Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana seorang muslim yang tak menjalankan ibadah puasa beberapa bulan Ramadlan dari beberapa tahun padahal dirinya telah wajib, maka mestikah ia qadha jika taubat ..?
Jawaban :
Yang benar, qadha tak wajib baginya bila ia telah bertaubat, sebab setiap ibadah yang sudah tentu waktunya bila sengaja ditangguhkan tanpa alasan yang dibenarkan syara', maka mengqadhanya tak akan diterima Allah. Oleh sebab itu, hendaklah ia bertaubat kepada-Nya dengan cara memperbanyak amal sholeh. Barang siapa bertaubat, niscaya Allah menerimanya.
QADHA BAGI YANG TIDAK BERPUASA BEBERAPA HARI KARENA TIDAK TAHU
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Wajibkah qadha bagi yang tidak berpuasa beberapa hari Ramadlan tanpa alasan yang dibenarkan karena ia buta atas wajibnya berpuasa .? Juga bagaimana hukum berpuasa bukan karena ibadah, tetapi karena ikut-ikut orang berpuasa .?
Jawaban.
Memang ia wajib qadha atas puasa yang ditinggalkannya, sebab ketidaktahuan-nya tidak bisa menggugurkan wajibnya berpuasa, yang gugur hanya dosanya. Ia tak berdosa karena tak berpuasa, tetapi tetap wajib qadha.
Mengenai pertanyaan kedua tentang orang berpuasa karena ikut-ikutan kepada mereka yang berpuasa, maka puasanyat tetap sah, sebab ia memegang niatnya, yakni berbuat seperti apa yang dilakukan kaum muslimin. Kaum muslimin berbuat seperti itu dalam rangka ibadah. Tetapi perlu dijelaskan kepadanya, bahwa puasa itu ibadah. Orang tidak makan, tidak minum dan meninggalkan syahwatnya mesti semata-mata untuk Allah, sebagaimana dikatakan dalam hadits qudsi bahwa yang berpuasa itu telah meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.
WAJIBKAH QADHA BAGI YANG TIDAK PERNAH PUASA PADAHAL TELAH BERUSIA 27 TAHUN
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya seorang pemuda berusia 27 tahun yang telah jauh tersesat. Sekarang telah benar-benar bertaubat kepada Allah, namun pada saat ini belum sempat berpuasa, apakah saya wajib mengqadhanya ..?
Jawaban.
Seorang lelaki yang mengaku dirinya tersesat dan lalu diberi hidayah oleh Allah, maka kami mohon kepada-Nya, semoga ia diberi keteguhan agar selalu mampu menghadapi hawa nafsu dan syaitan. Hal itu merupakan ni'mat Allah. Tidak ada yang memahami kesesatan selain yang mengalaminya setelah ia mendapatkan hidayah.
Orang tak akan tahu batas keislaman kecuali bila mengetahui batas kekafiran. Kami sampaikan kepada lelaki seperti itu : "Semoga ananda mendapatkan anugrah Allah agar tetap dalam pendirian (istiqamah). Juga kita memohon kepada-Nya agar kita diberi keteguhan dalam menjalankan kebenaran dan ketaatan yang pernah kita tinggalkan ; puasa, shalat, zakat atau lainnya, namun tak perlu diqadha, sebab sudah tertambal taubat. Jika ananda telah bertaubat kepada Allah lalu beramal sholeh, maka cukuplah hal itu sebagai pengganti yang hilang. Hal ini merupakan hal yang perlu diketahui yakni kaidah : "Ibadah yang terikat oleh waktu dilakukan di luar waktunya, maka ibadah tersebut tidak sah, seperti shalat dan puasa".
Jika seseorang sengaja tak akan shalat hingga habis waktunya, lalu ia datang bertanya apakah ia wajib mengqadhanya, tentu kami akan jawab tidak bisa di qadha. Hal ini berlaku pula dalam puasa. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang beramal tanpa ada perintah kami, maka tertolaklah amalnya".
Jika kamu menangguhkan ibadah yang sudah tentu waktunya, lalu setelah habis waktunya baru dilaksanakan, berarti kamu telah berbuat sesuatu yang tidak dicontohkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, batal dan tak bermanfaat. Lain halnya dengan yang lupa, maka ia berhak mengqadhanya, berdasarkan hadits :
"Barang siapa tidur hingga tak shalat atau lupa shalat, hendaklah shalat ketika sadar".
Dengan demikian menurut kami, orang yang beralasan meninggalkan shalat ia berhak atas waktunya bila alasannya telah tiada. Karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Hendaklah shalat ketika sadar kembali". Sedangkan orang yang meninggalkan ibadah dengan sengaja hingga waktunya habis, lalu dilaksanakan bukan pada waktunya, maka tidak akan diterima.
MENANGGUHKAN QADHA HINGGA TIBA RAMADHAN BERIKUTNYA
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana hukum menangguhkan qadha hingga tiba Ramadlan berikutnya ..?
Jawaban.
Menurut para ulama, menangguhkan qadha Ramadlan hingga datang Ramadlan berikutnya tidak boleh. Aisyah berkata : "Aku punya kewajiban puasa Ramadlan hanya mampu dibayar pada bulan Sya'ban". Hal ini menunjukkan bahwa setelah Ramadlan kedua tak ada keringanan lagi. Jika orang berbuat seperti itu, berdosalah ia dan wajib segera membayarnya setelah Ramadlan kedua. Tetapi dalam mengqadhanya ulama berselisih, apakah disamping itu ia wajib mengeluarkan makanan atau tidak .? Maka menurut pendapat yang mashur ia tak wajib mengeluarkannya berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah : 185
QADHA BAGI YANG MENANGGUHKANNYA HINGGA MASUK RAMADHAN KEDUA
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita tak berpuasa beberapa hari pada Ramadlan lalu dibayarkan pada akhir-akhir Sya'ban. Tinggal satu hari lagi yang mesti diqadhanya, ia kedatangan bulannya (haid) hingga memasuki Ramadlan kedua, maka apa yang mesti dilakukannya ..?
Jawaban.
Jika wanita tersebut mengaku dirinya sakit hingga tak mampu qadha atas puasanya, hendaklah ia membayarnya ketika sudah mampu karena beralasan walau telah tiba Ramadlan kedua. Jika tak beralasan, berarti telah menghinakan hukum Allah. Ia tak boleh menangguhkan qadha hingga tiba Ramadlan berikutnya. Aisyah berkata : "Aku punya kewajiban yang baru sempat dibayar pada bulan Sya'ban".
Oleh karena itu, bagi yang menangguhkan qadha tanpa alasan yang dibenarkan, hendaklah menyadari bahwa dirinya berdosa dan wajib bertaubat dengan segera membayar puasa yang menjadi kewajibannya.
PUASA ENAM HARI SYAWAL PADAHAL PUNYA QADHA RAMADHAN
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimanakah kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal padahal punya qadha Ramadlan .?
Jawaban.
Dasar puasa enam hari Syawal adalah hadits berikut :
"Barang siapa berpuasa Ramadlan lau mengikutinya dengan enam hari Syawwal, maka ia laksanakan puasa satu tahun".
Jika seseorang punya kewajiban qadha lalu berpuasa enam hari padahal ia punya kewajiban qadha enam hari, maka puasa Syawwalnya tak berpahala, kecuali jika telah mengqadha Ramadlannya.
[Disalin dari buku 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 223-227, terbitan Gema Risalah Press, alih bahas Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana seorang muslim yang tak menjalankan ibadah puasa beberapa bulan Ramadlan dari beberapa tahun padahal dirinya telah wajib, maka mestikah ia qadha jika taubat ..?
Jawaban :
Yang benar, qadha tak wajib baginya bila ia telah bertaubat, sebab setiap ibadah yang sudah tentu waktunya bila sengaja ditangguhkan tanpa alasan yang dibenarkan syara', maka mengqadhanya tak akan diterima Allah. Oleh sebab itu, hendaklah ia bertaubat kepada-Nya dengan cara memperbanyak amal sholeh. Barang siapa bertaubat, niscaya Allah menerimanya.
QADHA BAGI YANG TIDAK BERPUASA BEBERAPA HARI KARENA TIDAK TAHU
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Wajibkah qadha bagi yang tidak berpuasa beberapa hari Ramadlan tanpa alasan yang dibenarkan karena ia buta atas wajibnya berpuasa .? Juga bagaimana hukum berpuasa bukan karena ibadah, tetapi karena ikut-ikut orang berpuasa .?
Jawaban.
Memang ia wajib qadha atas puasa yang ditinggalkannya, sebab ketidaktahuan-nya tidak bisa menggugurkan wajibnya berpuasa, yang gugur hanya dosanya. Ia tak berdosa karena tak berpuasa, tetapi tetap wajib qadha.
Mengenai pertanyaan kedua tentang orang berpuasa karena ikut-ikutan kepada mereka yang berpuasa, maka puasanyat tetap sah, sebab ia memegang niatnya, yakni berbuat seperti apa yang dilakukan kaum muslimin. Kaum muslimin berbuat seperti itu dalam rangka ibadah. Tetapi perlu dijelaskan kepadanya, bahwa puasa itu ibadah. Orang tidak makan, tidak minum dan meninggalkan syahwatnya mesti semata-mata untuk Allah, sebagaimana dikatakan dalam hadits qudsi bahwa yang berpuasa itu telah meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.
WAJIBKAH QADHA BAGI YANG TIDAK PERNAH PUASA PADAHAL TELAH BERUSIA 27 TAHUN
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya seorang pemuda berusia 27 tahun yang telah jauh tersesat. Sekarang telah benar-benar bertaubat kepada Allah, namun pada saat ini belum sempat berpuasa, apakah saya wajib mengqadhanya ..?
Jawaban.
Seorang lelaki yang mengaku dirinya tersesat dan lalu diberi hidayah oleh Allah, maka kami mohon kepada-Nya, semoga ia diberi keteguhan agar selalu mampu menghadapi hawa nafsu dan syaitan. Hal itu merupakan ni'mat Allah. Tidak ada yang memahami kesesatan selain yang mengalaminya setelah ia mendapatkan hidayah.
Orang tak akan tahu batas keislaman kecuali bila mengetahui batas kekafiran. Kami sampaikan kepada lelaki seperti itu : "Semoga ananda mendapatkan anugrah Allah agar tetap dalam pendirian (istiqamah). Juga kita memohon kepada-Nya agar kita diberi keteguhan dalam menjalankan kebenaran dan ketaatan yang pernah kita tinggalkan ; puasa, shalat, zakat atau lainnya, namun tak perlu diqadha, sebab sudah tertambal taubat. Jika ananda telah bertaubat kepada Allah lalu beramal sholeh, maka cukuplah hal itu sebagai pengganti yang hilang. Hal ini merupakan hal yang perlu diketahui yakni kaidah : "Ibadah yang terikat oleh waktu dilakukan di luar waktunya, maka ibadah tersebut tidak sah, seperti shalat dan puasa".
Jika seseorang sengaja tak akan shalat hingga habis waktunya, lalu ia datang bertanya apakah ia wajib mengqadhanya, tentu kami akan jawab tidak bisa di qadha. Hal ini berlaku pula dalam puasa. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang beramal tanpa ada perintah kami, maka tertolaklah amalnya".
Jika kamu menangguhkan ibadah yang sudah tentu waktunya, lalu setelah habis waktunya baru dilaksanakan, berarti kamu telah berbuat sesuatu yang tidak dicontohkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, batal dan tak bermanfaat. Lain halnya dengan yang lupa, maka ia berhak mengqadhanya, berdasarkan hadits :
"Barang siapa tidur hingga tak shalat atau lupa shalat, hendaklah shalat ketika sadar".
Dengan demikian menurut kami, orang yang beralasan meninggalkan shalat ia berhak atas waktunya bila alasannya telah tiada. Karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Hendaklah shalat ketika sadar kembali". Sedangkan orang yang meninggalkan ibadah dengan sengaja hingga waktunya habis, lalu dilaksanakan bukan pada waktunya, maka tidak akan diterima.
MENANGGUHKAN QADHA HINGGA TIBA RAMADHAN BERIKUTNYA
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana hukum menangguhkan qadha hingga tiba Ramadlan berikutnya ..?
Jawaban.
Menurut para ulama, menangguhkan qadha Ramadlan hingga datang Ramadlan berikutnya tidak boleh. Aisyah berkata : "Aku punya kewajiban puasa Ramadlan hanya mampu dibayar pada bulan Sya'ban". Hal ini menunjukkan bahwa setelah Ramadlan kedua tak ada keringanan lagi. Jika orang berbuat seperti itu, berdosalah ia dan wajib segera membayarnya setelah Ramadlan kedua. Tetapi dalam mengqadhanya ulama berselisih, apakah disamping itu ia wajib mengeluarkan makanan atau tidak .? Maka menurut pendapat yang mashur ia tak wajib mengeluarkannya berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah : 185
QADHA BAGI YANG MENANGGUHKANNYA HINGGA MASUK RAMADHAN KEDUA
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita tak berpuasa beberapa hari pada Ramadlan lalu dibayarkan pada akhir-akhir Sya'ban. Tinggal satu hari lagi yang mesti diqadhanya, ia kedatangan bulannya (haid) hingga memasuki Ramadlan kedua, maka apa yang mesti dilakukannya ..?
Jawaban.
Jika wanita tersebut mengaku dirinya sakit hingga tak mampu qadha atas puasanya, hendaklah ia membayarnya ketika sudah mampu karena beralasan walau telah tiba Ramadlan kedua. Jika tak beralasan, berarti telah menghinakan hukum Allah. Ia tak boleh menangguhkan qadha hingga tiba Ramadlan berikutnya. Aisyah berkata : "Aku punya kewajiban yang baru sempat dibayar pada bulan Sya'ban".
Oleh karena itu, bagi yang menangguhkan qadha tanpa alasan yang dibenarkan, hendaklah menyadari bahwa dirinya berdosa dan wajib bertaubat dengan segera membayar puasa yang menjadi kewajibannya.
PUASA ENAM HARI SYAWAL PADAHAL PUNYA QADHA RAMADHAN
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimanakah kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal padahal punya qadha Ramadlan .?
Jawaban.
Dasar puasa enam hari Syawal adalah hadits berikut :
"Barang siapa berpuasa Ramadlan lau mengikutinya dengan enam hari Syawwal, maka ia laksanakan puasa satu tahun".
Jika seseorang punya kewajiban qadha lalu berpuasa enam hari padahal ia punya kewajiban qadha enam hari, maka puasa Syawwalnya tak berpahala, kecuali jika telah mengqadha Ramadlannya.
[Disalin dari buku 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 223-227, terbitan Gema Risalah Press, alih bahas Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar