Sepintas Mengenal Kiprah Ilmuwan Muslim
dalam Perkembangan Awal Ilmu Geologi
oleh Salahuddin Husein
Apa yang terlintas di benak anda saat mendengar nama Ibnu Sina atau Avicenna? Tentunya seorang tokoh cendekiawan muslim yang besar di bidang kedokteran, seorang ilmuwan yang magnum opus-nya berjudul Canon (al-Qanun fi al-Tibb) menjadi buku teks kedokteran di universitas-universitas Eropa selama lebih dari 5 abad.
Tetapi mungkin tidak banyak di antara kita yang mengetahui bahwa beliau juga seorang geologis. Tentu saja bukan seperti geologis dalam pengertian profesional seperti yang kita kenal sekarang.
Lahir di daerah Bukhara, Asia Tengah, pada tahun 981 Masehi, Abu Ali al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina telah mampu menghafal Al-Qur’an pada usia 10 tahun. Bakat dan ketekunannya yang besar mengantarkan menjadi dokter yang diakui masyarakat Bukhara pada usia 17 tahun.
Ibnu Sina, seperti juga para ilmuwan di masa dahulu, lebih sebagai seorang ilmuwan alam yang generalis. Keingintahuannya terhadap rahasia penciptaan alam semesta yang diikuti dengan pengamatan secara tekun dan teliti, menghasilkan penemuan-penemuan lainnya di bidang astronomi, fisika, matematika, kimia dan musik.
Di bidang geologi, Ibnu Sina merupakan pionir dalam pengelompokkan mineral (mineralogi) yang ada saat itu, yang menjadi dasar bagi perkembangan geologi mineral selanjutnya.
Pada subyek paleontologi, beliau mengajukan hipotesa mengenai fosil-fosil hewan yang dijumpai di bebatuan merupakan sisa-sisa pembentukan makhluk hidup baru yang gagal, di mana proses tersebut berlangsung di laut.
Pada subyek sedimentologi, beliau mengemukakan terbentuknya lapisan batuan di laut yang menyusut. Setiap lapisan terbentuk pada kurun waktu tertentu, diikuti dengan pengendapan lapisan diatasnya pada kurun waktu berikutnya. Prinsip ini kemudian hari dikenal sebagai prinsip superposisi yang ditemukan oleh Nicolaus Steno, fisikawan Denmark pada tahun 1669.
Pada subyek tektonik dan geologi struktur, dengan mengamati perlapisan batuan di pegunungan, beliau mengajukan hipotesa bahwa perlapisan batuan yang tersebut mula-mula horisontal kemudian kedudukannya termiringkan oleh gempabumi dan menjadi pegunungan. Beliau berpendapat penyebab gempabumi tersebut adalah badai angin yang sangat kuat.
Dalam melakukan observasi terhadap berbagai gejala alam, Ibnu Sina beruntung memperoleh kolega korespondensi, seorang sparring partner yang sepadan, yaitu ilmuwan alam terbesar muslim bernama Al Biruni.
Abu Raihan Muhammad Al-Biruni lahir di daerah Uzbekistan pada tahun 973 Masehi, menulis lebih dari 200 buku hasil pengamatan dan percobaannya, yang setara dengan sebanyak 13 ribu lembar folio, melebihi jumlah lembaran tulisan Galielo dan Newton bila keduanya digabungkan. Para ahli sejarah menyebut masa keemasan ilmu pengetahuan saat itu sebagai “abad Al-Biruni”.
Dengan kemampuan linguistik yang luar biasa, Al Biruni mampu menyerap ilmu pengetahuan secara langsung dari berbagai sumber kebudayaan. Hal ini mendasarinya untuk menetapkan metode ilmiah yang menjadi pegangan para ilmuwan setelahnya, yaitu : “seorang peneliti harus menggunakan setiap sumber yang ada dalam bentuk aslinya, melakukan pekerjaan dengan ketelitian obyektif, dan melakukan penelitian melalui pengamatan langsung dan percobaan”.
Di bidang geologi, karya terbesar Al Biruni adalah pada subyek mineralogi, berjudul Gems (Kitab-al-Jamahir). Beliau mendeskripsikan lebih dari 100 mineral lengkap dengan varian, genesa, karakteristik dan nilai ekonomisnya. Beliau pula yang menemukan cara menentukan berat jenis secara akurat untuk 18 jenis mineral penting. Dalam kitab ini beliau juga memuat data berbagai cadangan mineral yang ada di Cina, India, Srilangka, Eropa Tengah, Mesir, Mozambiq, dan kawasan Baltik.
Pada subyek geomorfologi, Al Biruni meneliti karakteristik Sungai Gangga dari sumbernya di pegunungan Himalaya hingga ke Delta Gangga-Brahmaputra di tepi Samudera Hindia. Beliau menemukan pengurangan ukuran butir sedimen dari hulu ke hilir terkait dengan berkurangnya energi arus sungai yang membawanya. Beliau juga mengajukan proses pembentukan lembah sungai akibat proses erosi yang berlangsung lama dan pelan, mendahului pendapat serupa yang dikemukakan oleh Nicolas Desmarest, seorang geologis Perancis, pada tahun 1756. Selain itu perhatiannya terhadap perubahan arah aliran Sungai Amu Darya menghasilkan kajian evolusi morfologi Asia Tengah.
Pada subyek paleontologi, Al Biruni juga melakukan pengamatan pada fosil-fosil yang ada di lapisan batuan di India dan menyimpulkan bahwa fosil-fosil tersebut berasal dari laut. Hal ini mendasarinya berpendapat bahwa batuan di India dahulu terbentuk di lautan. Masyarakat Barat di kemudian hari lebih mengenal prinsip ini sebagai yang ditemukan oleh Leonardo da Vinci pada abad ke-16.
Pada subyek hidrogeologi, Al Biruni meneliti prinsip dan rekayasa hidrostatik mata air alami dan artesis.
Al Biruni menghasilkan beragam karya original lainnya di bidang geografi, kartografi, botani, astronomi, fisika, matematika, kedokteran, sosiologi dan ilmu sejarah. Ragam penelitian Al Biruni meliputi semua jenis ilmu yang ada saat itu. Sehingga banyak ahli sejarah menganggapnya bukan saja ilmuwan muslim terbesar di abad pertengahan, tetapi juga sebagai ilmuwan terbesar sepanjang masa.
Buku karya Al Biruni lainnya yang dianggap berpengaruh adalah India (Kitab-al- Hind), yang menjadi rujukan para peneliti India hingga hampir 6 abad setelahnya. Al Biruni yang pernah tinggal di India selama 20 tahun mengupas secara rinci dan masif beragam kondisi geografi, sosial, budaya, bahasa dan keagamaan masyarakat India. Menarik sekali melihat seorang ilmuwan alam mumpuni yang juga fasih dalam merekam dan menyatu dengan realitas sosial masyarakatnya. Al Biruni memang dikenal sebagai seorang tokoh yang penuh rasa toleransi.
Berbeda dengan Ibnu Sina, karya-karya Al Biruni baru diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa setelah abad ke-20, sehingga pengaruh pemikiran dan sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan Barat kurang berpengaruh.
Kejujuran dan dedikasinya yang total terhadap ilmu pengetahuan mungkin dapat digambarkan dari peristiwa penolakannya terhadap penghargaan dari Sultan yang berkuasa saat itu, berupa ribuan mata uang perak yang dibawa oleh 3 ekor unta. Dengan sopan Al Biruni berkata, “saya mengabdi terhadap ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan itu sendiri dan bukan demi uang”. Sifat antusiasnya yang sangat besar terhadap ilmu juga tergambar dari ungkapannya bahwa “Allah itu Maha Mengetahui dan tidak menyukai ketidaktahuan”.
***
Al Biruni dan Ibnu Sina adalah dua nama yang telah memberikan kontribusi besar bagi peradaban manusia saat ini. Mereka merupakan mata rantai yang terlupakan dalam perkembangan ilmu geologi yang menghubungkan antara penemuan Yunani dan Romawi kuno dengan perkembangan geologi dunia Barat saat ini. Mereka berada di antara Herodotus yang meneliti Delta Nil di Mesir sekitar 4 abad sebelum Masehi dan James Hutton yang mengemukakan prinsip uniformitarianisme pada tahun 1795.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang peciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia..” (QS 3:190-191).
***
Bibliografi :
Aber, J.S., 2003, Lecture on GO 521 History of Geology, Earth Science Department, Emporia State University, Kansas.
Ajram, K., 1992, The Miracle Of Islamic Science, Knowledge House Publishers.
Anonymous, 2003, Earth the Living Planet, World Book Inc.
Campbell, W., 2002, The Qur’an and the Bible in the Light of History and Science, Arab World Ministries.
O’Connor, J.J. and Robertson, E.F., 2003, The MacTutor History of Mathematics Archive, School of Mathematics and Statistics, University of St Andrews, Scotland.
Zahoor, A., 2002, E-Book on Islamic Civilization, cyberistan.org.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar