayat Imam Bukhori:2379).

Wanita Sholehah bukanlah wanita yang membebani suaminya dengan tuntutan yang banyak, bahkan ia meringankan pundak suaminya.

Ia adalah seorang wanita muslimah yang menerima rizki yang Alloh karuniakan kepadanya dan suaminya.

Wanita yang bersyukur tatkala suka, dan sabar tatkala musibah melanda.
bukan pula wanita sholehah yang selalu mengatakan kepada suaminya; “Aku telah melakukan ini dan itu karena dirimu.
”bahkan, ia adalah wanita yang selalu merasa kurang dalam pengabdiannya kepada suami.
Wanita sholehah bukanlah wanita yang pandai merias diri saat akan pergi kondangan, apalagi kepasar-pasar, sementara dihadapkan suami lusuh dan kumal ditambahi .

Wanita Sholehah adalah wanita yang menyenangkan bila dipandang mata, menyejukkan jika dilihat dan menentramkan hati suaminya.

Mereka adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
(An-Nisa`: 34)

Kesimpulanya Istri sholehah ada istri yang menerima suami apa adanya dan mensyukuri apa yang didapat suami sebagai suatu nikmat


ditulis kembali oleh H.Adek Ambar Krydanto

UMAT YANG PERTAMA MASUK SURGA DAN NERAKA


Rasulullah saw. bersabda, ”Kami adalah umat terakhir dan terawal pada hari kiamat. Kami adalah umat yang pertama masuk surga meskipun mereka diberi kitab sebelum kami dan kami diberi kitab sesudah mereka.”(H.R. Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa umat Nabi Muhammad saw. yang pertama masuk surga walaupun paling akhir dalam menerima ajaran dari Allah swt.
dibandingkan nabi-nabi lainnya.

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda, ”Diperlihatkan kepadaku tiga orang pertama dari umatku yang masuk surga dan tiga orang pertama dari umatku yang masuk neraka. Adapun tiga orang yang pertama masuk surga adalah syahid, budak yang pekerjaannya tidak menyibukkannya dari taat kepada Allah, dan orang fakir yang tidak meminta-minta. Dan tiga orang yang pertama masuk neraka, yaitu pemempin yang zalim, orang kaya yang hartanya tidak digunakan untuk menunaikan hak Allah, dan orang fakir yang sombong.”
(H.R. Ahmad)

Hadis ini menjelaskan bahwa ada tiga dari umat Rasulullah SAW. yang paling dulu masuk surga dan tiga orang yang paling dulu masuk neraka.

Adapun orang yang pertama masuk surga adalah sebagai berikut.

1. Syahid. Yaitu orang yang meninggal karena membela agama Allah swt.
Orang yang rela mengorbankan pikiran, perasaan, harta, bahkan nyawanya demi tegaknya panji-panji kebenaran Allah swt. di muka bumi. Sebesar apa pun tantangan dakwah dihadapinya dengan lapang dada dan optimisme.
Kesulitan dalam dakwah tidak menyurutkan semangatnya untuk berjuang di jalan Allah.

2. Budak yang pekerjaannya tidak menyibukkan dari taat pada Allah. Yakni orang yang hidupnya dalam kekuasaan majikannya, banyak pekerjaan yang menyita tenaga dan waktunya, namun di tengah kesibukan fisiknya yang begitu padat, dia tidak lupa untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban ibadah pada Allah swt. Untuk konteks sekarang, bisa dianalogikan seperti seorang buruh bangunan yang berada di bawah pengawasan majikannya yang sangat ketat, pekerjaan fisiknya sangat banyak, namun tetap tidak lupa ibadah shalat, puasa, dll.

3.Orang fakir yang tidak meminta-minta. Yakni orang yang sangat kekurangan secara materi karena pendapatannya tidak berimbang dengan kebutuhannya. Orang yang besar pasak daripada tiang, namun di tengah kesulitan ekonomi yang mengimpitnya dia tidak pernah meminta-minta. Dia terus berjuang mencari nafkah yang halal. Dia peras keringat, darah, dan air matanya, untuk menghidupi diri dan keluarganya. Dia pantang meminta-minta pada orang lain. Orang seperti inilah di antaranya yang akan paling pertama masuk surga.

Sementara tiga orang yang pertama yang masuk neraka adalah sebagai berikut.

1. Pemimpin yang zalim. Yakni pemimpin yang menggunakan amanah kepemimpinannya untuk kepentingan pribadi. Amanah kepemimpinan digunakannya untuk memperkaya diri, menindas, bahkan menipu orang-orang yang dipimpinnya. Dia lupa bahwa kepemimpinan itu amanah, malah dia gunakan amanah kepemimpinan sebagai fasilitas untuk memperkaya diri.
Na’udzubillah.

2. Orang kaya yang hartanya tidak digunakan untuk menunaikan hak Allah.
Yakni orang yang diberi amanah harta, namun tidak digunakan sesuai keridoan Allah. Harta berlimpah tidak membuatnya syukur pada Allah swt., malah mengufuri-Nya. Harta tidak membuatnya dekat dengan Allah, malah melecehkan ajaran-ajaran Allah. Hak-hak fakir dan miskin diabaikannya, hartanya tidak pernah dibersihkan dengan zakat, infak, ataupun sedekah.
Dalam Al Quran diungkap bahwa pada hari kiamat, harta seperti ini akan menyetrika bagi pemiliknya. Na’udzubillah.

3.Orang fakir yang sombong. Kalau ada orang kaya sombong itu masuk akal, karena ada yang bisa dibanggakan. Namun kalau orang fakir sombong, apa yang jadi kebanggaannya? Allah swt. sangat murka pada orang fakir namun jiwanya penuh kesombongan. Bisa dibayangkan bagaimana kalau dia kaya? Fakir saja sombong, apalagi kalau kaya? Wajar kalau orang fakir yang sombong di antara yang akan masuk neraka terlebih dulu. Na’udzubillah.

Bertolak dari analisis di atas bisa disimpulkan bahwa dari seluruh umat para nabi dan rasul, maka umat Rasulullah SAW. yang paling pertama akan masuk surga. Ada tiga orang yang pertama masuk surga di antara umat Rasulullah SAW .
dan tiga orang yang paling dulu masuk neraka.
Kalau umat Rasulullah SAW. yang pertama masuk surga, maka dari umat Rasulullah SAW juga yang paling pertama masuk neraka. Wallahu A’lam.

Sumber:http:www.percikan-i
man.com
Ditulis kembali oleh : H.Adek Ambar Krydanto
islam Pictures, Images and Photos

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.





Semoga Allah mengampuni dosa dosa kita dan menunjuki jalan Kebenaran